Menampilkan hasil tunggal

Membangun Kedaulatan Literasi di Wilayah Pedesaan: Antologi Esai Perpustakaan

Rp83.000
Gaung gerakan literasi di tingkat pedesaan saat ini sudah cukup membuahkan hasil. Dalam Rakornas Perpustakaan Nasional tahun 2020 disebutkan bahwa jumlah perpustakaan desa secara nasional tercatat sebanyak 33.929 dari 83.441 desa/kelurahan seluruh Indonesia. Itu artinya sudah 40 persen desa yang tersentuh dunia literasi. Memang angka itu patut disyukuri sebagai pertanda literasi pedesaan mulai berkembang, namun harus kita akui masih jauh dari target ideal yang diharapkan. Terlebih jika kita telisik lebih mendalam, apakah 33.929 perpustakaan desa tersebut merupakan perpustakaan ideal sesuai dengan standar yang telah ditetapkan? Apakah kehadirannya sudah benar-benar mampu memberikan dampak positif bagi masyarakat desa? Berdasarkan pengamatan di lapangan, banyak sekali perpustakaan di wilayah pedesaan yang terbengkalai. Bahkan buku-buku yang dibeli oleh pemerintah desa sama sekali tidak terurus dan dibiarkan diam begitu saja. Sehingga perlu bagi berbagai pihak untuk memberikan edukasi mengenai tata kelola dan pengembangan perpustakaan di wilayah pedesaan (seperti perpustakaan desa, taman baca masyarakat, pojok baca, rumah baca, perpustakaan sekolah, dan sejenisnya). Buku ini berisi kumpulan 25 karya esai pilihan peserta lomba esai perpustakaan, yang memuat berbagai topik kaitannya dengan kreativitas dan inovasi pengembangan perpustakaan desa. Salah satunya adalah program inovatif yang disajikan dalam tulisan Budi Harsoni, yang menguraikan berbagai program TBM Kuli Maca seperti program integrasi antara budaya dan potensi lokal desa dengan TBM melalui Kegiatan Pasar Malam Minggu yang menjual berbagai hasil kerajinan tangan dan hasil perkebunan masyarakat, minuman dan makanan tradisional, dan sebagainya. Bahkan TBM Kuli Maca mampu beralih menjadi Perpustakaan Desa dan membangun jejaring sesama penggerak literasi serta bekerjasama dengan Perpustakaan Daerah Banten. Dalam hal tata kelola lembaga literasi pedesaan, Yusuf Ali Putro melalui program “Dialektika CEK KEPO”-nya mengajak para penggerak literasi untuk membangun kerjasama antara pengelola dan pemustaka agar bersama-sama menjadi bagian dari kemajuan perpustakaan/TBM dengan cara mengeksplorasi potensi pengelola dan pemustakanya. Sehingga perpustakaan desa/TBM tidak berjalan sepihak (inisiatif pengelola semata), melainkan juga ada rasa kepemilikan dan tanggung jawab dari pemustakanya. Masih banyak lagi program kreatif dan inovatif yang ditawarkan di dalam buku ini. Karena tujuan awal kami menerbitkan kumpulan esai ini memang untuk dijadikan referensi dalam hal terobosan inovasi dan kreativitas baru dalam membangun dan mengembangkan kedaulatan literasi masyarakat pedesaan.