Bilik Pustaka

Mendirikan Perpustakaan di Wilayah Pedesaan

Desa Limbong adalah salah satu desa yang terletak di wilayah Kecamatan Walenrang Utara Kabupaten Luwu. Desa Limbong terdiri dari empat dusun, yaitu : Dusun Bokona, Batu Mebali, Panglimunan dan Dusun Mabombong. Sebelah utara berbatasan dengan Desa Buntu Awo, bagian selatan dengan Desa Bolong, sementara di bagian barat berbatasan dengan Desa Sangtandung dan bagian timur berbatasan dengan Desa Bosso. Desa Limbong beriklim tropis sepanjang tahun dipengaruhi dua musim tetap, yaitu musim kemarau dan musim hujan. Musim kemarau relatif lebih lama dibanding dengan musim hujam. Gambaran singkat mengenai mata pencaharian Desa Limbong mayoritas bertani dengan hasil bumi seperti cokelat, cengkeh, padi dan durian.

Berdasarkan parameter Indeks Desa Membangun (IDM), Desa Limbong masuk dalam kategori sangat tertinggal dengan skor 0,4748. Melihat kondisi tersebut maka melalui Yayasan Hadji Kalla melakukan pendampingan selama 1 tahun di desa tersebut. Yayasan Pendidikan dan Kesejahteraan Islam Hadji Kalla atau disingkat dengan Yayasan Hadji Kalla didirikan pada 9 September 1981. Melalui Yayasan Hadji Kalla, Kalla Group menjalankan program Corporate Social Responsibility dan menyalurkan dana zakat perusahaan dengan Visi: Terdepan dalam pengembangan Keislaman, Mutu Pendidikan, Kesehatan, Lingkungan Hidup dan Pemberdayaan Masyarakat. Dalam mewujudkan Visi tersebut, Yayasan Hadji Kalla menjalankan empat Misi utama, yaitu Meningkatkan Kualitas Keislaman Masyarakat, Meningkatkan Kualitas dan Keberlanjutan Pendidikan Masyarakat Dhuafa, Meningkatkan Kemandirian Masyarakat Menuju Kehidupan Keluarga yang Bahagia, Sehat dan Sejahtera serta Meningkatkan Mutu Hasil Pertanian dan Kualitas Lingkungan Hidup.

Salah satu program dari bidang sosial ekonomi yaitu program Desa Bangkit Sejahtera (DBS) yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat di desa dengan mengembangkan pengetahuan dan keterampilan masyarakat sesuai potensi desa melalui kegiatan pendampingan yang sesuai. Dan untuk memenuhi tujuan tersebut, Program DBS diisi dengan kegiatan pemberdayaan masyarakat yang sesuai dengan parameter Indeks Desa Membangun (IDM), yakni memenuhi syarat 3 ketahanan; ketahanan sosial, ketahanan ekonomi dan ketahanan lingkungan. Di samping tetap menjalankan kegiatan lainnya sesuai kebutuhan warga masyarakat desa dampingan sebagai kegiatan yang bersifat sekunder.

Melalui proses seleksi yang cukup ketat untuk menjadi field facilitator di desa binaan Hadji Kalla, akhirnya saya, Alwiyah, terpilih untuk mendampingi Desa Limbong selama 1 tahun. Berdasarkan hasil survei di lapangan di Desa Limbong belum ada perpustakaan desa/fasilitas umum yang bisa dimanfaatkan oleh masyarakat untuk kegiatan pelatihan, literasi dan sumber informasi. selain itu, kondisi pandemi saat ini membuat 100 anak-anak khususnya sekolah SD, 50 anak tingkat SMP, dan 25 anak tingkat SMA tidak belajar secara efektif, sehingga dibutuhkan sarana umum untuk mereka tetap belajar meski belum bisa ke sekolah yang disebabkan oleh pandemi yang terjadi saat ini. Berdasarkan Permendes Nomor 16 tahun 2018 terdapat daftar prioritas bidang pembangunan desa salah satu di antaranya adalah taman bacaan masyarakat. Kondisi tersebut menyebabkan skor IDM=1, oleh karena itu upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan nilai IDM tersebut yaitu dengan pengadaan TBM sehingga dari nilai 1 menjadi 5.

Saya mengira dalam pelaksanaannya relatif gampang, ternyata cukup banyak drama untuk menyelesaikannya. Saya sebagai pendamping desa harus pandai melihat situasi terlebih lagi saya memiliki partner yang sedikit keras kepala. Setelah proses pengajuan anggaran yang cukup pelik akhirnya anggaran cair pun masih ada dramanya. Waktu itu di bulan Oktober, partner saya yang sedang bertugas mengalami sedikit kendala terkait di mana Taman Baca ini akan difungsikan. Berdasarkan hasil diskusi dengan kepala desa, beliau menginginkan bahwa buku beserta alat-alat lainnya disimpan di rumahnya, namun hal tersebut tidak bisa dilakukan karena tidak strategis untuk dikunjungi banyak orang karena jauh dari pusat desa. Sementara di pusat desa ada balai desa yang tidak terpakai dan bisa dimodifikasi menjadi TBM.

Proses negosiasi belum berakhir sementara waktu berjalan dan sudah harus melakukan pergantian shift, maka saya yang harus mengeksekusi TBM tersebut. Melalui hasil pembicaran dengan kepala desa di sana, beliau sepakat jika TBM dioperasikan di Balai Desa. Namun, peliknya tidak hanya sampai disitu. Balai desa yang akan dialihfungsikan menjadi TBM kondisinya harus dibenahi. Upaya yang saya lakukan untuk mengatasinya yaitu dengan bekerja sama dengan karang taruna dan aparat desa. Alhamdulillah berhasil.

Pengerjaan dilakukan selama 2 hari dengan mengandalkan semen sisa pengerjaan pustu dan papan di rumah kepala desa. Beruntungnya, ketua karang taruna sangat proaktif dengan hadirnya TBM. Setelah bangunan siap digunakan barulah barang-barang seperti buku, meja belajar, rak buku dan lain-lain dipindahkan dan diatur sedemikian rupa. Proses beres-beresnya berlangsung cepat karena dibantu oleh anak-anak dari remaja hingga bocah-bocah.

Taman Bacaan Masyarakat dikatakan baik apabila dapat memberikan pelayanan yang memuaskan kepada pengunjung. Kepuasan pemakai dapat dilihat dari seberapa jauh taman bacaan masyarakat menyediakan berbagai jenis koleksi yang dibutuhkan oleh para pemakainya. Keberhasilan TBM dalam melayani masyarakat penggunanya antara lain terlihat dari berapa banyak orang yang memanfaatkan TBM setiap hari dan seberapa jauh TBM menyediakan berbagai jenis koleksi bacaan yang dibutuhkan pengguna.

Buku yang tersedia di TBM tersebut masih sedikit tapi lumayanlah untuk referensi bahan bacaan untuk sebuah perpustakaan baru di pedesaan. Buku yang disajikan di perpustakaan tersebut yaitu buku kesehatan, pertanian, peternakan, perkebunan, keislaman, buku bacaan anak, dan buku berhitung. Jadi melalui tulisan ini juga teman-teman bisa berdonasi jika ingin menyumbangkan bukunya.

Selama saya melakukan pendampingan di Limbong, saya menentukan jadwal untuk kegiatan pembelajaran dan dilakukan di dalam dan di luar ruangan agar anak-anak tidak bosan. Pelaksanaannya itu di hari Selasa dan Jumat. Hari Selasa jadwal indoor dan untuk hari Jumat outdoor dan kami banyak menghabiskan waktu di sungai selain belajar juga kita bisa bermain. Salah satu upaya saya untuk mengaktifkan TBM ini yaitu dengan membuat struktur atau tim kerja untuk kalangan anak-anak, remaja dan dewasa. Di kalangan anak anak di-handle oleh siswa kelas 5 SD, di kalangan remaja di-handle oleh pengurus karang taruna dan di kalangan dewasa di-handle oleh sekretaris desa.

Melihat kondisi di Desa Limbong yang memiliki tekanan politik yang tinggi menjadi tantangan tersendiri. Selama proses pendampingan utamanya dalam pengaktifan pepustakaan desa, kepala desa belum turut andil dalam mengaktifkannya. Sehingga belum ada antusias dari kelompok dewasa untuk membaca di perpustakaan desa. Sementara untuk kalangan remaja sudah cukup aktif. Hal tersebut terlihat mereka sering menjadi instruktur untuk anak-anak agar antusias berkunjung ke TBM. Sebagai langkah agar TBM bukan hanya sekedar pajangan sangat diperlukan kerjasama dari semua pihak utamanya dari aparat desa. Dengan kondisi politik tersebut saya mulai merangkul karang taruna untuk mengedukasi masyarakat agar senantiasa membaca di TBM.

Melalui proses mengalami dan berinteraksi dengan berbagai latar belakang pemikiran di sana sebagai orang yang baru berkecimpung di dunia “membangun literasi di desa”, saya membuat kesimpulan bahwa untuk mengaktifkan TBM diperlukan kelengkapan koleksi buku perpustakaan dan koran. Agar lebih menarik, setiap hari ada yang berkunjung dapat dilengkapi dengan berlangganan koran harian. Sehingga, pengunjung mendapatkan berita yang update walaupun berada di pedesaan. Dapat juga dengan menambah koleksi buku secara berkala dan berlangganan koran. Selanjutnya kenali pengunjung sebagai pengurus perpustakaan yang saat ini di kendalikan oleh karang taruna, hal penting adalah mengetahui siapa yang akan berkunjung ke perpustakaan atau ke taman bacaan masyarakat. Profesi dari pengunjung siapa saja. Dengan mengenali pengunjung, maka pengurus dapat merencanakan pengembangan perpustakaan atau taman bacaan masyarakatnya. Jika perpustakaannya berlokasi di desa, maka pengurus dapat merencanakan memperbanyak koleksi buku yang dapat bermanfaat bagi masyarakat desa.

Perpustakaan atau Taman Bacaan Masyarakat perlu membuat acara, misal untuk memperingati hari-hari penting, diadakan lomba. Hal ini perlu dilakukan agar masyarakat yang belum pernah berkunjung ke perpustakaan tidak malu/takut untuk datang. Selain itu, juga dapat mempererat jarak antara masyarakat dengan pengurus. Sehingga, keinginan dari warga dapat tersampaikan untuk kemajuan perpustakaan. Tetapi lomba atau acara jangan sering diadakan, karena tujuan utama dari perpustakaan adalah pengunjung dapat tenang membaca di dalamnya. Dengan membuat lomba/acara amal, akan dapat memotivasi warga untuk datang ke perpustakaan.

Berhubung TBM di Desa Limbong adalah yang pertama, maka untuk mengenalkan TBM tersebut ke masyarakat kami (saya, anak-anak dan karang taruna) membuat acara makan-makan kapurung. Oh iya, sebagai bahan informasi, bahwa di daerah Luwu sangat identik dengan makanan kapurungnya (makanan yang terbuat dari bahan dasar sagu di campur dengan sayur mayur).

Selanjutnya, mengatur ruangan ini yang juga perlu dilakukan. Jika ruangan perpustakaannya kecil, maka dapat didesain perpustakaan yang tanpa tempat duduk/lesehan. Jika perpustakaannya mempunyai pemandangan di luar yang bagus, maka dapat dibuatkan jendela keluar agar pengunjung dapat membaca sambil menikmati pemandangan tersebut. Pada saat berbenah, TBM diatur berdasarkan beberapa pendapat sehingga diharapkan dapat nyaman digunakan oleh semua kalangan. Poin terpenting juga yang harus dimasifkan di pedesaan yaitu membuat komunitas pegiat literasi. Komunitas ini perlu dibuat agar pengunjung mempunyai teman diskusi dan tidak merasa sendiri. Dengan adanya komunitas, maka jika mempunyai agenda atau acara dapat menggunakan perpustakaan untuk menarik pengunjung datang. Selain itu, dapat membuat desa ramai tidak terkesan sepia atau monoton.

Selama pandemi mayoritas anak-anak sekolah di sana lebih banyak menghabiskan waktu bermain games. Saya sering mendapati mereka di atas bukit ketika saya sedang mencari jaringan. Saya juga sering mendengarkan keluh kesah orangtua ketika anaknya sering keluyuran di atas bukit di tengah sawah mencari jaringan hanya untuk bermain games. Beberapa anak-anak sekolah juga bercerita mereka sangat sedih ketika sekolah dirumahkan karena mereka tidak bisa lagi belajar, bermain dan bertemu dengan teman-teman mereka. Orang tua berharap dengan adanya TBM di desa mereka anak-anak mereka tidak lagi memprioritaskan bermain games, perlahan-lahan kembali fokus belajar.

Referensi

  • Permendes Nomor 16 tahun 2018 tentang prioritas penggunaan dana desa.
  • Semua/sebagian isi dari tulisan esai ini adalah ide atau pendapat pribadi penulis.

BIODATA

Haii, saya Alwiyah, saya lahir di Maros pada tanggal 1 September 1997. Saya anak kedua dari dua bersaudara. Sekarang saya sudah lulus kuliah di Universitas Hasanuddin Fakultas Kesehatan Masyarakat Departemen Kesehatan Lingkungan. Selama kuliah saya aktif berorganisasi. Saya pernah menjabat sebagai ketua Forum Komunikasi Mahasiswa Kesehatan Lingkungan. Saya member di volunter greenmakers by mall sampah.

Related Posts

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *