Kukayuh sepedaku melewati jalan berbatu, kerapkali terdengar suara berderit ketika ban sepeda beradu dengan permukaan jalan yang kasar dan berlubang. Sepeda kumbang tua milik ibu ini menjadi satu satunya alat transportasi yang ku gunakan kesekolah, meskipun tua dan tampak kuno, tapi kondisinya masih cukup layak bagiku. Udara pagi terasa begitu dingin menusuk tulang, kaki- kaki kecil kami terus mengayuh, sesekali candaan teman-teman memecah tawa dikeheningan pagi, mengusir lelah dan penat kami.
Jarak dari rumah ke sekolahku tidaklah dekat, aku harus menghabiskan waktu 1 setengah jam untuk sampai kesekolah, melewati 2 desa lainnya dan anak- anak sungai dengan jembatan seadanya. Ketika musim hujan tiba, akan sangat sulit bagiku dan teman-teman, kami harus menerjang genangan air atau bahkan banjir, dan harus rela ketika baju kami basah. Tak jarang jembatan pengubung di desa kami pun terputus akibat terjangan banjir di setiap musim penghujan datang, jika kondisinya demikian, rakitpun jadi pilihan bagi kami jika arus tidak begitu deras.
Sekolah kami merupakan satu-satunya sekolah menengah pertama yang ada di daerah ini, tepatnya di ibukota kecamatan. Karena ini merupakan sekolah satu-satunya, sehingga anak-anak dari berbagai desa diwilayah ini akan melanjutkan sekolah mereka selepas menamatkan dibangku sekolah dasar di desanya. Untuk bisa menyekolahkan anak-anak, ada orang tua yang harus rela berpisah dengan anak mereka diusia yang masih sangat dini, untuk tinggal bertuan di rumah orang, karena mengingat jarak dari desa kesekolah sangatlah jauh dan sangat sulit untuk di tempuh, tentu ini sebuah harga mahal yang harus dibayar para orang tua demi masa depan anak yang lebih baik.
Ulasan
Belum ada ulasan.