Apa Itu Katalogisasi Perpustakaan?
Katalogisasi perpustakaan adalah proses sistematis dalam mengorganisasi, mendeskripsikan, dan mengelompokkan informasi mengenai seluruh bahan pustaka yang dimiliki oleh perpustakaan. Proses ini mencakup identifikasi data bibliografis, pengklasifikasian materi, dan penyusunan metadata agar informasi tersebut mudah ditemukan, diakses, dan digunakan oleh para pengguna perpustakaan.
Kegiatan ini menjadi inti dari manajemen informasi perpustakaan karena memungkinkan koleksi—baik berupa buku, jurnal, artikel, maupun media digital—dapat dicari secara efisien, baik melalui sistem katalog manual maupun katalog digital (online).
Tujuan Utama Katalogisasi
Katalogisasi bukan sekadar mendata buku. Ia memiliki beberapa tujuan utama yang mendukung efisiensi pengelolaan koleksi dan kemudahan layanan kepada pengguna:
Berikut penjabaran lebih luas dari Tujuan Utama Katalogisasi dalam bentuk paragraf lengkap untuk setiap poin:
1. Mempermudah Pencarian Informasi
Salah satu tujuan utama katalogisasi adalah menyederhanakan proses pencarian informasi di perpustakaan. Dengan katalog yang disusun secara sistematis, pengguna tidak perlu lagi menelusuri rak satu per satu untuk menemukan buku atau bahan pustaka yang mereka butuhkan. Mereka cukup menggunakan sistem pencarian berdasarkan judul, pengarang, subjek, kata kunci, atau nomor klasifikasi, dan sistem katalog akan menampilkan lokasi serta ketersediaan bahan tersebut. Ini sangat membantu terutama di perpustakaan besar atau perpustakaan digital yang memiliki ribuan bahkan jutaan koleksi. Akses cepat dan tepat terhadap informasi menjadikan perpustakaan tempat yang lebih ramah bagi pengguna.
2. Penyediaan Informasi Bibliografis Lengkap
Katalogisasi bertujuan menyediakan informasi bibliografis secara lengkap dan akurat untuk setiap koleksi yang dimiliki perpustakaan. Informasi ini mencakup judul buku, nama pengarang, penerbit, tahun terbit, edisi, jumlah halaman, ukuran fisik, ISBN, dan kode klasifikasi. Dengan informasi ini, pengguna dapat menilai apakah bahan pustaka tersebut sesuai dengan kebutuhan mereka sebelum meminjam atau membaca. Selain itu, data bibliografis ini juga penting untuk keperluan sitasi atau penulisan ilmiah. Dalam konteks pengelolaan perpustakaan, informasi ini membantu pustakawan mengidentifikasi, membedakan, dan menyusun bahan pustaka dengan tepat.
3. Pengelompokan Koleksi Secara Terstruktur
Tujuan penting lainnya adalah menciptakan pengelompokan bahan pustaka secara sistematis dan logis. Melalui sistem klasifikasi seperti DDC atau LCC, setiap bahan pustaka dikategorikan sesuai topik, jenis, atau bidang keilmuan tertentu. Hal ini memungkinkan penataan koleksi yang terorganisir di rak perpustakaan maupun dalam sistem katalog digital. Misalnya, buku-buku sains akan dikelompokkan bersama dalam satu kategori yang serupa, begitu juga dengan buku sastra, sejarah, atau teknologi. Pengelompokan yang baik tidak hanya memperindah tampilan perpustakaan, tetapi juga mempercepat proses pencarian dan pemeliharaan koleksi.
4. Meningkatkan Efisiensi Pelayanan Pustakawan
Katalogisasi yang efektif juga meningkatkan efisiensi kerja pustakawan. Dengan sistem katalog yang lengkap dan akurat, pustakawan dapat melacak status buku (dipinjam, tersedia, rusak, atau hilang), melakukan inventarisasi, mengelola sirkulasi, dan melakukan evaluasi koleksi dengan lebih cepat. Hal ini mengurangi beban administratif dan memungkinkan pustakawan untuk fokus pada layanan informasi dan edukasi kepada pengunjung. Selain itu, pustakawan juga dapat memberikan rekomendasi yang lebih baik karena memiliki akses data bibliografis dan klasifikasi yang jelas.
Langkah-Langkah dalam Proses Katalogisasi
Proses katalogisasi dilakukan melalui beberapa tahapan terstruktur sebagai berikut:
1. Identifikasi Bahan Pustaka
Menentukan jenis dan bentuk bahan pustaka yang akan dikatalogkan, seperti buku, majalah, jurnal, DVD, e-book, dan sebagainya.
2. Pengumpulan Informasi Bibliografis
Menghimpun data penting dari bahan pustaka, meliputi:
- Judul dan subjudul
- Nama pengarang/editor
- Penerbit
- Tahun terbit
- Nomor ISBN/ISSN
- Edisi
- Bahasa
- Deskripsi dan Penandaan Metadata
Menyusun catatan katalog yang berisi metadata seperti:
- Deskripsi fisik (jumlah halaman, ukuran, format)
- Subjek atau kata kunci untuk mempermudah pencarian tematik
- Klasifikasi berdasarkan sistem standar (seperti DDC atau LCC)
3. Penyusunan dalam Sistem Katalog
Memasukkan data ke dalam media katalog, baik berupa kartu katalog fisik maupun sistem katalog digital seperti OPAC.

Jenis-Jenis Katalogisasi
1. Katalogisasi Manual
Dilakukan secara fisik menggunakan kartu katalog yang disusun dalam laci-laci. Biasanya digunakan oleh perpustakaan kecil yang belum menggunakan sistem digital.
2. Katalogisasi Elektronik (Digital)
Menggunakan perangkat lunak atau sistem manajemen perpustakaan (Library Management System) untuk memasukkan dan mengatur data katalog. Data dapat diakses secara daring melalui OPAC (Online Public Access Catalog).
Sistem Klasifikasi dalam Katalogisasi
Sistem klasifikasi membantu pustakawan dan pengguna menemukan bahan pustaka berdasarkan kategori bidang ilmu. Dua sistem yang paling umum digunakan adalah:
1. Dewey Decimal Classification (DDC)
Mengelompokkan pengetahuan ke dalam 10 kelas besar, masing-masing dengan subdivisi. Contoh: 300 untuk Ilmu Sosial, 500 untuk Ilmu Alam.
2. Library of Congress Classification (LCC)
Digunakan di banyak perpustakaan akademik. Menggunakan kode huruf-angka untuk mewakili subjek ilmu, seperti “Q” untuk Sains, “H” untuk Ilmu Sosial.
Peran Metadata dalam Katalogisasi
Metadata adalah elemen data yang menggambarkan dan menjelaskan bahan pustaka, berfungsi sebagai sarana identifikasi, deskripsi, dan pencarian. Metadata mencakup:
- Data Identitas: Judul, pengarang, penerbit, tahun
- Data Akses: Kata kunci, subjek, klasifikasi
- Data Fisik: Jumlah halaman, ukuran, format, media
Metadata sangat penting dalam sistem pencarian digital karena memungkinkan pencarian yang lebih presisi dan relevan.
Perangkat Lunak Katalogisasi yang Umum Digunakan
1. Koha
Koha merupakan perangkat lunak manajemen perpustakaan berbasis sumber terbuka (open source) yang dirancang untuk mengotomatisasi berbagai proses di perpustakaan. Dikembangkan pertama kali di Selandia Baru, Koha kini telah diadopsi oleh ribuan perpustakaan di seluruh dunia, termasuk perpustakaan umum, sekolah, dan universitas. Sistem ini menyediakan berbagai modul penting seperti katalogisasi berbasis MARC21, manajemen sirkulasi, keanggotaan, serta OPAC (Online Public Access Catalog) yang memungkinkan pengguna mencari koleksi secara daring. Keunggulan Koha terletak pada fleksibilitas, kemampuan untuk disesuaikan dengan kebutuhan lokal, serta dukungan komunitas global yang aktif, menjadikannya salah satu pilihan terbaik untuk perpustakaan yang ingin menerapkan sistem digital dengan biaya rendah.
2. Alma
Alma adalah sistem manajemen perpustakaan berbasis cloud yang dikembangkan oleh Ex Libris, dan banyak digunakan oleh perpustakaan universitas dan institusi akademik besar di seluruh dunia. Dengan sistem ini, pengelolaan sumber daya fisik dan digital dilakukan dalam satu platform terpadu, memungkinkan pengelolaan koleksi cetak, e-book, jurnal elektronik, dan lisensi digital secara efisien. Alma menawarkan berbagai fitur canggih seperti integrasi dengan discovery tools (misalnya Primo), manajemen sirkulasi otomatis, analisis penggunaan koleksi, serta pelaporan berbasis data real-time. Karena berbasis cloud, Alma tidak memerlukan server lokal, mendukung pembaruan otomatis, dan memberikan keamanan data tingkat tinggi, sehingga sangat cocok untuk institusi dengan kebutuhan kompleks dan volume koleksi yang besar.
3. SLiMS (Senayan Library Management System)
SLiMS adalah software manajemen perpustakaan yang dikembangkan di Indonesia oleh tim Perpustakaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Perangkat lunak ini bersifat open source dan telah menjadi solusi populer di kalangan perpustakaan sekolah, desa, dan daerah di Indonesia. SLiMS menyediakan modul lengkap seperti katalogisasi, sirkulasi, keanggotaan, inventaris, pelaporan, serta sistem pencarian OPAC berbasis web. Selain itu, antarmukanya sederhana dan mudah digunakan, bahkan untuk pustakawan tanpa latar belakang teknis. Keunggulan lain dari SLiMS adalah dukungan komunitas lokal yang luas serta kemampuan untuk disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing perpustakaan, menjadikannya sangat ideal untuk perpustakaan dengan sumber daya terbatas namun ingin tetap terotomasi secara profesional.
4. Libsys
Libsys adalah sistem manajemen perpustakaan terintegrasi (ILMS) yang dikembangkan oleh Libsys Ltd di India, dan dirancang untuk memenuhi kebutuhan perpustakaan skala besar, seperti universitas, lembaga penelitian, dan institusi pemerintahan. Sistem ini menawarkan fitur-fitur katalogisasi profesional dengan dukungan standar internasional seperti MARC21 dan protokol Z39.50, serta kemampuan untuk mengelola jurnal, serial, dan langganan elektronik. Libsys juga dilengkapi dengan sistem audit koleksi, pelaporan statistik, dan pemantauan sirkulasi yang canggih. Keunggulan Libsys terletak pada kemampuannya menangani koleksi besar dengan struktur data yang kompleks, serta stabilitas sistem dalam lingkungan multi-pengguna dan multi-institusi.
Tabel perbandingan antara Koha, Alma, SLiMS, dan Libsys

Manfaat Katalogisasi bagi Perpustakaan
1. Mempercepat Akses Informasi
Katalogisasi berfungsi sebagai peta navigasi bagi pengguna dalam mencari koleksi perpustakaan. Dengan adanya sistem katalog yang terstruktur dan akurat, setiap bahan pustaka dapat diakses melalui pencarian berdasarkan judul, pengarang, subjek, atau kata kunci tertentu. Hal ini sangat membantu pengguna—baik siswa, mahasiswa, peneliti, maupun masyarakat umum—dalam menemukan informasi yang mereka butuhkan dengan cepat dan efisien, tanpa harus menelusuri rak demi rak secara manual.
2. Mendukung Pengelolaan Koleksi yang Rapi dan Teratur
Katalogisasi memastikan bahwa setiap koleksi tercatat dan dikelompokkan berdasarkan sistem klasifikasi yang konsisten, seperti Dewey Decimal Classification (DDC) atau Library of Congress Classification (LCC). Dengan sistem ini, koleksi perpustakaan dapat disusun secara logis, memudahkan pustakawan dalam penataan fisik koleksi maupun dalam pemeliharaan. Koleksi yang tertata baik juga mengurangi risiko kehilangan, duplikasi, atau kesalahan dalam pengelolaan.
3. Memfasilitasi Pembuatan Laporan Koleksi dan Statistik Penggunaan
Melalui sistem katalogisasi yang terkomputerisasi, perpustakaan dapat secara mudah menghasilkan laporan inventaris koleksi, statistik peminjaman, serta analisis tren penggunaan bahan pustaka. Informasi ini berguna tidak hanya untuk evaluasi internal, tetapi juga sebagai bahan laporan kepada pihak manajemen atau pemangku kepentingan, seperti dinas pendidikan atau lembaga pendanaan. Dengan data yang valid dan aktual, perencanaan pengembangan koleksi dapat dilakukan secara lebih terarah dan strategis.
4. Membuka Akses ke Koleksi Digital dan e-Resources
Di era digital, katalogisasi tidak hanya mencakup koleksi fisik seperti buku dan majalah, tetapi juga koleksi digital seperti e-book, jurnal daring, arsip digital, hingga video pembelajaran. Melalui sistem katalog berbasis daring (seperti OPAC atau Koha), pengguna dapat mengakses informasi atau bahkan mengunduh materi langsung dari rumah atau perangkat pribadi mereka. Hal ini memperluas jangkauan layanan perpustakaan dan memungkinkan pemanfaatan koleksi secara lebih inklusif.
5. Meningkatkan Profesionalisme Layanan Perpustakaan
Dengan sistem katalogisasi yang baik, pustakawan dapat memberikan layanan yang lebih profesional dan informatif. Pustakawan tidak hanya bertindak sebagai penjaga koleksi, tetapi juga sebagai fasilitator literasi informasi yang mampu membantu pengguna menelusuri sumber daya yang relevan dengan kebutuhan mereka. Selain itu, penerapan katalogisasi yang mengikuti standar internasional mencerminkan kualitas manajemen perpustakaan dan menunjukkan komitmen terhadap pengelolaan informasi yang akuntabel dan transparan.
Jika Anda seorang pengelola perpustakaan desa, sekolah, atau komunitas, memahami dan menerapkan proses katalogisasi secara tepat akan meningkatkan kualitas layanan dan pengalaman pengguna perpustakaan secara keseluruhan.