sunyi yang masih merah
berkerumun di lengkung bulan
dalam benak yang sajak
kata-kata ditiriskan dari cuaca
sebelum disepuh bermacam warna
dan pendar cahaya sebuah sabda
membalut luka, membasuh duka
rakaat yang terlunta sepanjang hayat
lalu muncullah larik sajak itu:
“sunyi menemukan tempat istirahatnya
:disana”
begitulah para penyair menyajakkan
nasibnya yang hitam, menarik diri
dari pedih monokromatik: ketika tak
menulis tentang bencana dan tragedy
diolok-olok penyair salon, ketika tak
menulis lagi karena belum temukan
pengucapan baru ditertawakan kamus
dan ketika membacakan puisi di istana
digelari penyair…
aku termangu menonton hologram itu, merasa
tak bisa ambil bagian dari keagungan sajak:
buah api diperam-matangkan semak kata-kata
dan tak bisa dikupas oleh tuhan yang sedih
Ulasan
Belum ada ulasan.