Pejuang Literasi

Menggugah Budaya Baca di Keluarga

Kisah Awal Mang Idon

Nama aslinya adalah Donny Safari. Tapi bila berkegiatan di Hayu Maca, ia biasa dipanggil Mang Idon, sebuah panggilan khas Sunda. Mang atau Mamang adalah sebutan orang Sunda untuk paman. Ia lulusan Fakultas Ilmu Komunikasi Jurusan Ilmu Perpustakaan Universitas Padjadjaran.

Walaupun berlatar pendidikan perpustakaan, ia tidak pernah benar-benar bekerja sebagai pustakawan. Pengalamannya terjun ke dunia perpustakaan hanya sebentar saja, itupun terjadi karena ada permintaan dari sebuah sekolah dasar swasta di wilayah Bandung Barat.

Nasib malah membawanya menekuni bidang kerja yang tidak pernah dia impikan sebelumnya, yaitu menjadi guru. Sekitar tahun 2006, sekolah yang tadi meminta bantuan merancang perpustakaan, memintanya menjadi guru bahasa Inggris, menggantikan guru yang keluar dari sekolah tersebut.
Karena sistem pendidikan, metode penyampaian materi ajar, dan nuansa pendidikan yang dibangun di sekolah tersebut berbeda dan menantang, maka ia memberanikan diri menerima tawaran menjadi guru. Dan petualangan di dunia pendidikan, yang kelak berlanjut di dunia literasi pun dimulai.

Kelak, di Hayu Maca, Mang Idon dikenal sebagai salah satu pendongeng yang dimiliki gerakan literasi tersebut. Dan keterampilannya mendongeng diawali dari pengalamannya sebagai guru di sekolah ini. Berawal saat harus mengajar bidang studi IPS, Mang Idon kebingungan dengan keharusan menanamkan nilai-nilai sosial kepada anak-anak didiknya. Setelah memikirkan berbagai kemungkinan metode penyampaian, akhirnya terpilihlah cara mendongeng untuk menyampaikan pesan-pesan moral dalam pelajaran IPS.

Keterampilan mendongeng semakin terasah, saat Mang Idon dipercaya menjadi wali kelas/manajer kelas, di mana selain bertugas mengajar, Mang Idon juga diharuskan memantau perkembangan life skill dan akademik siswa-siswi di kelasnya. Beragam kejadian di kelas, segala issue yang muncul, biasanya dibahas minimal seminggu sekali, diobrolkan bareng anak-anak di kelasnya. Segala aktivitas, kesulitan, perkembangan anak-anak didiknya di rumah juga didiskusikan Mang Idon beserta para orangtua yang diperbolehkan menghubunginya, terutama jika mendapat kesulitan dalam belajar, atau mendapati permasalahan yang perlu masukan dari guru. Minimal, wali kelas dan guru berdiskusi setiap 3 bulan sekali di momentum bagi laporan perkembangan anak (bagi raport, orangtua diundang hadir di sekolah dan berkesempatan berdiskusi dengan wali kelas berkait putra-putrinya masing-masing).

Menjadi wali kelas membuat Mang Idon lebih mengamati keseharian anak, dilihatnya beragam fenomena yang muncul di kelasnya, seperti anak yang tidak percaya diri, anak yang tidak punya kedekatan dengan orangtuanya, anak-anak yang berkelompok (geng-gengan), dan sebagainya.
Fenomena di anak-anak inilah yang kemudian menginspirasi Mang Idon untuk mendongeng rutin di kelas. Dongeng yang dituturkan sesuai dengan issue terhangat yang terjadi di kelas. Dongeng rutin ini akhirnya mempunyai 2 tujuan. Tujuan pertama untuk menyampaikan nilai-nilai moral dan yang kedua mengajak anak lebih mau membaca, membaca buku dongeng yang disampaikan. Misal, saat diketahui beberapa anak tidak akur sama adik/kakaknya, maka Mang Idon mendongengkan “Mahabharata” atau “The Chronicles of Spiderwick”, yang berasal dari serial buku yang kemudian dibuat filmnya, beragam dongeng dan kisah disampaikan, sesuai issue-issue terhangat di kelas.

Seringkali dongeng tidak dituntaskan secara sengaja, dengan tujuan anak-anak mau membacanya sendiri. Dan pancingan dengan cara ini berhasil, beberapa anak yang senang mendengarkan dongeng terpaksa menamatkan dongeng yang disampaikan dengan cara membaca bukunya. Metode ini akhirnya dijadikan tugas rutin hampir di setiap akhir pekan. Di setiap hari Jumat menjelang pulang sekolah, Mang Idon membawa setumpuk buku dari perpustakaan, beragam jenis, fiksi & non fiksi, diusahakan yang berkait dengan minat-bakat siswa-siswinya di kelas. Buku-buku tadi kemudian dia tumpuk di mejanya, kemudian satu persatu buku-buku tadi dia tunjukkan dan dia paparkan apa isinya, “Buku ini tentang anak asal Korea yang hanya memiliki 2 jari di masing-masing tangannya, tapi dia mampu menjadi pianis Internasional. Buku ini tentang kehidupan Christiano Ronaldo, pemain sepakbola dengan gaji miliaran per pecan. Buku ini tentang kisah sahabat Rosul yang sudah mendapat jaminan surge. Buku ini tentang berbagai dongeng dari negeri Jepang, dan sebagainya.

Begitu anak-anak dipersilahkan memilih buku yang akan mereka baca selama akhir pekan, mereka pun berebut, terutama anak-anak yang memiliki hobi sama, hobi main bola misalnya, mereka akan berebut buku biografi Christiano Ronaldo, sehingga akhirnya buku itu “full booked” hingga beberapa pekan ke depan. Di akhir semester, salah seorang orangtua siswa bertanya, “Pak, anak saya tuh ngga seneng baca, dia paling malas kalo saya suruh baca, tapi kenapa beberapa waktu lalu, saya lihat dia asyik membaca buku setelah “The Hobbit” dan bisa tuntas dalam waktu sepekan?”. Pertanyaan itulah yang kelak menguatkan Mang Idon bahwa untuk membuat seseorang mau membaca, diperlukan adanya pemantik agar orang tahu apa isi dari sebuah buku. Jika seseorang menganggapnya bermanfaat atau sesuai dengan minat/bakat/yang dibutuhkannya, maka buku itu akan dia cari dan dia baca. Hal ini diperkuat dengan postingan youtube dari Panji Pragiwaksono tentang minat baca. Panji menyatakan bahwa yang perlu orangtua lakukan untuk meningkatkan minat baca adalah; ketahui dahulu apa minat putra-putrinya. Setelah itu baru siapkan buku-buku yang sesuai dengan minat bakatnya tadi. Maka buku-buku yang disediakan di rumah pasti akan dilalap habis tanpa perlu banyak disuruh.

Di pertengahan tahun 2016, teman kerja Mang Idon yang bernama Kak Asri meminta Mang Idon beserta istri (yang juga bekerja sebagai psikolog di sekolah yang sama) untuk melanjutkan lapak baca yang telah dirintisnya setiap hari Minggu selama kurang lebih satu bulan di Taman Kartini-Cimahi. Sebuah taman nan asri yang seringkali dikunjungi warga Cimahi dan sekitarnya pada saat akhir pekan. Kak Asri meminta Mang Idon dan istri (Bi Ukie) meneruskan buka lapak baca karena Kak Asri mengikuti program Indonesia Mengajar dan harus bertugas di Banggai, Sulawesi selama setahun penuh. Sayang apabila lapak baca kemudian ditutup karena beberapa orang sudah jadi pelanggan di sana, dan Kak Asri melihat bahwa lapak baca ini sangat potensial untuk berkembang mengingat sarana baca di Cimahi memang masih minim. Setelah beberapa kali ikutan Buka Lapak, akhirnya Mang Idon dan Bi Ukie menyanggupi untuk melanjutkan lapak baca yang untuk sementara waktu ditinggalkan Kak Asri.

Sebelum menunaikan tugasnya, Kak Asri banyak menghabiskan waktunya berdiskusi bareng Mang Idon dan Bi Ukie. Mereka merancang konsep lapak baca yang entah bagaimana caranya bisa menarik banyak massa mendekat ke lapak. Tidak hanya yang memang hobi membaca, tetapi yang tidak suka membaca pun harus didekatkan ke buku. Salah satu pertimbangannya adalah; di lapangan (maksudnya di kelas) Mang Idon, Kak Asri dan Bi Ukie melihat anak-anak di sekolah mereka sangat sedikit yang senang membaca, program pemerintah berupa 15 menit membaca sebelum masuk kelas dianggap belom mampu mendongkrak minat baca, bahkan menjadi siksaan bagi anak-anak apalagi mereka yang tipe belajarnya kinestetik dan disleksia. Artinya program peningkatan minat baca harus memiliki aktivitas yang lebih variatif.

Setelah beberapa waktu lamanya berdiskusi, akhirnya muncullah ide membuat sebuah lapak baca yang kuat marketing-nya (waktu itu belum terpikirkan bahwa program yang dirancang ini masuk dalam akrivitas marketing). Idenya adalah di setiap lapak kita harus ada kegiatan yang bisa menarik massa. Dan yang kemudian kegiatan yang dianggap sebagai penarik massa adalah; dongeng, untuk menarik anak anak dan sesi berbagi hobi, hobi apapun (kemudian dinamakan sesi babagi kabisa) untuk menarik para orangtuanya. Inilah konsep yang kemudian menjadi cikal bakal gerakan Hayu Maca yang mulai dilaksanakan resmi bernama “Hayu Maca” sejak 16 Oktober 2016.

Gerakan Hayu Maca

Kegiatan literasi yang pertama kali dan rutin dilakukan Hayu Maca adalah lapak baca setiap Ahad di Taman Kartini Cimahi, taman yang lokasinya sangat strategis, dan ramai dikunjungi warga Cimahi dan sekitarnya setiap akhir pekan. Disebarlah flier kegiatan di pertengahan pekan yang berisi iklan Lapak Baca Hayu Maca beserta info tentang dongeng dan “Babagi Kabisa”.

Di awal-awal kegiatannya, pendongeng dan pengisi sesi Babagi Kabisa (hobi) hanya diisi oleh relawan yang jumlahnya masih sangat sedikit. Malah pendongengnya hanya Mang Idon seorang. Khawatir akan menimbuklan kebosanan, maka dicarilah ide bagaimana cara agar orang tertarik tidak hanya berkunjung ke lapak baca. Akhirnya muncullah ide untuk mengadakan Dongeng Keliling ke sekolah-sekolah (saat itu ke TK dan SD di seputaran Cimahi dan Kab. Bandung Barat) dengan tujuan; Menghibur dan menanamkan nilai sosial via dongeng, Sosialisasi asyiknya membaca, Memperkenalkan keberadaan lapak Hayu Maca, dan Mengundang siswa, guru bahkan orangtua (siswa TK biasanya masih didampingi orangtuanya di sekolah) untuk tampil sebagai pendongeng dan berbagi hobi di Lapak Hayu Maca.

Selain road show dongeng, Mang Idon dan kawan kawan semakin gencar-gencar mempromosikan Lapak Baca Hayu Maca di media social. Setiap teman dan kenalan (kebetulan saat itu baru usai reuni SMP) diperkenalkan dengan Hayu Maca dan diajak gabung di gerakan ini. Bahkan orang-orang yang sebelumnya tidak dikenal, tapi terlihat memiliki potensi untuk mendongeng dan berbagi hobi, dicoba didekati agar mau ikut bergabung atau setidaknya sesekali mengisi sesi dongeng dan babagi.

Alhamdulillah, kemudian sesuatu yang di luar dugaan terjadi. Sebelumnya sempat terpikir, dengan adanya sesi dongeng dan babagi hobi yang rutin dilakukan di lapak ini, Hayu Maca bisa bertahan berapa lama? Mengingat butuh sumber daya manusia yang cukup banyak agar sesi dongeng dan babagi ini terus berlangsung dengan pengisi yang berbeda-beda setiap pekannya. Ternyata, melalui road show dongeng, gencarnya promo di media sosial dan silaturahmi dengan banyak orang, perlahan tapi pasti diketahui ternyata orang yang hendak/punya keinginan untuk berbagi itu banyak, baik yang memang bertujuan menyalurkan hobi, mengisi waktu luang, atau sekedar uji nyali, dan mereka mau mengisi sesi dongeng dan berbagi hobi di Lapak Hayu Maca tanpa diberi fee (karena lapak Hayu Maca memang kegiatan sosial, siapapun boleh datang dan tidak dipungut biaya).

Bahkan di awal tahun 2018, jadwal pengisi dongeng dan babagi kabisa ini full booked hingga 3 bulan ke depan , sungguh di luar perkiraan. Tampil di area publik ternyata memberikan tantangan tersendiri, orang dengan berbagai usia dan latar belakang manggung di Lapak Hayu Maca, profesional maupun amatir. Pendongeng di lapak Hayu Maca selalu berganti setiap pekannya, mulai dari anak SD sampai orang dewasa. Pun yang babagi kabisa, beragam hobi ditampilkan setiap pekannya, mulai dari membuat beragam pernak-pernik, atau membuat boneka sederhana yang pematerinya ibu-ibu rumah tangga hingga demo masak yang ditampilkan oleh Chef hotel bintang 5 di Bandung atau parenting yang diisi oleh psikolog sekolah. All free!

Karena konsistensi Lapak Baca Hayu Maca (Libur hanya jika awal puasa, Idul Adha/Fitri, atau hujan dari pagi karena di awal-awal Hayu Maca belum memiliki tenda pameran) beragam bantuan bermunculan demi keberlangsungan lapak ini, mulai dari buku, alas duduk, sound system (sebelumnya pendongeng dan pengisi berbagi hobi harus bersuara ekstra keras agar bisa terdengar audiens), tenda pameran, mainan dan sebagainya terus mengalir dari pihak-pihak yang peduli.
Menurut Mang Idon, aktivitas di lapak Ahad ini tujuan utamanya sosialisasi pentingnya dibentuk pembiasaan/budaya baca di keluarga dan menggambarkan seru dan asyiknya membaca (lewat dongeng dan berbagi kabisa), seluruh kegiatan diset agar memungkinkan seluruh anggota keluarga berkegiatan bersama di sana. Gadget diharapkan disimpan (kecuali untuk keperluan dokumentasi), seluruh keluarga diminta fokus pada aktivitas di sana, baik saat dongeng, berbagi hobi, bermain bareng (disediakan beragam mainan yang mengasah keterampilan baca dan beraktivitas bareng). Orangtua didorong untuk membacakan buku untuk putra-putrinya yang belum bisa membaca (relawan Hayu Maca juga siap membantu jika dibutuhkan). Bahkan sesi dongeng dan babagi kabisa itu dirancang sedemikian rupa agar pada akhirnya mengajak hadirin membaca, misal di akhir sesi dongeng sang pendongeng berkata “Kalian mau tahu lebih banyak dongeng lagi? Silahkan baca yaah atau minta orangtuamu membacakan bukunya buat kalian”. Atau di sesi babagi kabisa, saat demo masak misalnya sebelum demo dimulai, dibagikan kertas berisi alat/bahan cara memasaknya terlebih dahulu, orang sebenarnya dipaksa untuk membaca resep yang akan didemokan.

Seluruh Sapra Lapak Hayu Maca, seperti buku, mainan, alas duduk dan sebagainya awalnya diangkut menggunakan gerobak pengangkut air oleh Mang Idon dan kawan-kawan. Namun seiring bertambahnya buku (buku yang dibawa ke lapak adalah buku-buku untuk berbagai kalangan usia karena “target pasar’ adalah keluarga sehingga jumlahnya bayak) dan berbagai sarana lainnya, akhirnya harus diangkut menggunakan kendaraan sewaan, itupun penuh sesak.
Belakangan baru kemudian Mang Idon dan kawan kawan Hayu Maca sadari bahwa ada yang berbeda yang ditawarkan Lapak Ahad Hayu Maca dibandingkan lapak baca lainnya, yaitu di Lapak Hayu Maca, orang tidak hanya dapat mencari dan menggali informasi melalui kegiatan membaca, mendengarkan dongeng atau ikut serta sesi babagi kabisa tapi juga punya kesempatan untuk aktif berbagi informasi menjadi dongeng atau berbagi hobi, dan sharing informasi ini adalah tahapan yang lebih tinggi dalam aktivitas literasi dibanding aktivitas membaca semata (mencari/menemukan informasi).

Seiring perkembangan waktu, aktivitas Hayu Maca bertambah, bekerjasama dengan sebuah stasiun radio streaming (Lita Harmoni), setiap sabtu pukul 08.00-09.00 WIB pagi, Hayu Maca mengadakan program Bedah Buku. Kegiatan ini dimaksudkan untuk memantik orang dari berbagai usia (target pasar Lita Harmoni sama dengan Hayu Maca, yaitu keluarga) agar tertarik untuk membaca buku yang dibedah. Mirip seperti sesi dongeng dan babagi di Lapak Minggu, siapapun bisa jadi pembedah buku, ditemani host dari relawan Hayu Maca (dan beberapa kali, pembedah buku adalah penulisnya langsung).

Bedah buku juga diadakan di Whatsapp Grup, program ini dinamakan #Selasabahasbuku (SBB) karena dilaksanakan setiap Selasa pukul 19.00-21.00. Mirip seperti bedah buku di Lita Harmoni, siapapun boleh menjadi pembedah buku dengan ditemani host dari relawan Hayu Maca. Ada hal yang menarik di SBB ini, setelah beberapa kali diadakan, dengan promo kegiatan via media sosial, ternyata peminat SBB ini lumayan banyak, bahkan peminat berasal dari berbagai daerah di Nusantara, dan kebanyakan adalah generasi muda. Saking banyaknya, akhirnya program SBB akhirnya dialihkan tidak lagi menggunakan aplikasi Whatsapp yang terbatas hanya 250-an peserta, tapi beralih ke aplikasi Telegram yang bisa menampung lebih banyak orang (terakhir penghuni telegram SBB berjumah 517 orang).
Program rutin lainnya adalah Bincang Petang, program bincang-bincang ringan membahas berbagai issue hangat seputar parenting. Program ini terselenggara atas kerjasama Hayu Maca dengan Grow Psychological Services. Talkshow ini digawangi oleh Mang Idon dan istrinya (Bi Ukie yang juga seorang psikolog yang membentuk lembaga Grow). Program ini disiarkan lewat IG dan FB live setiap Sabtu pukul 16.00-17.00 WIB. Selama pandemi, program ini lebih sering membahas tentang mendampingi anak dalam pembelajaran jarak jauh agar efektif dan menyenangkan.

Beragam workshop/pelatihan juga diadakan di Sekretariat Hayu Maca, mulai dari pelatihan menulis, fotografi menggunakan kamera HP, photoshop, fun math, menghias makanan dan sebagainya. Berbeda dengan berbagi hobi di Lapak Baca Hayu Maca, workshop ini berbayar walaupun diusahakan dengan metode pembayaran seikhlasnya, agar tidak terlalu memberatkan dan terjangkau. Selain itu, tujuan lainnya adalah agar orang yang sudah mumpuni berbagi keterampilannya (di mana Lapak Ahad/babagi kabisa bisa menjadi ajang menambah jam terbangnya) bisa tampil sebagai pemateri di workshop ini. Jadi ada ketersinambungan bagi yang menjadi pengisi materi dengan berjenjang antara kegiatan satu dan lainnya.

Hayu Talk adalah kegiatan yang dirancang Hayu Maca untuk target remaja. Hayu Talk adalah acara talk show yang menampilkan anak-anak muda kreatif dan inovatif yang berprestasi. Tujuan dari talkhow ini adalah selain berbagi pengalaman, juga untuk memotivasi generasi muda agar menemukan passion-nya dan menjadikan diri mereka bermanfaat bagi orang lain dan lingkungannya.

Selama pandemi, Mang Idon dan kawan kawan sedang mempersiapkan Perpustakaan Hayu Maca. Selama membuka lapak baca setiap Ahad itu, sudah banyak warga yang bertanya kapan mereka bisa meminjam buku untuk dibaca di rumah (Lapak Ahad itu hanya membolehkan warga membaca di tempat, kecuali jika ada siswa atau guru yang bermaksud meminjam buku untuk kepentingan tugas, diperbolehkan). Jadi, Perpustakaan Hayu Maca ini rencananya akan beroperasi di hari kerja. Mimpi Mang Idon, Perpustakaan Hayu Maca ini berkonsep Library Café, dengan beragam tampilan mirip seperti sesi babagi di lapak baca, hanya khusus untuk remaja.

Aktivitas lain yang juga pernah dilakukan oleh Mang Idon antara lain menjadi pemateri seputar gemar membaca bareng Balai Bahasa Jawa Barat dan bersama Tim Hayu Maca yang lain, menjadi pemateri pelatihan seputar literasi bareng Dinas Perpustakaan Kota Cimahi, menjadi bagian kepanitiaan seminar-seminar bertema parenting yang memegang penitipan anak (lokasi penitipan anak diset mirip Lapak Baca Ahad, dengan disertai dongeng dan babagi hobi khusus untuk anak) , menjadi bagian dari trauma healing di berbagai lokasi bencana (buka lapak baca, dongeng dan konsultasi psikologi), dan sebagainya.

Akhirnya, masih banyak mimpi yang ingin diraih Mang Idon, di antaranya: ingin agar area-area umum di mana banyak orang menunggu, seperti rumah sakit, stasiun kereta api, kantor pajak, alun-alun kota, taman kota memiliki titik-titik baca yang nyaman dan ergonomis sehingga orang tertarik untuk membaca koleksi yang disediakan. Kemudian ikut berperan dalam mengoptimalkan perpustakaan-perpustakaan yang telah ada, seperti perpustakaan daerah, perpustakaan kota, perpustakaan desa/kelurahan, perpustakaan masjid dan perpustakaan sekolah bisa menjadi pusat aktivitas warga/siswanya dengan beragam kegiatan yang menjadi bagian pelayanan perpustakaan, kerjasama dengan bebagai pihak perlu digalang untuk dapat melaksanakan mimpi tersebut.

Biografi Tokoh dan Penulis

Nama : Donny Safari
TTL : Cimahi, 12 Maret 1975
Status : Menikah, memiliki 1 orang puteri

Riwayat Pendidikan :
SD SDN Kesatrian Cimahi
SLTP SMPN 1 Cimahi
SLTA SMAN 2 Cimahi
PT Universitas Padjadjaran Fak. Ilmu Komunikasi Jur. Ilmu Perpustakaan

Riwayat Pekerjaan :
1999 – 2000   Humas Ahimsa Vegetarian House
2000 – 2002  Biro Bantuan Statistik
2002 – 2005  Pustakawan Sekolah Gemilang Mutafannin
2005 – 2012   Guru bidang studi Sekolah Gemilang Mutafannin
2012 – 2018   Guru dan Pengurus Yayasan Sekolah Peradaban Insan Mulya

Pengalaman Organisasi:
1990 – 1996  Pengurus Karang Taruna RW 11 Baros – Cimahi
1994 – 1996  Pengurus Hima Pustaka
1994 – 1998  Pengurus Lingkung Seni Sunda UNPAD
2016 – 2018  Komunitas Hayu Maca
2018 –  Sekarang Ketua Hayu Maca Foundation

Alamat Rumah : Jl. H. Haris 2 K RT 03 RW 11 Baros – Cimahi
Mobile phone : 0822 1623 1368 / 0812 2224 0924
Facebook : Donny Safari
 instagram : @_mangidon
email : ukie_tukiew2gmail.com

Motto :
“Be smart, be brave and be yourself!”

Related Posts

One thought on “Menggugah Budaya Baca di Keluarga

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *