Bilik Pustaka

Literasi Tapak Jalak

Oleh : Dimas Indianto S.
(Ketua Instruktur Literasi Jawa Tengah)

You can do it all yourself. Don’t be afraid to rely on others to help
your accomplish your goals

(Oprah Winfrey)

Angka literat di Indonesia memang cukup memprihatinkan dibanding dengan negara lain. Kenyataan ini, meski pahit, mau tidak mau harus kita akui. Reading habbit di masyarakat Indonesia masih relatif rendah. Hal ini dibuktikan dengan, salah satunya, angka kunjungan masyarakat ke perpustakaan atau TBM (Taman Baca Masyarakat), baik yang milik pemeritah maupun milik swasta, dari tingkat kabupaten hingga desa, bahkan ke institusi-institusi pendidikan.

Bahkan, di beberapa sekolah, perpustakaan hanya sebagai fasilitas pelengkap dalam rangka menuju akreditasi sekolah. Sebuah kenyataan yang sudah menjadi rahasia umum. Entah bagaimana pola pikir masyarakat kita yang masih berjarak dengan dunia literasi. Bahkan tidak kurang-kurang dana yang digelontorkan oleh pemerintah dalam rangka memajukan angka literat masyarakat.

Pun dengan keberadaan perpustakaan dan TBM yang tersebar di berbagai daerah. Mereka menemukan banyak kendala dalam mempertahankan napas literasi masyarakat. Beberapa di antaranya lantaran tidak mampu bertahan dengan tantangan modernitas. Padahal, meminjam istilah Anthony Gidden, konsekuensi-konsekuensi modernitas sudah nyata adanya di kehidupan sehari-hari. Dalam konteks keseharian, digitalisasi yang menjadi representasi kemajuan teknologi lebih dominan menyita perhatian dan waktu masyarakat. Untuk itulah, dalam konteks napas panjang literasi, perpustakaan atau TBM semestinya membuka diri terhadap hal-hal itu.

Literasi Baru

Era sekarang, literasi telah berpindah dari literasi lama ke literasi baru. Literasi lama yakni sekadar membaca, menulis, dan menghitung. Sedangkan literasi baru adalah literasi data, literasi teknologi, dan literasi manusia. Maka, kita sudah semestinya hijrah pada konsep literasi baru itu. Perpustakaan atau TBM yang ingin bertahan dalam arus globalisasi harus bisa menerapkan literasi data, yakni pola pencarian dan pengumpulan data melalui akses internet. Revolusi industri 4.0. menjadikan IoT (Internet of Things) sebagai kemudahan untuk menemukan data di internet. Maka sudah saatnya perpustakaan atau TBM menggunakannya dalam kebutuhan mencari bahan bacaan, seperti halnya ebook, e magazine, e journal, dan lain-lain.

Kemudian literasi teknologi, yang kian menjadi tuntuan bagi para penggerak literasi baik perpustakaan maupun TBM. Jika pegiat literasi tidak terbuka pada kecanggihan-kecanggihan teknologi, maka kehidupan literasi akan jalan di tempat. Terakhir, literasi manusia, yakni kemampuan perpustakaan atau TBM mampu membentuk mental manusia yang memiliki keterbukaan, sehingga bisa memanfaatkan literasi data dengan menggunakan literasi teknologi. Keseimbangan ketiganya menjadi sebuah keniscayaan.

Literasi Tapak Jalak

Salah satu konsep pengembangan literasi baru adalah kolaborasi. Dalam pada ini, perpustakaan atau TBM semestinya harus mampu menjalin kerjasama dengan lembaga atau komunitas lain. Sehingga dunia literasi tidak akan stagnan. Hal ini yang dimaksud oleh Oprah Winfrey, seorang selebritis dan pengusaha Amerika Serikat, bahwa berjejaring dan menjalin kerjasama dengan orang lain itu penting dan harus. Sebab melalui itu, perpustakaan atau TBM akan menemuan kebaruan-kebaruan.

Dalam pada ini, saya mengistilahkannya dengan tapak jalak, sebuah motif di cincin yang wujudnya seperti garis silang. Artinya, ada empat penjuru yang harus dihubungkan. Perpustakaan atau TBM harus mengidentifikasi segala sesuatu yang bisa diajak kerjasama dalam pengembangan literasi, baik SDM, maupun sumber daya yang lainnya. Jika hal ini sudah bisa diterapkan, saya yakin literasi kita akan semakin progresif.

Halaman Indonesia, 2020.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *