Bilik Pustaka

Pojok Baca di Ujung Desa

Perkembangan teknologi saat ini, memacu kita untuk bisa mengikuti setiap perkembangan yang tidak bisa kita acuhkan. Teknologi sangat pesat perkembangannya dan setiap saat mengalami perubahan. Perubahan-perubahan inilah perlu kita sikapi, jika tidak kita akan tertinggal dalam perkembangannya dan kita akan menjadi tidak mampu untuk bersaing dengan negara-negara yang telah lebih dahulu mengembangkan teknologi yang canggih.

Negara kita harus bisa terbuka menerima perkembangan teknologi. Karena teknologi tidak akan pernah berhenti dalam pengembangannya. Jika kita bisa terbuka dalam menyikapi perkembangan teknologi senantiasa kita akan terbiasa untuk bisa menerima dan melakukan pembaharuan untuk bisa ikut terlibat dalam perkembangan teknologi. Apabila kita punya pemikiran seperti itu, maka negara kita akan berkembang ke arah yang lebih baik. Situasi seperti ini perlu kita tanamkan sejak dini, untuk memupuk rasa semangat berjuang dalam mengembangkan teknologi yang nantinya bisa di aktualisasikan untuk kepentingan bersama.

Salah satu cara untuk meningkatkan perkembangan teknologi adalah dengan pendidikan. Pendidikan merupakan jembatan yang bisa menghubungkan pola pikir manusia dengan jalan perkembangan teknologi. Dengan pendidikan juga bisa sebagai tangga untuk menggapai kesuksesan kita kedepan. Semua yang akan kita cita-citakan akan bisa kita wujudkan kedepan salah satunya dengan meningkatkan tingkatan pendidikan kita. Begitu pentingnya pendidikan bagi kita untuk bisa bersaing dengan perkembangan teknologi di negara lain. Pendidikan juga merupakan investasi dalam pengembangan sumber daya alam manusia, karena peningkatan kecakapan dan kemampuan diyakini sebagai faktor pendukung upaya manusia untuk meningkatkan kualitas hidupnya (dalam Sumaedi, 2015:1).

Jenjang pendidikan bisa berupa pendidikan formal maupun non formal. Pendidikan formal merupakan jalur pendidikan yang kita tempuh berdasarkan jenjang usia dan dilaksankan oleh lembaga-lembaga pendidikan yang resmi. Sebagai contoh pendidikan formal adalah seperti pendidikan PAUD, SD, SMP, SMA/SMK, maupun perguruan tinggi. Sedangkan pendidikn non formal berupa jenjang pendidikan yang dilakukan oleh komunitas-komunitas pemerhati pendidikan yang senantiasa bertujuan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia.

Pendidikan formal maupun non formal memiliki tujuan yang sama yaitu untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Program-program seperti ini perlu kita kembangkan dan menjadi perhatian khusus kita bersama agar dapat menjadi secerah harapan berupa sinar terang yang bisa menerangi semua lapisan masyarakat dan menjadi sebuah jalan menuju kesuksesan dan ketercapaian cita-cita luhur para pendiri bangsa ini.

Untuk menuju ketercapaiannya kemajuan dan keberhasilan dalam pendidikan, perlu adanya kerjasama dengan unsur-unsur pendidikan, dan pendukung pendidikan harus bersinergi dengan baik antara pemerintah, lembaga-lembaga pemerintah dan yang tidak kalah pentingnya adalah dengan masyarakat. Dengan adanya sinergi yang baik dari semua lapisan, maka akan lebih memudahkan kita untuk melaksanakan semua program-program yang kita rancang. Dan sebaliknya bila hubungan kita dengan semua lapisan buruk, maka ketercapaian yang kita rancang dari semua program akan sulit bisa diwujudkan. Untuk menghindari itu maka saling kerjasama antar lapisan perlu dipupuk dan dirawat agar bisa tumbuh dan berkembang dengan baik. Salah satu indikator ketercapaian keberhasilan pendidikan adalah peningkatan pengukuran tingkat literasi.

Menurut Direktorat Pembinaan Sekolah Dasar Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (2016:1), berdasarkan survei PISA (Programe for International Student Assesment) tahun 2009 menunjukkan peserta didik Indonesia berada pada peringkat ke-57 dengan skor 396 (skor rata-rata OECD 493), sedangkan PISA 2012 menunjukkan peserta didik Indonesia berada pada peringkat ke-64 dengan skor 396( skor rata-rata OECD 496) (OECD, 2013). Sebanyak 65 negara berpartisipasi dalam PISA 2009 dan 2012. Dari kedua hasil ini dapat dikatakan bahwa tingkat minat membaca siswa di Indonesia masih rendah dan belum mendukung mereka sebagai pembelajar sepanjang hayat.

Menindaklanjuti hasil survei di atas, Pemerintah khususnya yang menangani bidang pendidikan merefleksi dengan serius. Salah satu program yang diluncurkan Pemerintah adalah program GLS (gerakan literasi sekolah). Menurut Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (2016:1), GLS merupakan kemampuan mengakses , memahami, dan menggunakan sesuatu secara cerdas melalui berbagai aktivitas, antara lain membaca, melihat, menyimak, menulis, dan/atau berbicara. GLS juga merupakan sebuah upaya yang dilakukan secara menyeluruh untuk menjadikan sekolah sebagai organisasi pembelajaran yang warganya literat sepanjang hayat melalui pelibatan publik. Program seperti ini yang dirindukan untuk membenahi kualitas pendidikan kita khususnya dalam peningkatan tingkat kegemaran siswa dalam membaca yang nantinya menjadi seorang literat yang berprinsip belajar sepanjang hidupnya.

Program GLS (Gerakan Literasi Sekolah) yang diluncurkan pemerintah melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan perlu kita dukung dan sukseskan. Dengan apa kita bisa membantu program pemerintah ini? Sudah barang tentu banyak hal yang bisa lakukan untuk mensukseskan program ini, salah satunya adalah dengan ikut terlibat dalam pelaksanaannya dan pengawasan secara langsung program GLS di sekolah-sekolah sekitar tempat tinggal kita. Di samping itu kita juga bisa memberikan dan membantu secara nyata berupa memberikan sumbangan-sumbangan baik secara materi maupun non materi seperti menyumbangkan buku untuk lebih melengkapi sarana literasi di sekolah. Kerjasama dari semua pihak sangatlah diperlukan, jika hanya dibebankan kepada pemerintah maupun pihak sekolah saja akan sulit tercapai tanpa dukungan kita dari pihak masyarakat.

Mengacu pada hasil survei PISA yang diukur adalah siswa saja, rasanya tidak adil, jika tingkat literasi atau minat baca masyarakat tidak ikut kita survei juga. Menurut Puslitjak Dikbud dalam Statistik 70 Tahun Indonesia Merdeka, 2015 (2019:1) pemberantasan buta aksara turun cukup signifikan, dari 39,1 persen penduduk yang buta huruf di tahun 1971, menyusut menjadi 28,8 persen di tahun 1980, kemudian menurun lagi menjadi 15,9 persen di tahun 1990. Keberhasilan pemberantasan buta huruf juga dilanjutkan di era reformasi yang berhasil menekan angka buta aksara menjadi 10,1 persen di tahun 2000, 6,3 persen di tahun 2010, dan tersisa 4,4 persen pada tahun 2014.

Keberhasilan pemerintah memberantas buta aksara dan meluaskan akses pendidikan sayangnya belum diikuti dengan keberhasilan dalam menumbuhkan budaya baca masyarakat, sehingga tingkat literasi masyarakat Indonesia masih tergolong rendah (Puslitjak Dikbud, 2019:1-2). Menyikapi hal tersebut perlu kita melakukan pembenahan-pembenahan dalam segala bidang terutama untuk dapat meningkatkan minat baca masyarakat kita. Agar keberhasilan pemerintah dalam memberantas buta huruf dapat berimbas pula pada peningkatan minat baca masyarakat kita.

Memang tidak mudah untuk bisa mengubah pola pikir sebagian besar masyarakat Indonesia agar bisa menjadi seorang pribadi yang literat dan menjadi pembelajar sepanjang hayat. Namun hal tersebut bukanlah mustahil atau tidak mungkin diwujudkan. Perlu adanya usaha yang keras dan berkesinambungan dalam mewujudkan cita-cita mulia ini. Kerjasama pada setiap jenjang perlu disinergikan, jangan hanya membebankan pemerintah saja dalam mensukseskannya, tanpa ada dukungan dari lapisan masyarakat maka akan percuma program-program yang diluncurkan pemerintah akan terlaksana dengan baik.

Berdasarkan Permendesa PDTT No 11 tahun 2019 tentang Prioritas Penggunaan Dana Desa tahun 2020 Pasal 12 menyebutkan bahwa prioritas penggunaan Dana Desa untuk program dan kegiatan bidang pembangunan Desa dan pemberdayaan masyarakat. Menurut penulis program yang diluncurkan pemerintah pusat melalui Kementerian Desa ini bisa menjadi salah satu indikator untuk pembangunan di desa khususnya untuk pemberdayaan sumber daya manusia di tingkat desa. Melalui program Dana Desa dari pemerintah ini, penulis rasa bisa kita kembangkan salah satunya adalah untuk meningkatkan dan mengubah pola pikir masyarakat dari tingkat desa yaitu tentang masih rendahnya budaya membaca dari kalangan masyarakat. Pemanfaatan penggunaan program dana desa bisa dianggarkan sebagian untuk meningkatkan sumber daya manusia berupa membangun budaya masyarakat yang literat.

Penulis melalui tulisan ini mempunyai angan-angan untuk bisa bersinergi dengan pemerintah di tingkat desa untuk membuat program berupa GLTD (gerakan literasi tingkat desa). Adapun tujuan dari program ini adalah untuk bisa membantu pemerintah dalam mengatasi rendahnya minat baca di kalangan masyarakat Indonesia saat ini. Penulis yakin untuk menumbuhkan budaya minat baca dikalangan masyarakat bisa kita lakukan dari tingkatan paling bawah yaitu dari tingkat masyarakat desa. Dari pemerintah desa bisa memberikan motivasi dan inovasi kepada masyarakat terutama dalam lingkungan keluarga untuk mensosialisasikan pentingnya budaya membaca untuk meningkatkan sumber daya manusia.

Pemerintah desa harus bisa menyakinkan hati masyarakat bahwa dengan meningkatkan sumber daya manusia bisa nantinya meningkatkan taraf hidup masyarakat. Keyakinan ini harus terus dipupuk, dipelihara secara berkesinambungan di hati masyarakat, sehingga budaya literat bisa ditingkatkan. Menumbuhkan budaya literat memang perlu proses yang panjang, kesabaran, dan motivasi-motivasi positif yang berkesinambungan.

Sudah barang tentu menumbuhkan budaya literat di masyarakat tidak hanya sampai pada pemberian motivasi dan sosialisasi belaka. Perlu juga adanya pendanaan untuk mewujudkan ini. Karena progam GLTD (gerakan literasi tingkat desa) ini perlu adanya tempat atau fasilitas-fasilitas pendukung lainnya yaitu berupa buku-buku yang akan dijadikan pelengkap yang utama. Hal seperti ini perlu diperhitungkan secara matang agar bisa kita wujudkan kedepannya. Dalam program GLTD yang penulis canangkan ini nantinya akan memiliki program unggulan berupa inovasi penyediaan “Pojok Baca di Ujung Desa”. Program pojok baca di ujung desa ini merupakan rancangan berupa pembuatan ruang baca yang sederhana, nyaman, menarik yang akan ditempatkan di setiap titik-titik/tempat yang menjadi tempat seringnya masyarakat berkumpul, bercengkrama, maupun tempat pertemuan-pertemuan masyarakat yang ada di desa.

Program “Pojok Baca di Ujung Desa” bertujuan untuk lebih memudahkan masyarakat melakukan kegiatan literasi, lebih nyaman, menarik, menyenangkan dan barang tentu untuk bisa menumbuhkan budaya membaca masyarakat. Adapun program ini juga dapat lebih memotivasi masyarakat untuk tetap menyempatkan diri dalam melakukan aktivitas membaca. Untuk mewujudkan tersebut maka, Pojok Baca di Ujung Desa harus bisa memberikan tampilan yang menarik dan inovatif agar bisa memancing minat baca masyarakat. Jika sebaliknya, tampilan tidak menarik maka masyarakat akan kurang termotivasi untuk bisa datang dan membaca buku. Hal semacam ini perlu kita perhatikan agar bisa menjadikan program ini sukses dan dapat diterima dihati masyarakat.

Rancangan pojok baca ini nantinya akan terlebih dahulu merancang tempat yang akan dipilih yang bisa menjadi magnet untuk menarik minat baca masyarakat. Tempat yang akan dipilih harus betul-betul didesain sedemikian dengan memperhatikan beberapa aspek yang bisa menjadi indikator pemilihannya. Adapun aspek yang dipilih adalah yang pertama kenyamanan. Faktor kenyamanan sangat mempengaruhi kesuksesan program ini karena apabila para pembaca dalam membaca merasa suasananya nyaman, tenang, lingkungan bersih maka pembaca akan merasa senang untuk melakukan kegiatan literasi. Dan sebaliknya, apabila suasana tidak nyaman, bising, lingkungan kurang bersih maka pembaca akan merasa tidak betah.

Faktor pemilihan tempat yang kedua adalah dekat dengan lingkungan aktivitas masyarakat. Menurut penulis pemilihan tempat yang strategis juga sangat mempengaruhi minat baca masyarakat. Adapun tempat yang dipilih seharusnya menjadi tempat-tempat yang sering dipakai oleh warga masyarakat untuk saling bersosialisasi dengan warga yang lain. Misalnya seperti balai desa, dekat lapangan olahraga, tempat wisata, maupun tempat-tempat yang lain yang memiliki daya tarik tersendiri.

Yang menjadi rancangan selanjutnya adalah buku-buku yang akan menjadi koleksi di pojok baca. Sebagus apapun rancangan tempat yang kita buat akan tidak ada artinya jika pada pojok baca tidak memiliki koleksi buku yang menarik. Karena tujuan utama masyarakat untuk datang ke pojok baca adalah untuk melakukan kegiatan membaca.

Koleksi buku akan diupayakan bisa menyentuh semua lapisan masyarakat. Yang dimaksud dengan menyentuh semua lapisan masyarakat adalah misalnya buku yang berkaitan dengan dunia anak-anak seperti buku dongeng, cerita bergambar, komik ataupun buku yang lain yang berkaitan dengan dunia anak-anak. Sedangkan untuk masyarakat umum bisa berupa majalah-majalah ataupun koleksi buku yang bisa mewakili karakter sosial dari masyarakat. Yang dimaksud mewakili karakter sosial masyarakat adalah sebagai contoh jika banyak masyarakat yang bermata pencaharian sebagai petani maka koleksi buku diupayakan agar ada beberapa buku tentang dunia pertanian, apabila tempat pojok baca berdekatan dengan masyarakat yang bermata pencaharian sebagai nelayan, maka koleksi buku yang diupayakan adalah yang berkaitan dengan kegiatan nelayan. Dan apabila tempat pojok baca berdekatan dengan tempat posyandu, maka koleksi buku diupayakan lebih banyak tentang buku kesehatan, kegiatan memasak, toga, maupun buku tentang urban farming. Dengan rancangan seperti ini, penulis yakin masyarakat akan berminat untuk datang ke pojok baca yang sudah disiapkan pemerintah desa.

Penulis juga berencana nantinya disetiap pojok baca akan dilengkapi koleksi buku majalah, dan akan berlangganan Koran/surat kabar yang tujuannya adalah untuk bisa menarik perhatian dan minat baca masyarakat.

Fasilitas lainnya yang menjadi rancangan adalah fasilitas keamanan, kesehatan, dan ruang yang ramah anak. Sebaik-baiknya fasilitas pojok baca yang kita rancang akan tidak bisa berjalan dengan baik jika faktor keamanan tidak kita perhatikan. Adapun faktor keamanan yang perlu diperhatikan adalah yang pertama menghindari terjadinya pencurian, karena sudah pasti pojok baca yang dirancang memiliki nilai uang yang tidak sedikit seperti buku, tempat baca, dan alat-alat lainnya. Hal semacam ini harus bisa menjadi bahan perhatian khusus. Fasilitas keamanan lainnya adalah harus ada instalasi listrik, air bersih, dan kalau memungkinkan ada jaringan internet/wifi yang gratis untuk masyarakat. Sedangkan fasilitas kesehatan yang dirancang adalah sesuai dengan keadaan saat ini. Masa sekarang ini kita masih berhadapan dengan situasi pandemi covid-19. Maka kita harus bisa merancang fasilitas kesehatan yang sesuai dengan anjuran pemerintah untuk menanggulangi wabah pandemi ini.

Setiap pojok baca harus ada fasilitas kesehatan berupa tempat cuci tangan, tempat duduk yang tidak berhimpitan, dan kelengkapan alat kesehatan lainnya seperti masker, hand sanitizer, sabun cuci tangan dan lain-lainnya. Mengingat masa pandemi belum berakhir sampai dengan sekarang maka protokol kesehatan harus tetap dijalankan untuk bisa memutus rantai penyebaran virus covid-19. Apabila program ini sudah berjalan setiap pengunjung wajib mematuhi protokol kesehatan sesuai dengan anjuran pemerintah.

Pojok baca ini juga dirancang agar ada tempat MCK yang layak, karena tempat ini sangat juga bermanfaat demi kenyamanan pengunjung. Disamping fasilitas-fasilitas yang sudah tadi disebutkan perlu juga tiap pojok baca ada fasilitas-fasilitas yang ramah anak seperti tempat aman bermain anak-anak saat berkunjung, tidak berbahaya bagi anak seperti dekat dengan jalan raya, ada tebing curam dan tempat-tempat yang tidak nyaman bagi anak. Nah demikian rancangan fasilitas-fasilitas yang akan dijadikan program “Pojok Baca di Ujung Desa”, yang sudah barang tentu akan diajukan pada pemerintah desa.

Itulah gambaran umum rancangan “Pojok Baca di Ujung Desa” yang akan penulis jadikan bahan pertimbangan untuk menyampaikan program pada pemerintah desa. Adapun profil desa penulis adalah sebagai berikut. Desa Kerobokan, Kecamatan Sawan, Kabupaten Buleleng, Provinsi Bali. Letak geografis desa penulis adalah berada di daerah dataran rendah dengan hamparan sawah yang masih luas dibagian selatan, dan di bagian utara berbatasan langsung dengan laut Bali.

Sebagian besar penduduk di desa kami bermata pencaharian sebagai petani, dan bekerja pada sector-sektor lainnya seperti nelayan, kuli bangunan, pedagang dan juga ada beberapa yang bekerja dikantoran seperti PNS, pegawai bank dan lain-lainnya. Desa kami juga memiliki beberapa tempat yang sering menjadi arena berkumpul masyarakat seperti dibalai desa, lapangan sepak bola, dan tempat wisata pantai. Berdasarkan data itu penulis berencana akan merancang pojok baca di titik-titik kumpul masyarakat tersebut.

Rancangan awal penulis akan membuat sebanyak 5 pojok baca, yaitu di 3 balai dusun karena kebetulan desa kami terdiri dari 3 dusun, kemudian di dekat lapangan sepak bola, dan yang terakhir di tempat wisata pantai. Menurut penulis tempat-tempat tersebut sangat strategis untuk dijadikan pojok baca, karena sering dikunjungi masyarakat dan juga dari segi fasilitas keamanan dan kenyamanan bisa terpenuhi. Kelima tempat tersebut sudah memiliki fasilitas instalasi listrik, air bersih, wifi, dan juga fasilitas MCK.

Fasilitas penunjang yang belum ada akan menjadi tambahan nantinya saat pelaksanaan program dimulai. Dalam program ini yang belum ada adalah koleksi buku yang akan dipajang pada setiap pojok baca, ini menjadi bahan pertimbangan nantinya. Penulis akan berkoordinasi dengan pihak-pihak tertentu agar bisa memberikan solusi berupa memberikan sumbangan-sumbangan buku yang nantinya akan dijadikan sebagai asset di tempat pojok baca. Kami juga akan membuka kesempatan kepada seluruh warga masyarakat yang akan memberikan sumbagan-sumbangan, baik berupa sumbangan buku maupun sumbangan lainnya yang bisa bermanfaat bagi pelaksanaan program ini.

Tantangan awal yang akan kami temui adalah meyakinkan pihak pemerintah desa terlebih dahulu. Penulis terlebih dahulu akan membentuk tim yang beranggotakan teman-teman relawan yang betul-betul mau mengabdikan diri demi suksesnya tujuan ini. Setelah membentuk tim, kami akan merancang visi dan misi yang jelas dan membuat semacam rancangan awal berupa sebuah laporan sesuai dengan pemaparan di atas. Tujuan pembuatan laporan awal ini adalah untuk sebagai bahan kajian awal dan sebagai bahan pertimbangan untuk mengusulkan program ini kepada pihak pemerintah desa. Sudah barang tentu dalam penyampaian laporan ini pasti akan mendapatkan pertimbangan-pertimabangan dan gagasan baru dari pihak desa. Gagasan baru itu juga akan menjadi pelengkap dalam penyusunan program selanjutnya.

Apabila rancangan kami ini mendapat persetujuan dari pemerintah desa, maka langkah kami selanjutnya adalah akan mengadakan sosialisasi ke masyarakat untuk mendapatkan saran dan masukan yang bisa menjadi motivasi untuk melaksanakan program ini. Setiap saran dan masukan yang kami terima dari masyarakat akan kami jadikan bahan kajian untuk dapat membenahi bagian-bagian yang masih dianggap kurang.

Tim yang akan dibentuk merupakan relawan-relawan yang berasal dari warga desa yang akan dihimpun dari karang taruna desa yang memang sudah ada di pemerintah desa. Relawan-relawan inilah nantinya akan menjadi andalan dalam melaksanakan program ini. Mereka bekerja secara suka rela, ikhlas, dan dengan penuh rasa tanggung jawab, karena para relawan ini memiliki satu tujuan yang sama.

Dengan adanya bantuan dana desa dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah di tingkat desa setiap tahunnya, penulis punya keyakinan yang besar bahwa program “Pojok Baca di Ujung Desa” akan diterima dan menjadi salah satu program peningkatan sumber daya manusia di desa kami. Karena salah satu tujuan pemerintah pusat menyalurkan bantuan dana desa ini adalah salah satunya untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia masyarakat Indonesia.

Dengan adanya rancangan yang disusun dan selalu terbuka untuk menerima saran dan masukan dari pihak tertentu kami punya keyakinan program ini sangat membantu untuk mensukseskan program pemerintah dalam meningkatkan daya membaca masyarakat Indonesia. Sudah tentunya program ini akan banyak mendapat kendala-kendala dalam menjalankannya, maka dari itu kerjasama dari semua pihak perlu dipererat lagi baik dari pemerintah pusat yang berwenang, pemertintah daerah, pemerintah desa dan sudah pasti dukungan dari masyarakat sangat diperlukan.

Demikian pemaparan esai penulis yang berjudul “Pojok Baca di Ujung Desa”, semoga tulisan ini bisa bermanfaat bagi kita bersama, dan penulis rasa esai ini masih jauh dari kata sempurna. Maka dari itu saran dan kritik yang membangun dari pembaca sangat penulis harapkan untuk menyempurnakan esai ini. Melalui tulisan ini penulis juga menyampaikan maaf yang sebesar-besarnya apabila dalam tulisan ini ada kata-kata yang kurang berkenan. Akhir kata penulis ucapkan terimakasih yang tulus kepada semua pembaca dan semoga apa yang penulis programkan ini, bisa diwujudkan dengan baik dan dapat dilaksanakan secara berkesinambungan, dan apa yang menjadi cita-cita perjuangan pada pendiri bangsa bisa terwujud.

Referensi:

  • Kemendikbud. 2016. “Panduan Gerakan Literasi Sekolah Di Sekolah Dasar. Jakarta: Direktorat Pembinaan Sekolah Dasar Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
  • Permendes, 2020. https://www.jogloabang.com/desa/contoh-contoh-sistematika-prioritas-penggunaan-dana-desa-2020 diakses tanggal 23 Januari 2021
  • PuslitjakDikbud. 2019. http://repositori.kemdikbud.go.id/13033/1/Puslitjakdikbud_Indeks%20Aktivitas%20Literasi%20Membaca%2034%20Provinsi diakses tanggal 23 Januari 2021
  • Sumaedi, Komang. 2015. “Pengaruh Pendekatan Saintifik Terhadap Sikap Ilmiah dan Hasil Belajar IPA Pada Siswa SD Kelas VI Kecamatan Sawan Tahun Pelajaran 2014/2015”. Tesis. Pasca Sarjana, Pendidikan Dasar, Universitas Pendidikan Ganesha, Singaraja.

BIOGRAFI SINGKAT

Nama : Komang Sumaedi, M.Pd
Tempat dan tanggal lahir : Kerobokan, 25 Pebruari 1984
Domisili : Banjar Dinas Dalem, Desa Kerobokan, Kecamatan Sawan, Kabupaten Buleleng, Provinsi Bali
Pendidikan Terakhir : S2
Pengalaman : Meraih peringkat 67 dalam rangka kegiatan Lomba Cipta Puisi Nasional 20 kata bertema Hari Baru oleh Badan Sastra Tahun 2021
Kontak Person :
WA : 081805588342
E-mail :[email protected], [email protected]
Facebook : Komang Sumaedi
Instagram : komang sumaedi

Related Posts

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *