Pejuang Literasi

Bangun Generasi Lewat Melek Literasi

Masih terpikir di benak Nur, tentang apa yang membawanya kembali ke tempat itu. Tempat, yang dirasa jauh dari hiruk-pikuk suasana perkotaan, sisi jalannya dihiasi dengan deretan pepohonan yang berhasil memberi tanda, bahwa Nur harus datang ke tempat itu lagi, Karya Mulya, Taman Baca Masyarakat (TBM) yang dibangun oleh seorang Ibu Rumah Tangga (IRT) bernama Yuli Harsiah. Semenjak sebulan yang lalu. Nur hanya berinisiasi menemani sahabatnya, Ayu.

Dengan sedikit keterpaksaan, Nur harus membantu Ayu untuk mencari objek penelitian berupa perpustakaan atau taman baca, dan akhirnya berujung dan menuntun Nur menuju Taman Baca Karya Mulya. Lokasi taman baca itu pun bisa dikatakan jauh dari perkotaan, karena ditempuh dengan jarak berkilo-kilo meter dari Rumah Nur. Tak disangka, observasi itu berbuah manis, membuat Nur terpanggil untuk hadir, membangun reputasi kedatangannya. Walau pada awalnya hanya ingin mengetahui, namun dari sana Nur menemukan sebuah kehangatan yang tergambar, dari suatu perjuangan sederhana yang syarat akan makna.

“Tante Yuli, Kakak-kakak sudah datang. Jadi kami berhenti menggambar, ya, Tante?” ujar salah satu anak yang belajar di tempat itu.

Dengan akrabnya wanita pendiri rumah baca Karya Mulya itu disapa oleh anak-anak, Yuli. Dari panggilan tersebut seolah-olah selalu ada kedekatan yang terjalin. Lalu, Nur mencoba masuk memberi salam dan senyuman manis bagi para anak-anak yang menyambut kedatangannya. Tapi, di sisi lain Yuli masih belum beranjak dari mesin jahitnya, yang berada cukup menjorok ke dalam rumahnya. Namun ketika menyadari kedatangan Nur dan kali ini tidak lagi bersama dengan Ayu, melainkan Bunga sebagai adik tingkat di organisasinya. Mereka datang bukan hanya sekadar melakukan observasi atau penelitian belaka, melainkan memberikan pengajaran untuk masyarakat, khususnya anak-anak yang berada di lingkungan Karya Mulya.

Yuli langsung bergegas bangkit dan meninggalkan pekerjaannya sejenak. Wanita yang berusia 35 tahun itu, adalah sosok yang menghadirkan rasa nyaman kepada setiap mereka yang datang. Selalu memberi senyum bagi siapapun yang berkunjung. Mulai dari anak-anak, remaja, bahkan seperti Nur yang masuk ke dalam kategori dewasa muda.

Sabtu sore adalah waktu yang menggiring Nur bersama Bunga datang ke Karya Mulya, walau mendung jelas terlihat. Namun hal itu tak memudarkan semangat mereka untuk datang dan mengajar.
“Oh, iya, anak-anak! Kita sudahi dulu, ya, menggambarnya. Nanti dilanjutkan setelah kakak-kakaknya mengajar, ya.

Kakaknya bilang mau mengajarkan matematika, loh!” Ujar Yuli pada anak-anak yang penasaran dengan pelajaran selanjutnya.

Saat itu juga semua anak menutup buku gambarnya dan bergegas untuk belajar matematika. Dari sana antusias terlihat, karena tergambar dari raut wajah mereka bahwa anak-anak tak pandai membohongi perasaan. Yuli pun mempersilahkan Nur dan Bunga memulai proses belajar mengajar dengan senyum ramah milikya.

Jika dilihat kilas balik dari Karya Mulya, saat ditelusuri pertama kali oleh Nur, sejak sebulan yang lalu, tepatnya di awal Bulan November 2020, dengan bermodal aplikasi Google Maps, tertera bahwa tempat itu ditutup. Namun, karena sebuah desakan dan tanggungjawab, Nur pun memutuskan untuk menuju ke Karya Mulya untuk memastikan bahwa wujud dan bentuk konkret Taman Baca itu benar adanya. Dan ternyata tempat itu dibuka setiap hari bagi siapapun. Sebulan yang lalu jugalah, Yuli menyampaikan bahwa TBM Mulya Karya membutuhkan relawan untuk mengajar, hingga hal itulah yang menjadi alasan Nur datang kembali, dan mau menjadi bagian dari Karya Mulya untuk mengajarkan mereka tentang sesuatu yang bermanfaat dan berarti.

Proses mengajar itu bukanlah hal yang semata-mata untuk ajang pamer diri bagi Nur. Melainkan karena terbesit dari jawaban Yuli yang pada saat itu Nur temui pertama kali di TBM Mulya Karya. Yuli beranggapan bahwa TBM Mulya Karya dirintis dengan penuh niat, beribu usaha yang diupayakan, demi memberikan sebuah perubahan, khususnya di lingkungan sekitar, yang hingga saat ini masih dipandang sebagai tempat terpencil dan sulit dijangkau. Meskipun orang terdekat tak mendukung.

Walau mengingat daerah TBM Mulya Karya berada di ujung Kota Palembang, yang memiliki jalan pintasan untuk ke sana, dan mungkin terdengar cukup rawan bagi pendatang atau masyarakat awam. Tapi, alasan itu tertanam kuat dalam nurani Nur hingga tak sedikitpun langkahnya terberatkan, dan jejak kebaikan itu selalu terasa ringan. Kurang lebih selama satu jam pembelajaran dimulai, dan usai di pukul 5 sore. Selama itu pula semangat yang dibangun oleh Yuli terpancar, karena melihat juga membersamai Nur dan Bunga belajar di tengah anak-anak yang belajar, walau di tengah pandemi, protokol kesehatan itu tetap harus dijaga.

Lekas pulang semua murid dari tempat yang kurang lebih memiliki luas 100m2 itu, sore itu pula anak-anak banyak yang datang membuat pembelajaran itu terasa singkat namun menyenangkan. Yuli pun seketika menyusun meja belajar dan buku-buku yang dibaca oleh anak-anak, untuk diletakkan kembali ke rak buku sebelumnya. Karya Mulya sedang berada di tahapan renovasi, agar membuat siapapun yang datang, jadi lebih nyaman dan betah berada di sana, termasuk anak-anak dan Nur.

Obrolan singkat pun digarap oleh Nur, Bunga, dan Yuli. Terlihat keikhlasan dari kebaikan yang Yuli berikan atas ilmu, pengetahuan, dan ketertarikannya di bidang literasi dan pendidikan. Taman baca yang dibangunnya sendiri itu masih konsisten hadir dan terus berkembang di mata masyarakat. Yuli pun berkata bahwa bagaimanapun keadaan dan situasi yang terjadi, hidup haruslah adaptif terhadap suatu perubahan, relasi harus selalu dibangun, berikanlah manfaat walau sedikit, maka pasti ke depannya akan terus berdampak besar. Bukan sekarang tapi nanti.

“Karya Mulya terbentuk karena sebuah hobi. Saya suka melihat rumah ini ramai walau hanya sekadar melihat dan berkunjung. Mengingat Saya juga merupakan anak tunggal dan IRT, otomatis hal tersebut tidak membuat saya jenuh di sela-sela mengurus anak dan taman baca ini. Selain itu juga tahun 2016, Karya Mulya dibangun dengan sembilan buku. Dan di tahun 2020 alhamdulillah telah memiliki lebih dari seribu buku. Kuncinya satu, yaitu fokus dan terus memberi inovasi. Selalu ada jalan untuk mencerdaskan generasi, yang utama itu melek literasi. Ubahlah dari lingkungan terdekat kita terlebih dahulu,” ucap IRT yang telah memiliki tiga anak itu, kepada Nur dan Bunga yang sedang menikmati minuman yang disediakan Yuli kepada mereka.

Nur dan Bunga tertegun, terkagum bahwa masih ada manusia, khususnya perempuan, yang berprofesi sebagai IRT untuk bisa terjun langsung dalam membangun empati, lewat jalur pendidikan dan literasi, tanpa bayaran dan tanpa dukungan dari orang sekitar sepenuhnya.

“Yang mendukung ada. Hanya saja mereka selalu mempertanyakan apa yang saya dapatkan di sini. Lewat pertanyaan tersebut, saya merasa dipandang sebelah mata. Dan tepat di tahun 2017, Saya memberanikan diri untuk ambil bagian menjadi Ketua Generasi Literat di Kota Palembang, mencoba berkolaborasi, membangun relasi baik antar relawan, dinas terkait, atau sesama pegiat literasi, mencoba bertukar pendapat dan pemikiran. Serta terus berupaya mengembangkan dan memanfaatkan sosial media,” balas Yuli, saat pertanyaan sontak yang terlempar oleh Nur dan Bunga dari rasa kagum, ingin tahu, dan penasaran yang kembali mendatangi mereka.

Dari segi fasilitas yang dihadirkan taman baca ini, memang belumlah sempurna. Namun perkembangannya cenderung signifikan seiring dengan berjalannya waktu. Semakin banyak orang yang mengenali, mengambil peran dan bagian. Seperti Nur dan Bunga contohnya. Karya Mulya setiap harinya pun dibuka demi menerima kunjungan, bahkan bukan hanya di daerah sekitar namun masyarakat jauh sekalipun.

“Bu, kalo boleh tahu rencana ke depan setelah pandemi ini berakhir apa, ya, Bu?” Tanya Nur pada Yuli.

“Yang pasti harus tetap konsisten memberikan pembelajaran, berkolaborasi untuk melakukan sosialisasi pada anak-anak dan ibu-ibu yang berada di dekat sini. Rencana saya itu berkolaborasi dengan Kementrian Komunikasi dan Informasi (KOMINFO) dalam melakukan sosialisasi, terkait penggunaan gawai bagi anak-anak secara bijaksana, bergotong-royong, dan menjangkau ke area pelosok di sekitaran daerah Mata Merah, dengan menggunakan sepeda keliling sebagai bentuk melek literasi. Atau biasa dikenal orang sebagai ‘literasi jalanan’,” balas Yuli dengan nanar mata yang terlihat tulus, dan senyum ramah yang ditunjukkan melalui kerutan di ujung matanya. Giginya yang rapi, menggambarkan rasa nyaman yang terus hadirkan.

Baginya pun, meski mengurus anak-anak, tapi Yuli yakin akan berhasil seiring dijalani dengan ikhlas, dan mengikuti alur yang sudah terlukis. Ia percaya bahwa,titik temu itu akan ditemukan dalam membagi waktu mengurus keluarga maupun mengelola TBM Karya Mulya. Hal itu tentunya menjadi landasan, bahwa apa yang Yuli upayakan tidak terlepas dari kendala dan tantangan.

“Masalah itu pasti. Ujian itu juga ada. Tapi yang harus kita tahu bahwa ujian itu hanya untuk mereka yang ingin naik kelas. Insyaallah dari ujian tersebutlah bisa membuat saya melewati permasalahan dan bisa naik ke kelas yang lebih tinggi. Aammiinn,” ujar Yuli dengan nada suara yang lembut namun tetap tegas terdengar di telinga Nur dan Bunga, diiringi tawa kecil pemecah suasana.

Adzan maghrib pun telah berkumandang, bincang itupun terasa singkat namun penuh arti. Hal itu menjadi tanda, bahwa obrolan kami harus dihentikan sementara waktu. Dan akan dilanjutkan di lain waktu. Dari Karya Mulya selalu ada kehangatan, ketulusan, dan keikhlasan. Dari Yuli, Nur belajar bahwa hidup ini sementara. Kemuliaan adalah tanggungjawab, dan tentu manusia hadir ke dunia ini, bukan semata-mata hanya sebatas terlahir. Namun, harus menunaikan tugas, yakni bermanfaat bagi manusia lain.

Biografi Tokoh Literasi

Yuli Harsiah, Ibu Rumah Tangga yang memiliki 3 orang anak ini merupakan pendiri dari Taman Baca Masyarakat Karya Mulya, yang beralamat di Jalan Takwa Mata Merah Perumahan Kusuma Permai 1, Blok H2, Rt 12. Rw 12, Palembang 30161. Pendidikan terakhir yang diemban Yuli adalah SMA. Sejak tahun 2016 langkahnya dimulai demi mengedukasi lingkungan sekitar dan masyarakat di lingkungan Mata Merah, daerah terpencil di ujung Kota Palembang. Dan di tahun 2017 wanita berusia 35 tahun ini mengemban amanah sebagai Ketua Generasi Literat Kota Palembang dan Anggota PKK. Dengan keberaniannya hingga saat ini TBM Karya Mulya mulai berkembang, mengelola, dan menjalin relasi antar relawan. Yang kemudian dikenal bukan hanya di lingkungan Mata Merah, namun juga Kota Palembang.

Tokoh dapat dihubungi melalui kontak HP. 081278228400, FB: TBM Karya Mulya, dan IG: TBM Karya Mulya.

Biografi Penulis

Nur Khotimah, dara kelahiran Palembang 10 Mei 1999 ini, sudah menyukai bidang kesusastraan maupun kepenulisan sejak di tingkat Sekolah Menengah Pertama. Pernah menjadi Redaktur berita dan staf TV di Lembaga Pers Mahasiswa Ukhuwah (LPM Ukhuwah), Kepala Divisi Pendidikan Generasi Baru Indonesia UIN RF (GENBI UIN RF), pernah menjadi bagian dari wartawan media online Sumselnian.com. Beragam prestasi dalam kesusastraan telah banyak diraih, antara lain; Juara 1 Lomba Kreatifitas Puisi Anti Narkoba dari Badan Narkotika Nasional, Juara 1 Baca Puisi “Haul Chairil Anwar” se-Kota Palembang, Juara 2 Baca Puisi Mahasiswa Tingkat Sumatera Selatan 2017-2019, Juara Vidio Jurnalistik tentang Ekonomi Tingkat Umum, dan Juara 2 Lomba Baca Berita Bahasa Indonesia bersama TVRI Sumsel tingkat Umum se-Sumatera Selatan, Naskah Terpilih dalam Menulis Cerita Inspiratif Kenangan Indah Di Masjid se-Sumatera Selatan tahun 2020, Juara 3 Lomba Menulis Artikel tingkat Nasional di Universtitas Multimedia Nusantara (UMN) 2020, Kontributor Gagasan Pemuda untuk Jakarta di Bidang Pendidikan oleh FIM Jakarta 2020, Kolaborator Narasi TV di Narasi Creative Ecosystem.
Penulis dapat dihubungi melalui kontak HP. 088747109082, IG: @glxy_literasi, dan FB: Nurkhotimah.

Related Posts

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *