Bilik Pustaka

Kontribusi Mahasiswa sebagai Agent of Change dalam Meningkatkan Literasi di Pedesaan

Literasi adalah suatu kegiatan membaca, memahami, menganalisis, dan mentransferkan hasil bacaan. Buku sebagai jendela dunia tentunya perlu dibaca guna menambah pengetahuan dan pemahaman. Oleh sebab itu ajakan berliterasi terus diserukan. Namun di Indonesia sendiri tingkat literasi masih sangat rendah, Indonesia menempati peringkat ke-60 dengan besaran 37,32% dari 61 negara dengan tingkat literasi yang rendah. Kondisi ini tentunya sangatlah mengkhawatirkan, penyebab dari permasalahan ini disinyalir karena kurang meratanya akses untuk mendapatkan bahan literasi terutama di wilayah pedesaan (kompas.com). Padahal seperti yang diketahui, bahwa dengan membaca akan menambah pegetahuan. Pengetahuan tersebut dapat menjadi modal bagi masyarakat dalam berkontribusi untuk memajukan Indonesia. Kesenjangan antara desa dan kota dalam hal kesempatan menjangkau bahan bacaan sangatlah besar. Hal ini menuntut pemerintah serta elemen lainnya guna memecahkan permasalahan tersebut secepat mungkin.

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia (Kemendikbud) telah mencanangkan program Gerakan Literasi Nasional berupa penyelenggaraan Kampung Literasi yang bertujuan untuk mewujudkan masyarakat yang memiliki pengetahuan serta pemahaman yang luas. Pengayaan Kampung Literasi tentunya memiliki panduan pelaksaan agar terselenggara dengan baik, selain itu juga penyelenggaraan program ini memerlukan kontribusi yang besar dari banyak pihak (kemendikbud.go.id). Mahasiswa sebagai bagian dari Perguruan Tinggi berkewajiban untuk mewujudkan hal tersebut dengan ide-ide cemerlang yang dimilikinya dari hasil pembelajaran di kelas. Membangun literasi masyarakat pedesaan sudah menjadi tanggung jawab Perguruan Tinggi sesuai dengan Tri Dharma Perguruan Tinggi, salah satunya yaitu Dharma Pengabdian Masyarakat.

Seruan gerakan literasi menjadi salah satu cara yang dapat dilakukan dalam memecahkan permasalahan tersebut. Sebetulnya gerakan literasi di Indonesia sudah dimulai pada zaman kolonial Belanda pada tingkat sekolah. Pada saat itu, siswa AMS (sekolah Belanda) diwajibkan membaca 25 buku sebelum lulus. Tak heran bila tokoh-tokoh pergerakan kemerdekaan yang pernah merasakan penindasan yang dilakukan oleh Belanda tumbuh menjadi sosok intelektual (Suragangga, 2017). Namun pada tahun 2018, pemerintah pusat melalui BAPPENAS, Perpustakaan Nasional serta Kementerian Desa dan Pengembangan Desa Tertinggal mengeluarkan kebijakan program prioritas nasional untuk pengentasan kemiskinan, salah satunya melalui program penguatan literasi untuk kesejahteraan. Untuk mengimplementasikan program ini memerlukan keterlibatan pihak-pihak lain dalam pemberdayaan masyarakat (Rohman dkk, 2018).

Mahasiswa menjadi suatu harapan besar dalam mengimplementasikan program ini. Sebagai Agent of Change, mahasiswa tentunya dituntut untuk melakukan perubahan bagi lingkungan sekitarnya. Bukan hanya menjadi penggagas perubahan melainkan menjadi pelaku dari perubahan tersebut.

Pendidikan literasi secara tradisional berkaitan dengan pengembangan keterampilan dalam membaca dan menulis yang memungkinkan partisipasi setiap usia masyarakat. Dalam upaya membangun dan memperkuat literasi masyarakat desa, program pengabdian masyarakat dari perguruan tinggi menjadi bukti nyata kontribusi mahasiswa (Ruslan, 2017). Melalui pengabdian masyarakat ini, mahasiswa dapat menunjukan eksistensinya melalui pembangunan taman baca yang bertempat di Balai Desa ataupun di tempat strategis lainnya, di mana taman baca ini dapat diakses oleh siapa saja serta dapat menjadi pusat informasi dan hiburan edukatif. Kondisi pedesaan yang tidak padat penduduk, mengakibatkan luasnya lahan-lahan kosong yang dapat dimanfaatkan untuk membangun taman baca.

Keberadaan perpustakaan saat ini sudah tidak dihiraukan oleh sebagian besar masyarakat, begitupun di wilayah pedesaan. Banyak sekali perpustakaan yang sepi pengunjung disebabkan banyaknya persepsi yang tumbuh di masyarakat bahwa pengetahuan bisa didapat di mana saja tanpa harus membaca sebuah buku. Berdasarkan sensus Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2006 menunjukan bahwa 85,9% masyarakat lebih memilih menonton televisi daripada mendengarkan radio sebanyak 40,3% serta membaca koran sebanyak 23,5%. Masyarakat Indonesia belum terbiasa melakukan sesuatu berdasarkan pemahaman membaca (Suragangga, 2017).

Berkaca pada permasalahan tersebut, mahasiswa dapat membangun taman baca semenarik mungkin sehingga ketertarikan masyarakat untuk datang ke perpustakaan semakin besar, tetapi harus menyesuaikan juga dengan keadaan di masing-masing desa. Tidak hanya membangun taman baca di sebuah desa, mahasiswa dapat membuat suatu gerakan guna mengajak masyarakat untuk mulai menerapkan budaya literasi melalui sosialisasi ataupun kampanye dengan gambar serta poster-poster menarik.

Mahasiswa juga perlu mengadakan penyuluhan kepada masyarakat dengan menghadirkan pejabat daerah dan para Pustakawan sekaligus memberikan wawasan pengetahuan tentang literasi keluarga dan literasi masyarakat serta contoh praktis berbagai program lietarasi melalui pelibatan masyarakat di perpustakaan desa (Rohman dkk, 2018). Contohnya seperti pembelajaran mengenai kegiatan pemanfaatan limbah sayur, di mana masyarakat dapat menggali informasi terlebih dahulu dari bahan bacaan yang tersedia di perpustakaan atau informasi yang dapat diakses di internet. Untuk keberlangsungan taman baca secara permanen, mahasiswa perlu mengadakan kerja sama serta perizinan dengan pengurus setempat sehingga ketersediaan buku hingga keamanan taman baca ini dapat terjamin meskipun pengabdian yang dilakukan oleh mahasiswa di wilayah pedesaan tersebut telah usai.

Mahasiswa sebagai Agent of Change sudah semestinya memberi perubahan bagi lingkungan sekitarnya, melalui pengabdian masyarakat sebagai implementasi dari Tri Dharma Perguruan Tinggi diharapkan mampu mewadahi gagasan-gagasan kreatif yang dimiliki mahasiswa guna mewujudkan perubahan sosial ke arah yang lebih baik lagi. Sebagai kaum terpelajar, mahasiswa dapat berkontribusi dalam meningkatkan literasi di masyarakat khususnya di wilayah pedesaan. Peningkatan literasi yang selama ini diusahakan diharapkan dapat terwujud melalui kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh mahasiswa sehingga permasalahan yang disebabkan oleh rendahnya literasi masyarakat sedikit demi sedikit dapat teratasi.

Daftar Pustaka:

  • https://gln.kemendikbud.go.id/: Panduan Penyelenggaraan Kampung Literasi.
  • https://biz.kompas.com/: Tingkat Literasi Indonesia Masih Rendah, Prudential Indonesia Ambil Langkah Nyata.
  • Rohman, A.S., dkk. 2018. Transformasi Perpustakaan Desa untuk Peningkatan Kualitas Hidup Masyarakat Pedesaan di Kabupaten Majalengka.
  • Ruslan. 2017. Membangun Literasi Masyarakat Melalui Taman Bacaan Masyarakat: Eksplorasi Pengalaman Community Engagement Program di Cot Lamme-Aceh Besar. ADABIYA, Vol. 19, No. 2.
  • Suragangga, I.M.N. 2017. Mendidik Lewat Literasi untuk Pendidikan Berkualitas. Denpasar: Jurnal Penjaminan Mutu, Vol. 3, No. 2.

BIODATA PESERTA

Nama : Mia Desiany
Tempat Tanggal Lahir : Bandung, 29 Desember 2001
Domisili : Haruman Sari RT 7/7 Ujungberung Kota Bandung
Pendidikan Terakhir : SMA
Pengalaman Organisasi :

  • Sekretaris Divisi Muslim Finance
  • DKM Daarul Fikri (2019-2020)

Karya/Prestasi :

  • Juara 1 Lomba Essay Scholarship Festival 2020

Kontak Person :
Whatsapp : 083820032780
E-mail : [email protected]
Instagram : @miiaadess

Related Posts

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *