Dia bukan nabi atau manusia pilihan Tuhan
Dia bukan dewa yang memiliki kekuatan
Tapi, ketika bertemu dengannya, kami merasa mendapat titipan dari TuhanKicauan burung-burung yang bersahutan bersenda gurau di bukit itu
Berpadu dengan awan yang berjalan hilir mudik tertiup angin
Di antara rimbunnya dedaunan ketika musim penghujan, dan
Di bawah teriknya sinar matahari ketika kemarau panjang
Dia menemukan kamiTatapan lugu kami bertemu dengan dia yang apa adanya
Senyum dan tawa canda kami berhadapan dengan dia yang terbuangDia menemukan dirinya di dalam diri kami,
Katanya ….
Senyum kami adalah senyumnya
Gembira kami adalah gembiranya,
Tapi …
Sedihnya jangan jadi duka kami,
murungnya jangan kami tahu.
Puisi sederhana ini mungkin takkan pernah ada bila Mas Rendra tidak berada di tempat ini, di Bukit Ripungan Sengir Sumberharjo Prambanan. Suatu tempat yang mungkin tak pernah diharapkannya sebelumnya, membayangkannya pun tidak. Mungkin alam bawah sadarnya yang menuntunnya untuk berpetualang, datang ke tanah ini yang beberapa waktu lalu, tepatnya 27 Mei 2006, mengalami bencana gempa bumi.
Kehadiran Mas Rendra di kampung kami mengajakku untuk kilas balik mengingat tokoh superhero yang menjadi kesukaanku, superman, spiderman, batman, dan lain-lain. Atau Film petualangan luar angkasa “Lost in Space” yang sangatku suka walau bercampur rasa takut ketika menontonnya. Mungkin juga buku kisah heroik Si Willem Tell pejuang kemerdekaan bangsa Swiss, bisa juga Si Kera Sakti Sun Go Kong atau Naruto.
Menjadi “malaikat” atau menjadi “rasul” di Bukit Ripungan itulah yang kudengar ketika orang-orang menyebut Mas Rendra. Kata-kata yang sepertinya guyonan, padahal itulah kenyataannya. Bagaimana tidak, dia berada di suatu tempat yang belakangan dia menyadarinya bahwa inilah tempat yang dia bisa belajar dan melakukan banyak hal dan itu seolah-olah sudah tersedia di depannya.
Sebagai warga pendatang yang memang tidak membawa kemegahan, kemewahan ataupun jabatan, Mas Rendra tidak boleh berbuat salah apapun bentuknya. Tugasnya adalah bagaimana menjalani kehidupan sebaik mungkin di kampung orang dan selalu bersyukur atas nikmat yang Tuhan berikan padanya di tempat ini. Itulah yang dikatakan mas Rendra ketika suatu saat kegiatan bersama kami di Taman Baca Masyarakat Sanggar Studio Biru, sebuah sanggar tempat kami belajar, bermain, bercanda, berekspresi, berkarya, dan membuat kami merasa lebih dekat dengan alam sekaligus sebagai tempat bagi kami untuk melupakan peristiwa bencana gempa tersebut.
Misi dunia pendidikan nasional di negara ini yang menjadi keresahan Mas Rendra sejak lama. Serasa mendapat kesempatan untuk kuwujudkan di bukit terpencil ini, walau dengan sesuatu yang sederhana, mungkin ini lebih masuk akal dibanding dia unjuk rasa jogging ke Istana Negara di Jakarta dengan membawa beberapa lembar kertas berisi buah pikirannya tentang dunia pendidikan nasional di negara tercinta ini, yang tentunya membutuhkan biaya dan waktu ekstra.
Sebagai bentuk kegiatan bagi anak-anak dan remaja di Kampung Ripungan dan sekitarnya inilah yang sebenarnya menjadi alasan keberadaan Mas Rendra di sini. Mungkin sisi-sisi superheronya telah muncul mengajaknya berpetualang, yang karena ini jugalah dia bisa bertahan hidup di kampung orang hingga kini. Mudah-mudahan menjadi sosok yang memberi warna, memberi wawasan baru di dunia pendidikan informal, bahkan menjadi sosok penghibur yang menggali tawa canda warga masyarakat di bukit ini.
Memang “Beginning is Dificult” itu benar, banyak tantangan yang harus dihadapi bagi Mas Rendra sebagai orang warga pendatang yang hanya sandal jepitan, dengan pengalaman kerja sebagai buruh bangunan, dan membawa model pendidikan yang tidak tenar bahkan tidak didukung keuangan yang memadai.
Seiring dengan waktu, kegiatan yang awal mulanya diwaspadai walau sebatas obrolan guyonan beberapa orang dianggap untuk memperalat warga, untuk mencuci otak anak-anak di kampung ini, atau “jangan-jangan merakit bom”, lambat laun setahap demi setahap anggapan tersebut mulai berubah bahwa yang dia buat ini adalah wadah kegiatan belajar dan kreatifitas yang memberi warna baru di bukit terpencil ini. Apalagi mulai banyak tamu dari dalam dan luar negeri yang mengunjungi tempat ini.
Dengan kegigihannya, Mas Rendra menggandengkan sanggar kegiatan ini dengan warga yang ada di kampung ini. Senyum Mas Rendra mulai mengembang ketika sanggar belajar dan taman baca ini mendapat perhatian dan binaan Pemerintah Kabupaten Sleman melalui Dinas Pendidikan juga Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kabupaten Sleman serta Pemerintah Desa Sumberharjo. Itu artinya kegiatan ini sudah tidak dicurigai sebagai kegiatan yang “bukan-bukan”. Bahkan Sanggar Studio Biru, demikian nama wadah kegiatan ini memberi warna tidak hanya tingkat RT di pedukuhan Sengir, tapi juga sampai tingkat Kecamatan Prambanan. Bahkan keberadaan Sanggar Studio Biru ini menjadi “ruh” lahirnya kembali Perpustakaan Desa Sumberharjo dan terbentuknya kepengurusan Gerakan Pemasyarakatan Minat Baca tingkat Kecamatan Prambanan. Dan Mas Rendra semakin menguatkan kiprahnya sebagai sosok yang ingin terus mengabdi di mana pun dia berada, semboyan “Sepi Ing Pamrih…Rame Ing Gawe” sangat disenanginya di samping “Ing Ngarso Sung Tulodho, Ing Madyo Mangun Karso, dan Tut Wuri Handayani” dari Ki Hajar Dewantara, adalah membuatnya agar lebih nyaman untuk blusukan di daerah-daerah yang membutuhkan kebersamaan dengannya, dan yang pasti adalah untuk dia bisa terbang bebas lepas menembus batas. Terima kasih Tuhan.
“Apabila kamu merasa di sekitarmu gelap, tidak curigakah kamu, bahwa kamulah yang menjadi cahaya terangnya.” (sebuah kata mutiara).
Mas Rendra bilang kepada kami perpustakaan sangat penting peranannya dalam pendidikan. Sebagai salah satu sarana pendidikan, perpustakaan sangat berperan dalam mewujudkan pendidikan sepanjang hayat yang sedang ditumbuhkan oleh pemerintah yang salah satunya melalui Gerakan Indonesia Membaca. Pendidikan terselenggara dengan baik apabila pelaku pendidikan didukung oleh sumber belajar yang layak dan optimal. Salah satu sumber belajar tersebut adalah perpustakaan, di mana perpustakaan ini diharapakan dapat memberikan pelayanan kepada yang memanfaatkannya sebagai sumber informasi dan pengetahuan yang berhasil guna dan berdaya guna.
Faktor sarana pendukung pendidikan dan lingkungan belajar yang nyaman mempengaruhi mutu pendidikan itu sendiri. Dalam hal ini keefektifan koleksi bahan pustaka dan tempat pelayanan kepustakaan serta proses yang terjadi di dalamnya dituntut bisa memberikan efek samping untuk berkembangnya dunia pendidikan yang lebih baik di negeri ini yang harapannya bisa meningkatkan kemakmuran rakyat.
Berangkat dari beberapa hal di atas maka wadah Perpustakaan Komunitas Sanggar Studio Biru selain melayani masyarakat umum di bidang literasi, berinisiatif menyediakan ruang dan waktu terutamanya bagi anak-anak dan remaja di Padukuhan Sengir dan sekitarnya untuk dapat mengembangkan potensi dirinya, membangun bakat dan kepedulian serta berbagi pengalaman dan menjadi wadah berkreasi dengan kegiatan yang berwawasan lingkungan yang berbasis perpustakaan. Sehingga pengadaan bahan pustaka selalu dilaksanakan untuk terus menyediakan ilmu pengetahuan dan informasi terbaru yang bermanfaat kepada anggotanya khususnya dan masyarakat pada umumnya.
Keberadaan perpustakaan komunitas yang dibangun oleh Mas Rendra ini menjadi sangat penting bagi masyarakat sekitar mengingat geografi Padukuhan Sengir, di mana perpustakaan ini berada terletak (berdomisili) di area terpencil dengan sebagian wilayah perbukitan, yang artinya anak-anak dan remaja serta warga jauh dengan akses pendidikan terpadu dibanding yang ada di lingkungan perkotaan yang dekat dengan akses (informasi) pendidikan dan kreatifitas.
Harapannya dengan keberadaan wadah kegiatan perpustakaan yang berkreatifitas ini bisa memberi warna baru dan tambahan pengetahuan serta manfaat di lingkungan masyarakat Padukuhan Sengir dan sekitarnya di wilayah Desa Sumberharjo ini dan di Kecamatan Prambanan dalam skala luas. Harapan Mas Rendra yang lain adalah latar belakang warga masyarakat kami yang sebagian besar petani dan peternak supaya menjadi petani dan peternak yang membaca, buruh-buruh yang membaca, bisa terwujud. Karena membaca merupakan cara menuju pencerahan dan menjadi solusi bagi masyarakat sekitar untuk mengatasi berbagai permasalahan yang ada.
Kiprah Mas Rendra yang luar biasa ini akhirnya membawa Mas Rendra untuk menjadi lokomotif penggerak mengelola Perpustakaan Desa Sumberharjo dengan nama “Pena”. Perpustakaan yang difasilitasi oleh Pemerintahan Desa Sumberharjo ini menjadi perpustakaan yang terus berkembang dan terus mempertahankan manfaatnya bagi masyarakat Desa Sumberharjo pada khususnya dan masyarakat di luar Sumberharjo pada umumnya, tentunya di bawah binaan dan pendampingan dari Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kabupaten Sleman yang bekerjasama dengan pihak terkait.
Peran mas Rendra semakin jelas untuk mengawal literasi di Desa Sumberharjo. Mulai dari TBM Sanggar Studio Biru hingga menggerakkan Perpustakaan Desa Sumberharjo. Peran serta teman-teman dari Karang Taruna Sumberharjo juga untuk perpustakaan desanya juga terlihat, ini membuat Mas Rendra semakin semangat.
Suatu saat Mas Rendra diundang ke Perpusnas RI untuk menerima Motor Perpustakaan Keliling. Aku pun semakin bangga dengan Mas Rendra.
Lomba-lomba perpustakaan, baik yang diadakan oleh DPAD DIY maupun DPK Sleman, diikuti oleh Perpustakaan Desa Sumberharjo ini, dan meraih peringkat yang membanggakan, termasuk belum lama ini mengikuti Akreditasi Perpustakaan yang diadakan oleh Perpustakaan Nasional RI dengan memperoleh predikat terakreditasi “A”.
Salut buat Mas Rendra atas perannya dalam mengawal literasi dari taman baca sederhana ke hingga berhasil mendapatkan akreditasi perpustakaan desa.
BIOGRAFI SINGKAT TOKOH CERITA DAN PENULIS
Rendra Suparmadi lahir di Gunungkidul, 5 desember 1974, domisili di dusun Sengir Sumberharjo Prambanan Sleman, Lulusan SMU. Pengalaman organisasi ; Ketua TBM Sanggar Studio Biru, ketua dua Perpusdes Sumberharjo, Pengurus di Paud Mutiara Sengir, Ketua dua dan admin di Kampung KB Sengir, anggota Karang Taruna Sumberharjo, anggota Forum Siaga Bencana Sumberharjo, anggota di Forum TBM Sleman dan Forum TBM D.I.Yogyakarta, anggota di GPMB Sleman.
Prestasi ; Juara 2 Lomba Perpustakaan Masyarakat kabupaten Sleman bersama TBM Sanggar Studio Biru Tahun 2016. Juara 2 lomba Perpustakaan Desa Tingkat Kabupaten Sleman Tahun 2018. Juara 3 Lomba perpustakaan Desa Tingkat DIY Tahun 2018. Juara Harapan 1 Lomba perpustakaan Desa Tingkat DIY Tahun 2019. Juara 1 Lomba Perpustakaan Desa Tingkat Kabupaten Sleman Tahun 2019. Juara 2 Lomba Perpustakaan Desa Tingkat DIY Tahun 2020, Mengantarkan Perpustakaan Desa Sumberharjo meraih predikat Terakreditasi A pada akreditasi perpustakaan tahun 2020, mengantarkan Kampung KB Sengir sebagai juara 1 Lomba Kampung KB Tingkat Kabupaten Sleman Tahun 2019, mengantarkan Paud Mutiara Sengir juara 1 Lomba Lembaga Paud Inovasi Tahun 2019 Tingkat Kabupaten Sleman. Kontak person ; 082314460786 (WA), [email protected] (e-mail), Rendra Sb (FB), rendra_studiobiru (IG).
Akrab dipanggil dengan nama Mas Rendra atau Mas Perpus ini merupakan pria sederhana yang senang dengan kegiatan pendidikan dan sosial di masyarakat. Sosok yang memiliki tekad dan keyakinan untuk ikut menyumbang dan memajukan dunia pendidikan di Indonesia ini membuktikan kiprahnya pantas diapresiasi ketika dengan segala keterbatasannya mencoba mengembalikan senyum anak-anak korban bencana gempa Jogja tahun 2006 di Dusun Sengir Desa Sumberharjo Prambanan Sleman Yogyakarta. Mencoba menggali tawa canda anak-anak di dusun terpencil tersebut melalui kegiatan edukasi, literasi, dan seni di TBM Sanggar Studio Biru yang didirikannya sekaligus mengenalkan pendidikan alternatif kepada warga masyarakat.