Generasi muda merupakan salah satu potensi negara sebagai aset dalam kemajuan bangsa. Peran pemuda sangat penting untuk berkontribusi langsung dalam pembangunan dan mempertahankan ideologi bangsa. Pada era masa kini peran generasi muda sangat berpengaruh terhadap bangsanya. Baik itu dalam ruang lingkup ilmu pengetahuan, pendidikan, kemajuan IPTEK, di bidang ekonomi dan sebagainya. Jika moral insan generasi muda memiliki pola pikir yang positif, akan lebih mudah untuk menemukan penemuan-penemuan baru yang akan membesarkan nama bangsa di belahan dunia. Maka peran pemuda harus bisa membawa bangsa ini ke dalam arah perubahan yang lebih baik. Generasi muda harus mempunyai karakter yang kuat untuk membangun bangsa dan negaranya. Memiliki kepribadian tinggi, semangat nasionalisme, mampu memahami pengetahuan dan teknologi.
Peran generasi muda harus memiliki fungsi sebagai Agent of change, Moral force and Social control sebagai fungsi tersebut dapat berguna bagi masyarakatnya. Pemikiran yang kreatif, inovatif, memiliki sikap idealisme yang baik dan berkontribusi besar dalam perubahan sosial dan secara kuantitatif. Pemuda akan lebih bersifat kreatif untuk melakukan pergerakan ketika kondisi atau suasana disekitar lingkungannya mengalami suatu masalah. Dalam upaya mewujudkan cita-cita bangsa mengharapkan peranan pemuda dapat menjadi karakteristik yang baik bagi bangsanya. Untuk mencapai kondisi yang baik generasi muda harus mempunyai jati diri yang sesuai dengan nilai-nilai luhur bangsa. Dalam situasi yang senantiasa tumbuh dan berkembang di era masa ini, menuntut unuk berperan aktif pemuda sebagai kekuatan moral, kontrol sosial, dan agen perubahan dalam segala aspek pembangunan nasional.
Masa era globalisasi ini dapat dipungkiri bahwa masyarakat kita masih ada suatu problem yang cukup mengkhawatirkan dan cukup membutuhkan perhatian penanganan yang lebih baik. Seperti contoh, kurangnya minat baca atau budaya literasi yang rendah di sebagian beberapa daerah masyarakat kita. Sehingga masyarakat tersebut mengalami keterbatasan dalam membaca, menulis dan sulit untuk menerima informasi-informasi terbaru dengan cepat dan tepat dari berbagai sumber. Dapat dilihat dalam tingkat literasi masyarakat Indonesia yang masih buruk, khususnya di daerah pedesaan terpencil.
Hasil Programme for International Students Assessment (PISA( tahun 2018. Menunjukkan bahwa 70% siswa di Indonesia memiliki kemampuan baca yang rendah (dibawah level 2 dalam skala PISA(. Artinya, mereka bahkan tidak mampu sekedar menemukan gagasan utama maupun informasi penting di dalam suatu teks pendek. Hal ini di perparah dengan angka minat baca di Indonesia yang juga relatif rendah. Pada tahun 2018, sebuah survei dan Badan Pusat Statistik (BPS( menunjukkan bahwa presentase penduduk di atas usia 10 tahun yang membaca surat kabar atau majalah hanya 14,92%. Angka ini lebih rendah dari presentase 15 tahun sebelumnnya yaitu, sebesar 23,70%.
Program pemerintah dari kebijakan wajib belajar sembilan tahun pada masa era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono hingga kempanye Gerakan Literasi Nasional yang digagas Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sejak tahun 2016. Program pemerintah tersebut terhambat oleh akibat terbatasnya akses ke perpustakaan dan buku bacaan yang berkualitas baik. Kekurangan perpustakaan ini terdiri di antaranya dari perpustakaan umum (baru 26% dari kebutuhan 91.000( dan perpustakaan sekolah (baru 42% dari kebutuhan 287,000). Minimnya akses terhadap perpustakaan juga terasa hingga level kecamatan. Dari total keseluruhan 7.09 Perpustakaan Kecamatan di seluruh Indonesia, baru terpenuhi sekitar 6% atau 600 perpustakaan yang letaknya masih terpusat di daerah pulau Jawa. Hal ini yang menyebabkan akses masyarakat terhadap perpustakaan dan buku di daerah luar Jawa yang masih relatif rendah.
Skor berdasarkan Indeks Aktivitas Literasi Membaca tahun 2019 keluaran Kemendikbud. Terkait akses ke perpustakaan maupun bacaan buku di daerah luar Jawa, seperti provinsi Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Barat, Aceh, dan Papua masih berkisar kurang dari 20. Nilai ini kalah jauh dari Yogyakarta (47, 11( dan Jakarta (46, 46(. Masalahnya minimnya jumlah perpustakaan juga di perparah dengan sedikitnya jumlah buku bacaan yang berkualitas. Di Kalimantan Utara, meskipun 80% anak mengaku suka membaca, namun bahan bacaan mereka didominasi oleh buku pelajaran (67%(. Hanya sedikit dari mereka yang membaca buku cerita (13%( atau buku pengetahuan umum (2%(.
Rendahnya minat budaya literasi di Indonesia disebabkan oleh masyarakat awam yang kurang sadar betapa pentingnya manfaat dari membaca. Berikut adalah beberapa yang dapat menyebabkan kurangnya minat baca atau minat budaya literasi di wilayah pedesaan yang tertinggal:
- Sarana membaca yang minim. Sistem inventariasi perpustakaan yang membutuhkan waktu yang lama, seringkali menjadi penyebab buku baru tidak bisa segera dipinjamkan. Selain itu, sistem pengadaan buku yang tidak di tangani oleh orang-orang yang kurang berkompeten di bidang tersebut, membuat koleksi perpustakaan kurang maksimal di beberapa tempat. Ketersediaan buku-buku berkualitas yang minim juga termasuk salah satu penyebab orang malas membaca.
- Kurang motivasi untuk membaca. Terkadang, beberapa orang merasa tidak mengerti manfaat membaca sehingga tidak tertarik untuk melakukannya. Membaca membutuhkan waktu dan tidak bisa dipelajari dengan instan bagi masyarakat yang baru mengenal huruf.
- Kurangnya persediaan buku dan harga buku yang kurang terjangkau. Di wilayah pedesaan terpencil sebagian masyarakat kebanyakan mengeluhkan persoalan harga buku tersebut. Mereka pasti mempunyai statment “ daripada membeli buku yang mahal, lebih baik dipergunakan untuk kebutuhan yang lain”.
- Faktor lingkungan masyarakat. Faktor ini dapat dilihat dari kebiasaan masyarakatnya itu sendiri. Biasanya mereka terpaut dan terpatok dengan budaya dan istiadat setempat. Dengan mengandalkan petuah dari nenek moyang mereka. Bahwa mereka lebih senang mendengar ataupun berbicara daripada membaca. Masyarakat tersebut dalam memberitakan sesuatu termasuk cerita-cerita terdahulu lebih mengandalkan budaya tutur daripada tulisan.
Saat inilah peran generasi muda untuk ikut berkontribusi langsung dalam bidang upaya pemberdayaan budaya literasi di wilayah pedesaan. Jika tidak ada yang memulai sesuatu akan dipastikan tidak akan ada perubahan satupun yang akan terjadi kedepannya, dan masyarakat terbelenggu dalam keterbatasan dalam membaca dan menulis. Pemuda harus berpikir bagaimana caranya agar masyarakat di wilayah pedesaan yang minim budaya literasi dapat diatasi dengan baik dan benar, serta dapat diterima dengan baik oleh masyarakatnya sendiri.
Berikut beberapa manfaat yang dihasilkan jika berhasil dalam memberdayakan budaya literasi di wilayah pedesaan tersebut:
- Tingkat pendidikan dan kualitas pendidikannya akan membaik. Karena kualitas pendidikan yang baik dapat dilihat dari dasar pengetahuan dan kemampuan membaca dan menulisnya.
- Masyarakat akan mudah dalam mendapatkan informasi yang di dapatkan dari media cetak. Seperti koran, majalah, poster, dan lain sebagainya.
- Menambah wawasan dan pengetahuan yang di dapatkan ketika membaca buku. Serta mampu mengubah pola pikir yang baik dan meluas.
Pemuda merupakan tokoh utama yang berperan sebagai penggerak dan hasilnya literasi masyarakat akan meningkat seiring dengan kesadaran yang dihasilkan. Dengan bertambahnya wawasan dan pengetahuan warga pedesaan akan menciptakan partisipasi masyarakat dalam pembangunan kampung dalam segala bidang. Memajukan literasi demi mewujudkan tujuan pemerataan pendidikan di kalangan masyarakat desa.
Budaya literasi berperan dapat mengubah masyarakat yang tinggal di daerah tertinggal dengan akses pendidikan rendah, menjadi masyarakat yang beruntung karena tinggal di desa dengan akses literasi yang tinggi dimana pemuda itu sendiri berperan sebagai penggerak budaya literasi. Atas kesadaran peran pemuda dalam menggerakkan budaya literasi di wilayah pedesaaan tertinggal maka dapat memberikan dampak baik di lingkungannya. Sesuai dengan tujuannya untuk meningkatkan kualitas mutu pendidikan dan wawasan di daerah pedesaan yang tertertinggal tersebut.
Pemuda harus menerapkan beberapa sistem cara agar kegiatan ini bisa dilaksanakan dengan baik, dan dapat diterima oleh masyarakatnya. Pemuda harus melakukan sosialisasi secara berkala kepada masyarakat dan membuat suatu anggota organisasi kampung literasi. Kegiatan ini berupa kampanye dan penjaringan anggota yang akan mendapatkan layanan ke rumah-rumah warga. Memberikan sosialisasi dan suatu pembinaan masyarakat agar ikut dan bergabung dalam kegiatan untuk meningkatkan budaya literasi tersebut.
Apabila langkah pertama tersebut terlaksana, maka para penggerak ini harus mengembangkan layanan literasi berupa memfasilitasi seperti buku-buku dan barang-barang penunjang lainnya seperti memberikan bantuan lemari buku, meja baca, kursi untuk kelengkapan perpustakaan desa. Memberikan bimbingan dan pendampingan tentang budaya litersi yang sangat begitu penting dalam berlangsungnya kehidupan sehari-hari. Strategi dalam memberikan pelatihan-pelatihan dan pembinaan masyarakat di bidang literasi tersebut dapat dilakukan dengan memberikan pelatihan dan pendampingan membaca, menulis, mengenalkan huruf-huruf dasar, serta mampu untuk membedah buku. Terakhir memberikan dukungan penuh untuk masyarakatnya dari pemerintah setempat dan membutuhkan bantuan dana untuk dapat merealisasikan beberapa kebutuhan yang dibutuhkan untuk mendirikan perpustakaan desa tersebut.
Generasi muda memiliki potensi untuk memimpin pembangunan di wilayah pedesaan yang tertinggal. Mereka mampu menjadi energi keberlanjutan pembangunan desa dengan pemikiran-pemikiran yang kreatif, dan inovatif. Aktivitas generasi muda sangat akrab dengan kecepatan informasi dan perkembangan teknologi. Hal ini dipercaya menjadi modal besar bagi generasi muda untuk tidak lagi acuh terhadap pembangunan desa. Dengan cara meningkatkan kualitas mutu pendidikan di suatu daerah yang tertinggal dalam pemahaman dan penerapan buadaya literasi yang minim. Serta mampu meningkat kan cara pola pikir masyarakat menjadi memiliki pola pikir yang dinamis dan berwawasan luas.
Selain peran pemuda sangat dibutuhkan, tetapi pemerintah juga sangat dibutuhkan untuk menunjang kegiatan ini. Pemerintah harus ikut dalam mensosialisasi masyarakatnya. Pemuda pemudi Indonesia harus peka dan melek terhadap kondisi yang terjadi di suatu daerah yang mengalami keterbatasan. Serta tanggap dan turun tangan langsung dalam upaya pemberdayaan budaya literasi di wiliyah pedesaan yang tertinggal.
Referensi:
- https://disperkimta.bulelengkap.go.id/artikel/generasi-muda-masa-depan-bangsa-38
- https://theconversation.com/kurangnya-perpustakaan-danbacaan-berkualitas-sebabkan-indonesia-darurat-literasi-14557
- https://indonesiavelopmentforum.com/2019/knowledge-center/detai/4711-pemuda-desa-penggerak-literasi-di-kampung-baca-temugiring?1611303246
- https://selayarnews.com/18/04/2017/kurangnya-minat-baca-dan-belajar-perpustakaan-daerah-kep-selayar/amp/
BIODATA PENULIS
Nama : Intan Nur’Ainiyah
Tempat, tanggal lahir : Sidoarjo, 22 Oktober 2002
Pendidikan : SMA AVISENA Kedung Cangkring, Jabon, Sidoarjo
(Kelas 12 IPS 1(
Pengalaman Organisasi:
- OSIS SMA Avisena
- SMP: Paskibraka SMPN 1 JABON
Karya esai :
- Proposional dalam pendemi atau mengorbankan ham
- Pemuda agent of change perekonomian di era new normal menuju indonesia emas 2045
- Segudang impian untuk ciptakan peluang generasi muda berkualitas
Prestasi:
- Smp: juara 3 utama lomba lkbb paskibraka se-jawa timur yang diselenggarakan oleh sman 2 sidoarjo
- Juara 2 utama lomba olimpiade sejarah (mading( se-jawa timur yang diselenggarakan oleh kampus stkip pgri sidoarjo
- 10 essay terbaik nasional yang diselenggarakan oleh universitas gadja mada yogyakarta
- Peringkat 3 pararel ips kelas 10,11 semester 1 dan semester 2
Kontak person:
Wa: 085748283733
E-mail: [email protected]
Instagram: @intan.nnr