Pada era informasi seperti sekarang ini, kemampuan membaca seseorang sangat dibutuhkan. Kemampuan membaca seseorang akan memberikan nilai tambah bagi orang yang bersangkutan. Nilai tambah yang diperoleh dari membaca adalah kemampuan membaca seseorang dalam melakukan update informasi dan pengetahuan yang dimiliki. Akan tetapi, kemampuan membaca tidak hanya sebagai kemampuan belaka dalam arti kecepatan dan ketepatan pemahaman terhadap bahan bacaan.
Membaca diharapkan akan menjadi suatu hobi atau kebiasaan dari masyarakat. Kebiasaan yang sekarang muncul dalam masyarakat disesuaikan dengan budaya masyarakat, seperti di Indonesia yang mendasarkan pada budaya lisan, sehingga kebiasaan yang dilakukan masyarakatnya adalah pertukaran informasi secara lisan. Dampak dari pertukaran informasi secara lisan ini sering menimbulkan penafsiran yang berbeda-beda karena penyampaian informasi secara lisan biasanya sangat sulit sesuai dengan aslinya. Ketidaksesuaian dengan sumber informasi disebabkan penambahan informasi yang diberikan oleh penyampai informasi yang sekaligus juga sebagai penerima informasi sebelumnya.
Kita harus mengakui, bahwa minat baca masyarakat Indonesia pada umumnya masih rendah. Dalam soal membaca, masyarakat kita kalah dibandingkan dengan masyarakat negara berkembang lainnya dan rendahnya pengunjung perpustakaan. Untuk mencari akar-akanya tidaklah sulit, karena sering didiskusikan, antara lain masih kuatnya budaya dengar dan budaya lisan, kondisi sosial dan ekonomi masyarakat belum menunjang minat baca, dan daya beli masyarakat yang masih rendah, serta kemajuan teknologi dan komunikasi terutama media elektronik dapat menjadi ancaman untuk pembinaan minat baca.
Memang secara teoritis ada hubungan positif antara minat baca (reading interest) dengan kebiasaan membaca (reading habit) dan kemampuan membaca (reading ability). Rendahnya minat baca masyarakat menjadikan kebiasaan membaca yang rendah, dan kebiasaan membaca yang rendah ini menjadikan kemampuan membaca rendah. Itulah yang sedang terjadi di masyarakat Indonesia sekarang ini. Membaca memang sulit bila dibandingkan dengan melihat atau mendengar. Membaca membutuhkan kemampuan untuk memahami rangkaian kalimat, kemudian menafsirkannya sendiri tanpa bantuan orang lain, dan tidak semua orang punya cukup kesabaran untuk melakukan hal semacam itu.
Terdapat kaitan erat antara perpustakaan, perbukuan, dan kebiasaan membaca masyarakat yang satu sama lain saling tunjang-menunjang. Perpustakaan tidak berfungsi apabila ketiadaan buku-buku atau masyarakatnya tidak mau membaca dan menggunakan perpustakaan. Buku-buku akan tetap berdebu tidak pernah dijamah bilamana perpustakaan atau masyarakat tidak mau membelinya. Masyarakat tidak akan gemar atau terbiasa membaca bilamana perpustakaan tidak terbina dan berkembang secara wajar. Buku-buku sulit didapat dan masih dianggap barang mewah karena harganya terlalu mahal, sehingga tidak tersebar luas ke masyarakat atau daerah pedesaan.
Upaya untuk menghidupkan minat baca dalam diri masyarakat bukanlah hal yang mudah. Kegiatan membaca belum merupakan unsur yang menjadi budaya masyarakat. Upaya untuk membelajarkan masyarakat melalui bahan-bahan bacaan mengalami hambatan. Tidak semua anggota masyarakat secara luas dapat dibelajarkan dengan kegiatan membaca. Membaca merupakan salah satu pilar dalam upaya pemerintah menjalankan program pembelajaran seumur hidup. Upaya pembelajaran seumur hidup mulai dirintis dengan mendekatkan bahan bacaan kepada masyarakat.
Usaha mendekatkan bahan bacaan kepada masyarakat ditunjukkan dengan dibangunnya perpustakaan desa, perpustakaan berbasis komunitas, rumah baca, rumah pintar, dan sebagainya. Akan tetapi, upaya itu menghadapi hambatan yang cukup berat. Hambatan yang membatasi kegiatan dan kegemaran membaca tersebut seperti kondisi masyarakat yang sangat beragam dari segi tingkat pendidikan, sosial ekonomi, serta sosial budaya, dan persepsi manusia terhadap pentingnya membaca dan dalam menyikapi bahan bacaan tertentu.
Kegiatan atau kegemaran membaca pada masyarakat di dewasa ini masih rendah karena masih banyak yang mementingkan budaya lisan daripada budaya baca dan tulis. Rendahnya minat membaca disebabkan oleh faktor ekonomi masyarakat dan persepsi masyarakat terhadap membaca kurang. Oleh karena itu, tugas pustakawan atau pengelola perpustakaan untuk bimbingan dan memberi dorongan pada masyarakatnya sedini mungkin dibiasakan untuk gemar membaca.
Dengan membaca, seseorang akan mendapat dan menambah informasi tentang ilmu pengetahuan dan teknologi serta kebudayaan yang berkembang dengan pesat. Membaca juga bisa membentuk sikap dan kepribadian seseorang serta pandangan hidup yang maju dan positif. Membaca akan menambah daya pikir manusia secara sistematis dan kritis, memberikan keterampilan dan kecakapan khusus, serta menumbuhkan sikap mental membangun demi meningkatkan kemajuan dan memperbaiki tingkat kehidupannya.
Aspek minat membaca meliputi kesenangan membaca, kesadaran akan manfaat membaca, frekuensi membaca, dan jumlah buku bacaan yang pernah dibaca. Minat baca bukanlah sesuatu yang lahir begitu saja pada diri seseorang. Akan tetapi, minat baca harus dipupuk dan dibina semenjak masih dini. Untuk membangkitkan minat baca masyarakat bisa dilakukan pembinaan minat baca. Pembinaan minat baca merupakan proses berkelanjutan untuk membantu individu agar minat bacanya tumbuh dan berkembang. Dengan demikian, tujuan umum pembinaan minat baca adalah mengembangkan minat baca masyarakat dan beberapa tujuan khusus yang dalam pencapaiannya perlu kerja sama dengan berbagai pihak yang terkait.
Pada dasarnya, pembinaan minat baca mempunyai tiga fungsi utama, yaitu sebagai sumber kegiatan, pedoman pelaksanaan kegiatan, dan tolok ukur atau parameter keberhasilan upaya menumbuhkembangkan minat baca. Selain itu, terdapat juga fungsi motivasi pada pembinaan minat baca yang lebih menekankan pada pemberian dorongan atau motivasi yang sifatnya datang dari lingkungan luar. Dalam hal ini, perpustakaan harus menstimulus dan memberi kesempatan kepada masyarakat untuk belajar. Oleh karena itu, motif yang ada pada diri seseorang perlu dibina sedini mungkin, dalam hal ini pustakawan harus dapat menstimulus agar motif untuk membaca yang ada pada diri seseorang dapat bekerja dengan efektif untuk mencapai suatu tujuan.
Perkembangan sistem pendidikan dewasa ini, dihadapkan kepada tuntutan dan kebutuhan masyarakat yang semakin kompleks. Untuk itu, adanya kebutuhan akan bahan-bahan pengajaran sangatlah berperan penting sebagai sarana untuk mencapai tujuan pendidikan secara optimal. Keterampilan dan kemampuan membaca merupakan salah satu langkah yang penting untuk menuju wawasan penguasaan ilmu pengetahuan. Namun demikian, kemampuan membaca harus disertai dengan hasrat atau minat baca.
Minat baca akan timbul apabila adanya curiousity atau keingintahuan yang kuat pada diri seseorang untuk melakukannya. Oleh karena itu, perpustakaan, taman baca, dan sejenisnya harus menyediakan bahan pustaka yang sesuai dengan minat dan kebutuhan pemakai, pelayanan yang baik dari pustakawan, situasi, dan lingkungan perpustakaan yang kondusif merupakan motivator bagi masyarakat untuk mau memanfaatkan perpustakaan sebagai lingkungan belajar dan hiburan.
Motivasi erat hubungannya dengan kebutuhan serta dorongan yang terdapat dalam diri seseorang atau manusia. Manusia akan terdorong untuk melakukan sesuatu bila dirasakan kebutuhan yang ada pada dirinya belum terpenuhi (menuntut kebutuhan), misalnya dorongan seseorang untuk belajar adalah untuk mendapatkan pengetahuan, keterampilan, dan kecakapan.Motivasi merupakan daya yang dapat merangsang atau mendorong manusia untuk mengadakan kegiatan dalam memenuhi kebutuhan guna mencapai tujuan yang diharapkan. Motif dan motivasi berkaitan erat dengan penghayatan suatu kebutuhan, berperilaku tertentu untuk mencapai tujuan. Motif menghasilkan mobilisasi energi (semangat) dan menguatkan perilaku seseorang.
Ketidakpedulian kita akan aktivitas membaca boleh jadi akibat dari kondisi masyarakat kita yang pergerakannya melompat dari keadaan praliterer ke dalam masa pascaliterer, tanpa melalui masa literer. Artinya, dari kondisi masyarakat yang tidak pernah membaca akibat tidak terbiasa dengan budaya menulis (terbiasa dengan budaya lisan) ke dalam bentuk masyarakat yang tidak hendak membaca seiring masuknya teknologi telekomunikasi, informatika, dan broadcasting. Akibatnya, masyarakat kita lebih senang menonton televisi daripada membaca.
Kondisi ini diperburuk dengan semakin tidak pedulinya orangtua akan aktivitas membaca. Semakin banyak keluarga yang kedua orangtuanya sibuk bekerja sehingga mereka tidak lagi mempunyai cukup waktu dan energi untuk mendekatkan anaknya dengan buku, lewat mendongeng misalnya. Seperti halnya kegiatan pembelajaran yang lain, upaya menumbuhkan minat baca juga akan lebih mudah dan efektif apabila dilakukan sejak dini atau sejak kanak-kanak. Ini artinya, orangtua sangat dituntut keikutsertaannya. Orangtua harus memastikan bahwa kecintaan akan membaca adalah tujuan pendidikan yang terpenting bagi anaknya.
Ada beberapa faktor yang menyebabkan kurangnya minat baca masyarakat, seperti: Pertama, faktor ekonomi; Kedua, sikap budaya masyarakat Indonesia yang sangat cepat merasa puas terhadap sesuatu; Ketiga, faktor tradisi masyarakat dalam menyampaikan informasi selalu menggunakan budaya lisan; Keempat, sarana yang kurang; Kelima, perkembangan teknologi yang sangat pesat; Keenam, sarana membaca yang diberikan pemerintah sangat kurang, baik dalam hal koleksi maupun sistem pelayanan; Ketujuh; kurangnya tindakan hukum yang tegas, meskipun sudah ada undang-undang hak cipta terhadap pembajakan buku yang merajalela; Kedelapan; kurangnya penghargaan yang memadai dan adil terhadap kegiatan atau kerativitas yang berkaitan dengan perbukuan; Kesembilan; kurangnya keteladanan orangtua dalam pemanfaatan waktu senggang.
Pemasyarakatan perpustakaan atau disebut juga promosi perpustakaan adalah usaha-usaha yang dilakukan untuk memberikan dorongan, penggalakan atau bantuan memajukan perpustakaan. Pemasyarakatan perpustakaan merupakan suatu upaya untuk memperkenalkan, memberi pengertian, dan memberi dorongan kepada masyarakat untuk meningkatkan pemanfaatan perpustakaan melalui kekayaan koleksi yang ada di dalamnya. Pemasyarakatan perpustakaan perlu dilakukan, karena perpustakaan didirikan untuk melayani semua lapisan masyarakat yang membutuhkan informasi dengan tanpa mengenal perbedaan usia, pendidikan ataupun strata sosial lainnya.
Pelayanan perpustakaan pedesaan maupun taman baca masyarakat dalam membantu dan memberikan guidance kepada para pengunjung atau masyarakat yang dilayani oleh perpustakaan. Pelayanan bertujuan untuk mengembangkan minat dan selera dalam membaca, terampil dalam menyeleksi buku, menggunakan, dan mampu mengevaluasi materi bacaan dan memiliki kebiasaan efektif dalam membaca informasi serta memiliki kesenangan membaca. Tingkat kemampuan membaca sangat bervariasi dan sangat bergantung pada minat dan kesanggupan masyarakat pemakai perpustakaan. Oleh karena itu, petunjuk-petunjuk untuk perkembangan kemampuan membaca adalah faktor yang sangat dominan.
Sejak learning by doing digalakkan, users diberikan kesempatan untuk menyeleksi dan membandingkan materi bacaan dalam rangka mengembangkan kebiasaan membaca yang efektif. Membaca memiliki nilai, sepanjang ia mampu memahami apa yang tercetak pada buku dan hubungannya dengan menafsirkan. Fungsi utama bimbingan membaca adalah menolong pemakai untuk menafsirkan apa yang dibacanya dan bagaimana reaksinya terhadap bacaan tersebut. Pengguna harus didorong dan dibimbing dalam mengekspresikan reaksi mereka terhadap apa yang dibacanya dan diberi kebebasan untuk memilih pengertian dari ekspresinya sendiri.
Upaya menghidupkan minat baca dalam diri masyarakat pedesaan bisa dilakukan dengan pembelajaran atau membaca dengan metode bermain, berimajinasi dan self-discovery. Dengan cara ini, bisa membantu mereka dalam menyerap apa yang dipelajari atau dibaca dengan baik dan menyenangkan, sehingga mereka membaca dengan menyenangkan tanpa rasa stres. Terdapat pula biblioterapi pada kegiatan membaca buku. Biblioterapi adalah pengobatan atau terapi melalui membaca buku yang biasanya ditentukan oleh pustakawan referensi maupun tenaga perpustakaan yang dilakukan setelah diagnosis tentang penyebab masalah pemakai perpustakaan. Biblioterapi identik dengan proses identifikasi dilakukan untuk mencari buku yang relevan dengan katarsis psikologi pembaca. Metode biblioterapi ini dipakai untuk membimbing dalam pemecahan masalah pribadi lewat pembacaan yang terarah.
Pada perpustakaan, sifat pelayanan reader’s advisory work berupa tutorial, advising dan guiding yang bertujuan untuk memperkuat kecakapan dan keterampilan seseorang, memungkinkan melakukan pemilihan bacaan secara bijaksana, dan dapat menganalisis problema yang dihadapi seseorang di dalam masyarakat. Termasuk ke dalam jenis pelayanan ini, antara lain pembuatan label-label atau etiket-etiket yang menunjukkan kepada para pengunjung perpustakaan tentang penggolongan bidang-bidang ilmu pengetahuan di perpustakaan tersebut, membantu para pembaca dalam memperluas minat membacanya, memperbaiki mutu membaca (reading skill), mengadakan pameran buku-buku baru yang akan menarik perhatian para pengunjung perpustakaan, mengadakan perkumpulan-perkumpulan membaca dan diskusi buku. Bentuk-bentuk pelayanan dan tahapan yang akan diberikan bergantung sepenuhnya pada beberapa faktor, yakni tenaga yang tersedia di perpustakaan yang bersangkutan, kekuatan koleksinya, fasilitas yang ada pada perpustakaan tersebut, dan faktor geografisnya.
Pada era digital atau era informasi seperti ini, keterampilan utama yang harus dimiliki masyarakat sebagai modal dalam mengurangi hidup pada abad ke-21 adalah literasi informasi. Literasi informasi berhubungan dengan pertumbuhan informasi yang tidak terkendali dan kodifikasi terhadap informasi tersebut. Setiap akses informasi akan berurusan dengan banyaknya informasi, keaslian informasi, akurasi informasi, etika, keandalan, dan penerapannya yang menimbulkan tantangan tersendiri bagi masyarakat. Pendidikan harus mampu membekali orang-orang di setiap desanya dengan kemampuan tesebut dan memiliki komitmen memberdayakan agar mampu berpartisipasi secara efektif di dalam masyarakatnya.
Literasi informasi merupakan keterampilan yang diperoleh untuk mempelajari, menyintesis, mempraktikkan, dan menerapkan. Individu yang mampu mengumpulkan, memahami, dan menganalisis secara krisis informasi diberdayakan untuk bertanggungjawab menjadi masyarakat demokratis. Orang yang literasi informasi adalah mengenali kebutuhan informasi, menentukan sejauh mana informasi yang dibutuhkan, mengakses informasi secara efisien, kritis mengevaluasi informasi dan sumber-sumber, mengklasifikasi, menyimpan, serta manipulasi informasi, memasukkan informasi terpilih ke dalam basis pengetahuan mereka, menggunakan informasi secara efektif untuk belajar, menciptakan pengetahuan baru, memecahkan masalah dan membuat keputusan, mengerti masalah hukum, sosial, politik, dan budaya dalam penggunaan informasi, mengakses dan menggunakan informasi secara etis dan legal, menggunakan informasi dan pengetahuan untuk kewarganegaraan partisipatif dan tanggung jawab sosial, serta pengalaman literasi informasi sebagai bagian dari belajar mandiri dan belajar seumur hidup.
Pengembangan pendidikan literasi informasi merupakan fokus strategis perpustakaan. Peran utama perpustakaan dalam melaksanakan dan mengembangkan inisiatif mempromosikan literasi informasi sebagai salah satu set keterampilan kunci untuk belajar sepanjang hayat. Perpustakaan bertujuan mendorong model pendidikan literasi informasi dalam penilaian pendidikan dan evaluasi hasil belajar masyarakat serta perilaku pencarian informasi yang efektif. Perencanaan strategis itu dilakukan untuk mencapai tujuan dalam jangka waktu tertentu sesuai dengan kebutuhan. Rencana strategis berfokus pada pertumbuhan dan perkembangan pendidikan, belajar dan mengajar, penelitian, dan keterlibatan lingkungan, internasionalisasi, dukungan peserta didik, staf, serta keberlanjutan pendidikan. Tujuan ini dibingkai dalam misi perpustakaan yang menjadi katalisator utama untuk kemajuan ekonomi, budaya, serta pendidikan yang inovatif dan keberlanjutan.
Perkembangan ilmu pengetahuan yang didukung oleh teknologi informasi dan komunikasi berdampak luar biasa dalam kehidupan manusia dengan terjadinya ledakan informasi. Pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi dalam mencipta, memproses, mengolah, menyimpan, dan menyebarluaskan informasi muncul dalam berbagai bentuk, seperti media cetak, terekam, serta terpasang (online). Dalam hal ini, tentunya diperlukan pendidikan pemakai dalam literasi informasi. Pendidikan pemakai adalah sarana yang tepat untuk membimbing pemakai perpustakaan untuk mengenalkan perpustakaan dan menggunakan sumber daya informasi yang terkandung di dalamnya. Secara sederhana, pendidikan pemakai adalah salah satu kegiatan jasa pemanduan dari perpustakaan yang memberikan suatu ilmu keterampilan dan tata cara untuk menggunakan perpustakaan, sehingga pemakai dapat lebih mengoptimalkan penggunakaan jasa perpustakaan dengan cepat dan tepat.
Seperti yang terjadi di pedesaan sekitar kita, literasi itu masih dikatakan masih sangat rendah dalam hal membaca. Contoh sederhana saja dalam membaca suatu informasi yang ada di media, baik tercetak maupun sistem digital mereka masih saja malas membaca. Sudah jelas di media tersebut diberi keterangan yang sangat lengkap, mereka masih menanyakan tentang suatu hal yang tidak perlu ditanyakan, karena penjelasan informasi yang tersebut sudah sangat jelas. Mereka bukan tidak bisa membaca, tetapi malas membaca. Dalam hal ini, sudah sangat jelas di negara Indonesia dikategorikan budaya membacanya sangat rendah. Mereka lebih tertarik pada media audio visual dibandingkan membaca secara langsung. Dengan demikian, tidak bisa dibiarkan begitu saja agar mereka tidak buta tentang informasi yang ada. Hadirnya perpustakaan, baik perpustakaan desa, taman baca masyarakat, perpustakaan sekolah, perpustakaan daerah, perpustakaan nasional maupun perpustakaan lainnya mempunyai pengaruh besar terhadap kehidupan masyarakat terutama dalam membaca. Promosi perpustakaan dilakukan untuk dapat menanamkan pengertian dan memberikan bimbingan serta motivasi untuk menimbulkan hasrat dan mengarahkan masyarakat agar mereka mau belajar dan memanfaatkan kekayaan dan jasa-jasa yang diberikan perpustakaan.
Pendidikan pemakai perpustakaan diperlukan sehubungan dengan perkembangan perpustakaan. Pendidikan pemakai merupakan salah satu program kegiatan perpustakaan yang dapat dilakukan secara formal dan nonformal. Kegiatan formal dengan cara memberikan orientasi secara bertahap muka langsung dengan calon pemakai perpustakaan. Pemberian materi bisa dilakukan di ruang kelas atau pengarahan di lokasi perpustakaan. Pendidikan pemakai bertujuan untuk memberikan pembekalan kepada user sehingga user menjadi pencari informasi yang mandiri. Pendidikan pemakai juga bertujuan untuk mengoptimalkan pemakai memanfaatkan fasilitas perpustakaan, baik pemanfaatan gedung maupun koleksi pustaka.
Seperti yang pernah saya lakukan kepada pemakai perpustakaan, awalnya mereka berkunjung ke perpustakaan dengan beralasan hanya untuk bersantai ria, melepas penat, ada juga yang membaca buku sedikit tetapi bukunya ditutup lagi karena disampingnya tidak lepas dengan yang namanya handphone. Saya perhatikan satu demi satu diantara mereka, mengampiri mereka dengan mengajak sedikit berbincang-bincang. Dengan perbincangan itu diselipkan pula untuk mengajak mereka membaca apa yang mereka sukai. Mereka bebas memilih apa yang diinginkan dengan menunjukan apa yang sebenarnya mereka butuhkan. Menunjukkan koleksi buku yang masih hangat-hangatnya alias baru datang, mereka tertarik tentang itu. Dan akhirnya, secara perlaha mereka mulai tertarik dengan yang namanya membaca. Tidak lupa pula dengan memberikan mereka bimbingan literasi informasi yang juga sudah ada di media digital. Survei telah membuktikan, masih banyak juga mereka yang tertarik untuk membaca buku secara tercetak dibandingkan non cetak alias digital.
Sebenarnya literasi di negara Indonesia kita ini bisa ditanggulangi dengan adanya bimbingan yang baik, menyenangkan, memberikan pengertian dan perhatian yang membuat mereka tertarik untuk membaca buku. Bimbingan tersebut juga harus disediakan fasilitas yang lengkap dan menyenangka, buku yang tersedia bervariasi baik untuk usia dini maupun berusia lanjut. Ada dukungan dari dalam maupun luar dalam menerapkan literasi informasi terutama dalam membaca sangat penting dalam kehidupan sehari-hari. Dengan demikian, secara perlahan literasi masyarakat pedesaan akan hidup dan bangkit lagi.
Banyak kalangan, termasuk para ahli komunikasi, meyakini bahwa peradaban masa depan adalah masyarakat informasi, yaitu peradaban saat informasi sudah menjadi komoditas utama serta interaksi antaramanusia sudah berbasis teknologi informasi dan dipublikasikan dengan mudah. Di sisi lain, kemudahan ini membuat masyarakat mengalami kebingungan dalam memilih informasi mana yang dapat dipercaya atau siapa sumber yang layak dikutip. Masyarakat informasi juga memunculkan adanya kekhawatiran akan pemanfaatan informasi itu sendiri. Informasi buka lagi sebatas kata-kata atau kalimat. Teknologi informasi yang berkembang demikian pesat telah menjadikan masyarakat sebagai konsumen yang rakus informasi. Dan dapat dipastikan, bahwa sebagian warga masyarakat di dunia ini telah tersentuh oleh teknologi informasi. Radio, telepon, faksimile, televisi, dan internet merupakan media yang jamak sekali ditemukan di tengah-tengah masyarakat desa ataupun kota. Yang dapat dan harus dilakukan adalah meningkatkan literasi masyarakat dengan mendidik berpikir kritis terhadap informasi yang diterima.
Dengan tersedianya informasi melalui perpustakaan, organisasi, media, internet, dan sumber-sumber lainnya, hal itu menjadi tantangan bagi pencari informasi bagaimana memahami dan mengevaluasi informasi yang dibutuhkan. Meningkatnya jumlah informasi tidak secara otomatis akan menciptakan masyarakat yang mempunyai kemampuan menggunakan informasi secara pembelajar sepanjang hanyat. Kemampuan literasi informasi dapat digunakan oleh semua bidang, lingkungan belajar, dan tingkatan pendidikan.
Pada hakikatnya, literasi informasi adalah upaya membantu masyarakat pedesaan dan memberikan fasilitas untuk mengembangkan potensi diri melalui belajar mandiri da mendorong agar terwujudnya masyarakat belajar dalam wahana pembelajaran sepanjang hanyat. Untuk mendukung upaya tersebut, proses pembelajaran dalam literasi informasi melibatkan perpustakaan dalam memberikan dasar keterampilan informasi untuk belajar sepanjang hanyat. Perpustakaan memberikan bekal pengalaman kepada pemakai berinteraksi sumber daya informasi.
Informasi yang tepat kepada orang yang tepat pada waktu yang tepat adalah kunci sukses bagi setiap orang. Sebuah perpustakaan berlatih literasi informasi dapat berhasil mengaktifkan kemudahan akses ke sumber informasi dalam semua format. Kemudahan akses informasi diselenggarakan pada saat menerima tanggung jawab atas ketepatan dan relevansi, mengidentifikasi dan memperoleh bahan yang paling sesuai, serta mengatur bahan-bahan dengan cara yang mudah diakses. Kecepatan pembaca mengkases dan memanfaatkan sumber daya informasi yang relevan secara efektif dan meningkatkan tingkat literasi informasi. Keterampilan literasi informasi memungkingkan perpustakaan dan profesional informasi membuat, mengembagkan, dan mengelola perpustakaan atau unit informasi yang memenuhi kebutuhan spesifik informasi.
Referensi:
- Septiyantono, Tri. 2016. Literasi Informasi. Tangerang Selatan: Universitas Terbuka.
- Sudarsana, Undang. 2014. Pembinaan Minat Baca. Tangerang Selatan: Universitas Terbuka.
- Sebagian isi dari tulisan esai ini adalah ide atau pendapat pribadi penulis.
BIOGRAFI
“Membaca dan Menulis”
Dua kata yang tidak dapat terpisahkan.
Setiap kata pada kalimat yang kubaca, saat itulah diriku ikut menggerakkan jariku merangkai kata
untuk menulis dengan diiringi alunan dari hati dan pikiranku yang aku tuang ke dalamnya.
Kepadamu buku, aku berterima kasih karena tanpa hadirnya dirimu aku tidak bisa menggerakkan diriku yang awalnya tidak tahu sama sekali tentang dunia menulis, sekarang aku menyukainya setiap waktu.
Nama : Ayu Azima, S.I.Pust.
Tempat, Tgl lahir : Semparuk, 08 Agustus 1994
Domisili : Dusun Semparuk Lorong, Jln. Berdikari, RT026/RW009 Kec. Semparuk, Kab. Sambas Kalimantan Barat
Pendidikan Terakhir : S1 – Ilmu Perpustakaan
Pengalaman Organisasi/ Jabatan: Pustakawan Perpustakaan Sekolah
Karya/Prestasi : Pentigraf (Cerpen Tiga Paragraf), Cerpen, Puisi.
Wa : 085348432499
Email : [email protected]
Fb : Ayma Yu Ma
Ig : Ayma_Yuma