Bilik Pustaka

Q & A Tentang Perpustakaan Desa; Pendirian, Manajemen dan Pengembangan Perpustakaan Desa

Q & A Tentang Perpustakaan Desa; Pendirian, Manajemen dan Pengembangan Perpustakaan Desa

Agar tidak salah langkah dan strategi dalam mendirikan, mengelola dan mengembangkan Perpustakaan Desa, kami harapkan Bapak/Ibu Kepala Desa bersedia meluangkan waktu membaca pertanyaan-pertanyaan dan jawaban (Q & A) di bawah ini yang kami rangkum dari berbagai sumber; saat kami bersua dan berdialog langsung dengan masyarakat, perangkat desa, Kepala Desa maupun pejabat-pejabat pemangku kepentingan masyarakat yang berhubungan dengan Perpustakaan Desa. Semoga pertanyaan-pertanyaan di bawah ini mewakili unek-unek Bapak/Ibu terkait Perpustakaan Desa serta memberikan jawaban yang tepat atas pertanyaan tersebut. Amin. Selamat membaca!

Kehadiran perpustakaan di desa adalah bagian dari usaha untuk meningkatkan minat baca di masyarakat. Jika diibaratkan “rendahnya minat baca masyarakat” sebagai sebuah ”penyakit yang butuh perawatan dan pengobatan”, maka Perpustakaan Desa adalah “rumah sakit dan dokter” yang akan merawat dan mengobati penyakit tersebut. Dengan fasilitas memadai dan proses pengobatan yang baik dan benar, kemungkinan penyakit tersebut dapat terobati dan sembuh akan sangat besar. Tentu kita semua menginginkan budaya literasi tertanam di diri masyarakat desa kita. Oleh karena itu, kehadiran Perpustakaan Desa sangatlah penting demi menghadirkan fasilitas, media dan sarana untuk meningkatkan minat baca masyarakat.

Tak sedikit para pemangku kebijakan baik eksekutif maupun legislatif dari daerah sampai pusat menyerukan agar setiap desa memiliki perpustakaan. Selain karena telah tertuang dalam Undang-undang, keberadaan perpustakaan bagi masyarakat desa sangatlah penting. Namun demikian, beberapa Kepala Desa dan pemangku desa lainnya (rata-rata yang baru menjabat) masih meragukan apakah penggunaan Kas Desa (bersumber dari DD ataupun ADD) untuk Perpustakaan Desa itu legal? Kementerian Desa dan Daerah Tertinggal mencatat penggunaan Dana Desa untuk Perpustakaan Desa pada tahun 2015 sebesar 13,87 miliar (1.168 desa), Tahun 2016 sebesar 76,93 Miliar, Tahun 2017 sebesar 156,89 miliar, tahun 2018 sebesar 187,64 miliar, tahun 2019 sebesar 396,41 milar dan tahun 2020 sebesar 331,14 miliar. Tahun 2020 sedikit menurun dari tahun sebelumnya karena terdampak Covid 2019, dan menurut Dirjen Kementrian Desa, di tahun 2021 hinggal bulan Agustus 2021, meskipun Dana Desa banyak digunakan untuk penanggulangan Covid, penggunaan Dana Desa untuk Perpustakaan Desa mencapai sebesar Rp. 87 miliar (2.234 desa). Dari data tersebut, Bapak/Ibu sudah pasti dapat menyimpulkan bahwa Program Prepustakaan Desa sangatlah didukung oleh pemerintah karena merupakan Program Nasional untuk meningkatlan SDM masyarakat desa.

Sebagaimana data yang dimiliki oleh Kementerian Desa, Transmigrasi dan Daerah Tertinggal bahwa penggunaan Dana Desa untuk perpustakaan cukup masif dilakukan oleh pihak desa. Dalam membiayai perpustakaan, Bapak/Ibu dapat menggunakan Dana Desa (DD). Seperti yang sudah dilakukan, Ada desa yang telah menggunakan 20% dari total DD yang diterima untuk perpustakaan bahkan dalam dalam 1 tahun anggaran (10% untuk koleksi buku, dan 10% untuk sarana dan prasarananya). Ada juga yang dilakukan dalam 2 tahun berjalan, tahun pertama 10% untuk pembelian koleksi buku, tahun berikutnya baru sarana dan prasarana diadakan. Sebagian desa ada yang hanya menganggarkan 10% dari Dana Desa yang diterima oleh desa bahkan dibaginya dalam 3 tahun anggaran: tahun pertama 4%, tahun kedua 3% dan tahun berikutnya 3%. Artinya, semua disesuaikan dengan tingkat kebutuhan desa masing-masing. Misal rata-rata DD yang ditransfer dari pusat adalah 1 miliar, maka 3% dari DD tersebut adalah 30.000.000,- belum lagi desa pasti memiliki sumber pendapatan lain selain DD, yaitu ADD dan juga PAD (Pendapatan Asli Desa).

Kebutuhan tiap-tiap desa memang beragam, banyak desa yang kebingungan mengatur porsi anggaran untuk-tiap-tiap pos kegiatan. Untuk menyiasatinya, banyak desa yang melakukan penggabungan anggaran terhadap kegiatan yang memiliki kemiripan kegiatan maupun sasaran. Sebagai contoh, dana pendidikan, dana kepemudaan, dana pengembangan UMKM dan BUMDes atau sejenisnya dapat diarahkan untuk pengembangan perpustakaan yang diharapkan perpustakaan mampu men-support kegiatan pendidikan, kepemudaan dan pengembangan UMKM dan BUMDes. Dengan strategi demikian, maka secara tidak langsung dana perpustakaan akan tersedia.

Banyak desa yang memanfaatkan dana lebih melalui Anggaran Perubahan menjelang akhir tahun untuk dialihkan ke pengembangan perpustakaan. Dana lebih tersebut biasanya terjadi karena ada beberapa kegiatan yang awalnya dianggarkan namun tidak terealisasi tepat pada waktunya atau dianggap tidak perlu untuk dilaksanakan dengan berbagai pertimbangan.

Pengeluaran anggaran untuk pembiayaan perpustakaan tak harus setiap tahun dikeluarkan. Banyak perpustakaan yang sudah berdiri lebih dari 3 tahun dan akhirnya berkembang serta mampu membiayai kegiatannya secara mandiri. Perkembangan perpustakaan yang bagus akan pula dilirik oleh program-program dari luar yang dapat mendatangkan dana seperti dari Perpustakaan Nasional yang terus-terusan memberikan bantuan buku bagi Perpustakaan Desa yang dianggap memiliki pengaruh terhadap masyarakat, dari Perpustakaan Daerah dan dari pemerintah daerah kabupaten/kota atau provinsi yang tak jarang menganggarkan dalam APBD untuk pengembangan perpustakaan. Beberapa perusahaan swasta juga sering menyalurkan dana CSR-nya untuk membantu menghidupkan Perpustakaan Desa.

Kepala Perpustakaan Nasional Republik Indonesia (Perpusnas RI) selaku nahkoda nasional bagi seluruh perpustakaan di seluruh Indonesia telah mengeluarkan Peraturan Kepala Perpustakaan Nasional Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2017 Tentang Standar Nasional Perpustakaan Desa/Kelurahan. Peraturan tersebut dimaksudkan untuk dijadikan pedoman bagi desa untuk mendirikan dan mengelola Perpustakaan Desa dengan standar yang layak dan baik. Salah satunya di sana disebutkan bahwa jumlah minimal koleksi perpustakaan yang mesti dimiliki oleh perpustakaan berjumlah 1000 buku dengan penambahan koleksi setiap tahun disesuaikan dengan jumlah penduduk masing-masing desa. Lebih lengkap mengenai Standar Nasional Perpustakaan tersebut dapat dengan mudah diunduh di internet karena telah dipublikasikan secara umum.

Tak kenal maka tak sayang, begitulah ungkapan lamanya. Penolakan terhadap Perpustakaan Desa dari sebagian petinggi desa sering dikarenakan kesalahpahaman memaknai arti Perpustakaan Desa bagi masyarakat. Banyak dari mereka yang masih menganggap bahwa pembangunan adalah pembangunan fisik belaka semisal jembatan, jalan raya, gedung dan sejenisnya. Sehingga perlu diberi pemahaman lebih bahwa yang terpenting dalam sebuah pembangunan adalah pembangunan manusianya. Jika pembangunan manusianya berhasil, maka sudah dapat dipastikan bahwa pembangunan fisik akan membuntutinya. Sembari memberikan pemahaman kepada pihak-pihak yang menolak Perpustakaan Desa, Bapak/Ibu dapat memberikan contoh desa-desa yang telah berhasil menerapkan Program Perpustakaan Desa dan memberi dampak nyata bagi kesejahteraan masyarakat. Yakinkan kepada perangkat dan petinggi desa yang lain, jika desa yang lain mampu, desa Bapak/Ibu juga pasti mampu merealisasikannya. Sebagai sosok pemimpin, Bapak/Ibu pasti paham bahwa setiap kebijakan pasti ada pro dan kontra dan tidak bisa memuaskan semua pihak. Butuh keberanian untuk mengambil langkah dan keputusan demi sesuatu yang dianggap mampu mengangkat harkat dan martabat desa.

Dari ribuan Perpustakaan Desa yang ada di Indonesia, hanya sebagian saja yang sudah memiliki gedung secara mandiri. Lainnya banyak memanfaatkan ruang kosong di Kantor Desa untuk disulap menjadi perpustakaan. Ada pula yang menempati rumah warga yang berkenan dijadikan pusat kegiatan. Ada pula yang bergabung dengan kantor PKK atau kantor lain yang ada di desa. Perpustakaan juga dapat bergabung dengan lembaga pendidikan dan keagamaan seperti sekolah, masjid maupun gereja. Ada juga yang memanfaatkan Pos Kamling/Pos Ronda untuk dijadikan Pojok Baca. Yang terpenting adalah ada fasilitas buku-buku bacaan sebagai fasilitas utama perpustakaan dibarengi dengan program kegiatan inovatif yang dilakukan oleh perpustakaan tersebut.

Keberadaan gedung, koleksi dan ruangan baca yang layak dan baik menjadi daya tarik untuk membuat sebuah perpustakaan ramai dan menjadi pusat rujukan dan kegiatan literasi. Namun kreativitas pengelolaan dan berkegiatan di perpustakaan juga sangat menentukan ramai tidaknya perpustakaan tersebut. Jika perpustakaan Bapak/Ibu padat program kegiatan dan kaya inovasi dalam melayani kebutuhan masyarakat serta tak hanya berfungsi sebagai tempat baca buku belaka, maka meskipun tempatnya sederhana dengan fasilitas yang sederhana juga, Perpustakaan Desa di desa Bapak/Ibu akan terus ramai dan menjadi pusat berkegiatan warga.

Karena program Perpustakaan Desa demi kemaslahatan masyarakat, sudah sewajarnya jika Perpustakaan Desa dikelola sendiri oleh masyarakat desa. Jika memiliki dana lebih, dapat mengangkat perangkat desa baru khusus untuk mengelola perpustakaan. Jika tidak, maka dapat meminta salah satu masyarakat untuk menjaga perpustakaan sembari diberikan kesempatan untuk membuka lapak usaha kecil-kecilan sebagai sumber penghasilan harian seperti warung makanan dan minuman untuk pengunjung perpustakaan dan masyarakat sekitar. Tawaran pengelolaan perpustakaan tersebut sebisa mungkin tersampaikan kepada seluruh masyarakat desa, dari setidaknya 1000 penduduk, kita optimis setidaknya ada 1 orang yang berkenan. Tanggung jawab pengelolaan perpustakaan juga dapat dilimpahkan kepada pemuda Karang Taruna, remaja masjid atau gereja sebagai salah satu program kepemudaan.

Kepala Perpustakaan Nasional Republik Indonesia (Perpusnas RI) selaku nahkoda nasional bagi seluruh perpustakaan di seluruh Indonesia telah mengeluarkan Peraturan Kepala Perpustakaan Nasional Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2017 Tentang Standar Nasional Perpustakaan Desa/Kelurahan. Peraturan tersebut dimaksudkan untuk dijadikan pedoman bagi desa untuk mendirikan dan mengelola Perpustakaan Desa dengan standar yang layak dan baik. Salah satunya di sana disebutkan bahwa jumlah minimal koleksi perpustakaan yang mesti dimiliki oleh perpustakaan berjumlah 1000 buku dengan penambahan koleksi setiap tahun disesuaikan dengan jumlah penduduk masing-masing desa. Lebih lengkap mengenai Standar Nasional Perpustakaan tersebut dapat dengan mudah diunduh di internet karena telah dipublikasikan secara umum.


Luasnya teritorial desa juga menjadi salah satu tantangan bagi perpustakaan yang ada di desa untuk menjalankan misinya. Atas kondisi tersebut, banyak Perpustakaan Desa yang melakukan aksi inovatif demi menjangkau masyarakat. Seperti membuat pojok-pojok baca di setiap Pos Kamling/Pos Ronda, membuat Gerobak Baca, Sampan/Perahu Pustaka, Sepeda atau Motor Pustaka yang berfungsi sebagai Perpustakaan Keliling, serta menggelar lapak-lapak baca secara rutin atau pada moment-moment tertentu di pusat-pusat keramaian.

Di beberapa daerah, program “Perpustakaan Jangkau Keluarga” sudah tidak asing lagi diterapkan oleh perpustakaan level desa. Masyarakat tidak perlu lagi repot-repot untuk datang ke perpustakaan dikarenakan kesibukan yang padat. Melainkan petugas perpustakaan mendatangi rumah-rumah untuk mengirimkan buku-buku ke masing-masih rumah. Tidak harus setiap hari, program ini biasanya dijalankan 2 minggu sekali atau sebulan sekali. Setiap keluarga mendapatkan jatah 2 s.d. 5 buku untuk dibaca dalam kurun waktu tersebut, tergantung dari jumlah ketersediaan buku yang ada di perpustakaan. Dari sekian banyak perpustakaan yang telah menerapkan program ini, terobosan tersebut sangat efektif menjadi solusi keterbatasan waktu bagi masyarakat untuk mengakses perpustakaan secara langsung. Bagi perpustakaan yang sudah maju dan koneksi internet di daerahnya sudah menjangkau seluruh warga, perpustakaan mengembangkan diri dengan membuat Perpustakaan Digital yang dapat langsung diakses oleh warga melalui perangkat mobile/HP di rumah masing-masing tanpa halangan waktu dan juga tempat.

Saat ini sudah banyak perguruan tinggi yang membuka jurusan ilmu perpustakaan baik jenjang Diploma (D3) maupun Sarjana (S1). Animo besar pendidikan tinggi tersebut dikarenakan kebutuhan masyarakat akhir-akhir ini sangat besar terhadap perpustakaan. Diharapkan lulusannya nanti dapat mengelola perpustakaan secara profesional. Jika di desa Bapak/Ibu belum ada lulusan ilmu perpustakaan, bukan berarti perpustakaan tidak bisa dijalankan secara baik dan benar serta profesional. Pengelola yang Bapak/Ibu tunjuk dapat belajar secara otodidak melalui buku-buku praktis pengelolaan Perpustakaan Desa/Kelurahan, dapat bergabung dengan berbagai komunitas penggiat dan penggerak literasi secara daring maupun luring yang ada di daerah Bapak/Ibu. Perpustakaan Daerah yang memiliki wilayah kerja di Perpustakaan Desa/Kelurahan tentu tidak akan tinggal diam jika mengetahui di desa/kelurahan bapak ibu terdapat perpustakaan, beragam pelatihan peningkatan SDM pengelola perpustakaan pasti akan disiapkan untuk pengelola perpustakaan yang Bapak/Ibu miliki. Di Komunitas Penggerak Literasi Nusantara (Perpusdes.ID) yang kami gawangi pun telah menerbitkan 7 buku khusus untuk pengelola Perpustakaan Desa yang dapat dipelajari secara mudah demi meningkatkan performa Perpustakaan Desa Bapak/Ibu.

Bersyukur jika di desa Bapak/Ibu pernah mendapatkan bantuan buku dari pemerintah pusat maupun daerah. Jika buku-buku tersebut masih layak dan kondisi baik, dapat dijadikan modal dasar untuk mengisi koleksi buku perpustakaan. Terbengkalainya perpustakaan yang ada saat ini perlu dievaluasi sebab musababnya. Setiap masalah pasti ada solusi. Dengan mengetahui penyebab utamanya tentu tidak akan sulit untuk menemukan solusinya. Jika masalahnya buku-buku yang ada adalah buku-buku yang kurang diminati oleh masyarakat, maka perlu dihadirkan buku-buku yang benar-benar sesuai kebutuhan masyarakatnya.

Jika ke depan perpustakaan yang ada di desa Bapak/Ibu padat karya, dana operasional untuk perpustakaan akan banyak datang dari berbagai sumber. Banyak sekali Perpustakaan Desa setelah berumur tiga tahun tidak lagi tergantung pada dana kas desa untuk menutupi kebutuhan operasional dan kegiatan. Ada yang telah berhasil memiliki sumber pendapatan sendiri melalui produk karya masyarakat, ada yang dari sumbangan swadaya masyarakat karena dianggap perpustakaan mampu memberi dampak positif bagi masyarakat. Ada juga yang berasal dari CSR perusahaan yang memiliki kewajiban untuk menyerahkan dana tersebut kepada masyarakat. Dari pemerintah daerah maupun pusat yang setiap tahun selalu menganggarkan dana untuk perpustakaan, termasuk juga dari hadiah atau uang pembinaan karena perpustakaan tersebut memiliki prestasi yang membanggakan.

Setiap benda pasti memiliki masanya, tak ubahnya dengan buku-buku, rak dan juga bangunan, pasti akan mengalami kerusakan juga. Namun dengan mengoleksi buku-buku dengan kualitas cetak yang bagus serta pembuatan rak dan perlengkapan lainnya dengan bahan yang tidak ala kadarnya, akan memperpanjang usia barang-barang yang kita miliki. Penjagaan yang baik dan benar tentu juga sangat mempengaruhi keawetan perpustakaan yang kita miliki.

Salah satu tujuan dari hadirnya perpustakaan di desa adalah memenuhi kebutuhan literasi masyarakat yang beragam. Jenis buku yang dipilih bisa disesuaikan dengan profesi keseharian masyarakat; jika rata-rata penduduk adalah bertani dan berladang, maka perpustakaan perlu menghadirkan buku-buku terbaik tentang pertanian dan perkebunan, jika rata-rata penduduk berprofesi sebagai pedagang, maka buku-buku tentang ekonomi, bisnis dan pengembangan UMKM perlu menjadi koleksi wajib perpustakaan. Pemilihan buku juga dapat didasarkan atas calon pembaca mayoritas yang akan menjadi sasaran perpustakaan. Jika nantinya perpustakaan akan berfungsi juga sebagai taman bermain anak-anak, makan perlu banyak koleksi buku anak-anak. Jika untuk pusat kegiatan remaja seperti Karang Taruna, remaja masjid ataupun gereja, maka perlu buku-buku yang cenderung diminati oleh usai remaja seperti fiksi dan karya sastra, motivasi dan pengembangan diri, pengetahuan umum dan sebagainya. Jika Bapak/Ibu cenderung ingin menjadikan perpustakaan sebagai tempat pengembangan ibu-ibu rumah tangga dan kegiatan PKK, maka buku-buku yang sangat digemari ibu-ibu semisal kuliner, keterampilan, kesehatan dan sejenisnya perlu ada dalam rak buku perpustakaan. Apabila ke depan perpustakaan akan didedikasikan menjadi perpustakaan umum yang bisa memenuhi kebutuhan seluruh lapisan masyarakat, maka semua jenis buku yang layak dibaca oleh masyarakat perlu dikoleksi, seperti jenis-jenis buku berikut:

• Manajemen dan Tata Kelola Desa dan Kelurahan
• Manajemen, Tata Kelola dan Pengembangan Perpustakaan Desa
• Mitigasi dan Penanggulangan Bencana
• Pengetahuan Agama Islam
• Pengetahuan Agama Katolik
• Pengetahuan Agama Kristen
• Pendidikan antikorupsi dan Antinarkoba
• Pendidikan Pancasila dan Wawasan Kebangsaan
• Budidaya, Teknologi dan Pengelolaan Hasil Pertanian dan Perkebunan
• Budidaya, Teknologi dan Pengelolaan Hasil Perikanan
• Budidaya, Teknologi dan Pengelolaan Hasil Peternakan
• Pengelolaan dan Pengembangan Pariwisata Pedesaan
• BUMDes dan Koperasi
• Ekonomi, Bisnis dan Kewirausahaan
• Komputer dan Teknologi Informasi
• Cerita, Dongeng dan Kisah Teladan
• Pengetahuan Umum untuk Anak
• Aktifitas dan Keterampilan Anak
• Pendidikan Anak Usia Dini
• Keteranpilan dan Kerajinan Tangan
• Fiksi dan Karya Sastra
• Self Improvement (Pengembangan Diri)
• Esai, Filsafat dan Pemikiran
• Parenting dan Pendidikan Keluarga
• Kesehatan Masyarakat
• Stunting dan Gizi
• Pengenalan Bahasa Indonesia dan Bahasa Asing
• Sejarah, Biografi dan Kebudayaan
• Pengetahuan Umum
• Kamus
• Ensiklopedia


Jika Perpustakaan Desa memiliki koleksi sesuai kebutuhan masyarakat, maka tak perlu khawatir nantinya sepi peminat. Terlebih jika koleksi buku-bukunya cenderung baru dan masih sesuai dengan perkembangan zaman, bukan buku-buku lama yang sudah tidak relevan dengan perubahan teknologi saat ini.

Kita selalu berdoa agar selalu dijauhkan dari bala dan bencana termasuk bencana banjir. Ikhtiar pun juga kita lakukan dengan cara mengelola sampah dengan baik dan mengelola saluran irigasi dengan benar. Namun jika letak geografis desa Bapak/Ibu rentan terhadap bencana banjir, maka setidaknya kita sudah mengetahui di mana kita akan memposisikan Perpustakaan Desa dan menempatkan buku-buku yang dimiliki agar terhindar dari air bah. Kita tempatkan di salah satu bangunan bertingkat misalnya, dengan posisi rak buku tidak menyentuh lantai (rak gantung). Dengan Izin Tuhan YME, Perpustakaan Desa kita akan terhindar dari dampak bencana banjir.

Tak semua daerah memiliki toko buku yang menyediakan buku-buku bacaan lengkap. Bahkan di ibu kota provinsi sekalipun, banyak yang tidak memiliki toko buku lengkap. Jika tulisan ini telah sampai di tangan Bapak/Ibu, masalah bagaimana cara belanja buku tersebut tak perlu lagi Bapak/Ibu khawatirkan. Kami siap menyuplai kebutuhan bacaan di Perpustakaan Desa Bapak/Ibu hingga ke pelosok-pelosok terdalam nusantara. Kami memiliki lebih dari 15.000 judul yang dapat dipilih sesuai dengan kebutuhan. Dengan izin Tuhan YME, tim kami akan dapat menjangkau Perpustakaan Desa Bapak/Ibu yang berada di pedalaman maupun kepulauan.

Keberadaan Perpustakaan Desa adalah bagian dari ikhtiar/usaha untuk meningkatkan kualitas SDM masyarakat desa dan seiring meningkatnya kualitas SDM masyarakat, maka kualitas kesejahteraan masyarakat juga akan terangkat. Perpustakaan Desa berbasis Inklusi sosial dengan slogan “perpustakaan untuk kesejahteraan” adalah program yang dirancang secara nasional demi tujuan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat desa melalui perpustakaan. Tak hanya bagi masyarakat umum, keberadaan koleksi buku-buku tentang pengelolaan potensi desa juga bisa dijadikan kajian bersama bagi perangkat desa demi menggali dan mengembangkan potensi desa yang selama ini kurang maksimal dikembangkan. Dengan demikian maka dapat menjadi sumber pendapatan bagi desa secara mandiri. Tak sedikit desa yang awalnya hanya menggantungkan dana dari pemerintah pusat saja, namun karena kepiawaian dari penduduk dan perangkat desa dalam mengelola sumber daya yang ada di desa, maka desa tersebut menjadi desa mandiri dan berprestasi. Jika nantinya desa Bapak/Ibu dianggap memiliki prestasi yang cukup membanggakan, Alokasi Dana Kinerja dari pemerintah pusat pun akan mengucur ke kas desa Bapak/Ibu.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *