Penulis : Dimas Nurrahman Pratama
viii, 165 hlm, Uk: 14×20 cm
ISBN -031-6
Cetakan Januari 2019
Saat itu, aku berumur 10 tahun. Sejak kecil, kedua orang tuaku selalu pindah-pindah kerja. Hingga mereka akhirnya menetap di Surabaya. Wajahku berkulit coklat, pipi tidak terlalu berlemak, kacamata minus satu, tegap dan selalu mengenakan sepatu hitam yang butut. Tentu lebih sayang sepatu itu ketimbang membeli baru. Orang tuaku sering memaksaku untuk membeli sepatu, karena sudah jelek dan tidak layak dipakai lagi. Namun bagiku, itu adalah kenangan terakhir dari kakekku. Sayangnya, orang tuaku mana mengerti soal kenangan. Konon, keluarga dari ayahku hidup berkecukupan. Walau begitu, adik-adik ayahku sering menuntut sana-sini. Sehingga beliau tidak tahan dengan sikap mereka. Ibuku lebih tragis lagi. Beliau tidak diakui oleh keluarganya. Menurut kabar, ibuku menikah dengan ayahku karena menentang keinginannya. Pada mulanya, ibuku dijodohkan dengan pengusaha kaya. Demi menjaga martabat dan kehormatan keluarga. Akan tetapi, beliau tidak suka perjodohan ala siti nurbaya. Akhirnya, ibuku diusir dan tidak boleh tinggal di rumah keluarganya lagi.
Ulasan
Belum ada ulasan.