Sebuah kisah memang tidak hanya diawali dengan “pada suatu hari”, tetapi juga “jika kelak aku menjadi”. Maka dengan inilah, seorang Tokoh Aku berkisah mengenai beberapa fragmen hidupnya yang tak pernah lepas dari buku.
Tokoh Aku maju ke panggung. Hatinya begemuruh. Jantungnya berdetak tidak karuan. Kepalanya dipenuhi banyak hal yang berkelebat membayang. Tokoh Aku tidak percaya jika hari itu menjadi hari yang mengubah hidupnya. Sekian banyak pertanyaan muncul di benaknya yang entah harus ditujukan kepada siapa(?).
Langkahnya pelan, sepelan Tokoh Aku mencoba bersikap biasa. Tapi gemuruh tepuk tangan dari berbagai sudut ruangan membuatnya terus diburu kecanggungan. Tokoh Aku masih belum bisa percaya bahwa ketekunanya selama ini mengantarkannya mendapatkan penghargaan dari Pemerintah Provinsi.
Penghargaan itu memang tidak pernah sekalipun terlintas di kepala Tokoh Aku. Selama ini, Tokoh Aku mengerjakan apa yang sekiranya baik menurut hati kecilnya. Tokoh Aku tidak pernah menghiraukan kalimat-kalimat pedas yang sering datang berkunjung ke telinganya. Tokoh Aku adalah seorang yang cuek. Tokoh Aku sudah selesai dengan dirinya. Untuk itulah, Tokoh Aku tegar tetap menjalani hari-hari sebagai pegiat literasi.
Tokoh Aku sudah berdiri di panggung. Di depannya ada puluhan orang yang menatap matanya. Beberapa di antaranya dengan mulut yang bergerak-gerak nampak penuh makanan, meski matanya fokus ke depan. Beberapa sedang menyiapkan layar kamera yang siap merekam, memfoto, atau sekadar membuat status di media sosial dengan caption kurang lebih “Inilah pemeroleh penghargaan pemuda berprestasi dan berdedikasi”.
***
Awal mula Tokoh Aku bergerak di pesantren, Pesantren Mahasiswa An Najah Purwokerto. Sebuah Pesantren yang beralamat di Jl. Moh Besar Kutasari, Kecamatan Baturraden, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah. Saat itu Tokoh Aku adalah lurah pondok, yaitu istilah untuk ketua pengurus pesantren. Beruntung, pengasuh pesantren atau kyainya adalah seorang penulis buku. Lalu diputuskanlah pesantren Mahasiswa An Najah Purwokerto sebagai pesantren kepenulisan. Buku kumpulan puisi Tokoh Aku berjudul Nadhom Cinta diterbitkan pesantren, sebagai sebuah pembukaan spirit literasi pesantren.
Tahun 2012, Tokoh Aku mendirikan komunitas sastra santri, bernama Pondok Pena. Dengan harapan, literasi akan berkembang di kalangan santri. Karena Tokoh Aku meyakini bahwa literasi itu sangat penting, khususnya generasi muda. Awalnya hanya lima santri. Tokoh Aku mengajari mereka menulis, pelan-pelan. Pondok Pena rutin diskusi di perpustakaan pesantren. Setiap hari rabu, mereka kirim karya bersama ke media-media seperti koran maupun antologi komunal.
Setelah cukup banyak santri yang tertarik bergabung dengan pondok pena, Tokoh Aku sebagai pengasuh menginisiasi untuk menerbitkan kumpulan puisi bersama. Maka terbitlah sebuah buku berjudul “Mushaf Rindu”. Biaya cetak untuk penerbitan buku ini digotong bersama, alias iuran setiap santri yang puisinya masuk ke buku. Sejak itu, nama pesantren Mahasiswa An Najah Purwokerto santer dikenal dengan pesantren kepenulisan atau pesantren literasi apalagi punya penerbit buku sendiri, yakni An Najah Press.
Pun, santri-santri yang bergabung di komunitas Pondok Pena banyak yang puisinya dimuat di koran-koran bertaraf nasional, seperti Media Indonesia, Sindo, Suara Merdeka, bahkan Majalah Sastra Horison. Setiap minggu kami rutin menggelar pengadilan sastra, yaitu konsep diskusi karya santri dengan cara bergilir. Jika di pesantren lain diskusi hanya berkutat pada fikih dan kitab kuning, maka di Pesantren Mahasiswa An Najah, diskusi literasi, khususnya sastra.

Foto bersama pengurus Pondok Pena dengan sastrawan Dharmadi setelah bedah buku puisi “Sang Pejalan” karya Dharmadi.
Selain itu juga diskusi rutin perbulan yang diberi nama Blakasuta yaitu blak-blakan sastra untuk tanah air. Forum ini menampung para pegiat literasi seBanyumas Raya. Beberapa penulis nasional yang sempat diundang mengisi acara Blakasuta adalah Budhi Setyawan, Sofyan RH. Zaid, Raedu Basha, Matroni Muserang, Sulfiza Ariska, Dharmadi, dan Kedung Dharma Romansha. Untuk itulah, Pondok Pena menjadi komunitas sastra santri paling progresif di Banyumas Raya, bahkan Jawa Tengah.
Semakin hari pesantren mahasiswa semakin mengukuhkan eksistensinya sebagai pesantren literasi. Ada kegiatan rutin yang menjadi khas pesantren ini, yakni kegiatan Pesantren Menulis yang dilakukan dua tahun sekali. Pesantren Menulis merupakan festival literasi pesantren, di dalamnya terdapat lomba baca puisi se Jawa-Madura, lomba cerpen bertemakan pesantren berskala nasional, pentas budaya, dan launching buku antologi hasil lomba dengan mengundang sastrawan ternama Indonesia seperti Ahmad Tohari dan Pidi Baiq. Buku-buku yang dihasilkan dari Pesantren menulis antara lain, Kumcer “Sepucuk Surat untuk Tuhan”, kumcer “Misteri Jodoh”, kumcer “Sundul Langit”, dan kumpulan esai “Revitalisasi Sastra Pesantren”.
Adapun, untuk mensukseskan acara ini, Tokoh Aku membuat proposal bersama panitia. Meminta sumbangan ke banyak pihak. Termasuk membuat kerjasama dengan penerbit mayor seperti LkiS dan Diva Press. Sebab mengandalkan keuangan pesantren saja, Tokoh Aku rasa tidak bisa untuk menutup. Dalam pada itu, Tokoh Aku ingin mengajarkan kepada para santri bahwa jika punya semangat, pastilah ada jalan.
Selain di pesantren, Tokoh Aku juga menggerakkan literasi di FKUB (Forum Kerukunan Umat Beragama) Kabupaten Banyumas di yakni sebuah lembaga di bawah Kementrian Agama Kab, Banyumas yang merupakan forum silaturahmi lintas tokoh bergama. Tokoh Aku membentuk sebuah Buletin bernama BENER, sebuah akronim dari moto FKUB sendiri yakni Beda Neng Rukun yang berarti meski berbeda, tetapi rukun. Buletin berjalan dengan biaya cetak ditanggung oleh pengurus FKUB Kabupaten.
Hingga detik ini, Buletin Bener sudah sampai edisi 54. Ada puluhan artikel yang ditulis oleh para tokoh enam agama dan aliran kepercayaan se Kabupaten Banyumas. Tahun ini, Tokoh Aku menyunting dan memilih artikel-artikel itu menjadi sebuah buku antologi berjudul “Sosiologi Perdamaian Perspektif Agama-agama”.
Selain itu, Tokoh Aku juga bergerak di ranah sastra Banyumas. Tokoh Aku menjadi ketua Umah Sastra Ahmad Tohari (USAT), yakni sebuah lembaga independen yang bergerak di bidang literasi, pendidikan, dan kebudayaan. USAT ini selain menjadi pusat dokumentasi karya-karya Ahmad Tohari, juga rutin menyelenggarakan kegiatan sastra dan workshop literasi, dengan mengundang guru, kepala sekolah, guru dan siswa di Barlingmascakeb (Banjarnegara, Purbalingga, Banyumas, Cilacap, Kebumen) serta Tegal dan Brebes. Untuk memperlancar kegiatan, Tokoh Aku bersama tim membuat proposal untuk penggalangan dana.
Tidak hanya itu, Tokoh Aku juga mendirikan forum Arsip Sastra Banyumas, yakni sebuah kerja literasi di bidang dokumentasi karya sastra dari penulis Banyumas. Selain mengarsipkan di situs, Tokoh Aku menggunakan rumah kontrakan, di Perumahan Saphire Regency NO D71 Jl. KS Tubun Purwokerto, sebagai basecamp tempat menyimpan karya-karya buku karya sastrawan Banyumas. Basecamp itu juga tempat diskusi literasi bagi mahasiswa sekitar seperti IAIN Purwokerto, Unsoed, UMP dan Universitas Wijayakusuma, lantaran Tokoh Aku mendirikan sekolah filsafat. Untuk Arsip Sastra Banyumas dan Sekolah Filsafat ini, murni menggunakan uang pribadi.
Literasi di Cilacap
Setelah Tokoh Aku berhasil membuat regenerasi di Banyumas, yang artinya segala acara literasi di Pondok Pena tidak harus selalu Tokoh Aku yang menyelenggarakan, melainkan para santri, Tokoh Aku beranjak ke kota di sebelah barat Banyumas, yakni Cilacap. Di kota ini, Tokoh Aku melihat banyak anak muda yang berpotensi di bidang literasi. Akhirnya Tokoh Aku membuat sebuah komunitas bernama Rumah Penyu. Nama itu diambil dari sebuah tempat bersejarah di Cilacap yakni Teluk Penyu. Sebuah tempat yang saat ini menjadi tempat wisata khas kota Cilacap. Dengan Rumah Penyu itulah, Tokoh Aku membuat wadah agar anak muda di Cilacap punya tempat untuk berproses di bidang literasi. Pada mulanya sedikit, namun sampai hari ini, anggotanya semakin banyak.
Forum diskusi dilakukan melalui daring, yakni grup whatssap. Setiap minggu diadakan diskusi sastra dan juga menciptakan karya secara kolaborasi. Dari Rumah Penyu ini melahirkan satu orang penulis muda yang pada akhirnya mempunyai buku kumpulan puisi sendiri. Dengan modal itulah, Tokoh Aku memberikan motivasi tak henti kepada para anggota, hingga akhirnya terciptalah buku kumpulan puisi berjudul “Jejak Pasir” pada 2019 silam dengan biaya iuran masing-masing anggota komunitas. Karena di kota ini cukup sulit mencari donatur di bidang literasi.
Literasi di Brebes
Apakah gunanya seseorang belajar filsafat, sastra, teknologi, ilmu kedokteran atau apa saja, ketika pulang ke daerahnya, lalu berkata “Di sini aku merasa asing dan sepi!” ucapan Ws Rendra ini memukul Tokoh Aku. Setelah Tokoh Aku kembali dari studi di Yogyakarta, Tokoh Aku pulang ke kampung halaman dengan segudang ide dan konsep literasi a la Yogya. Itulah yang kemudian Tokoh Aku terapkan Brebes. Tokoh Aku mencoba untuk menularkan virus literasi di Brebes. Karena wilayah Brebes cukup luas, terbagi menjadi Brebes Utara dan Brebes Selatan, maka Tokoh Aku pun harus membagi konsentrasi menjadi dua.
Di Brebes Utara saat ini Tokoh Aku menjadi pembina Rumah Literasi WASKITA yang beralamat di desa Kedungtukang, Kecamatan Jatibarang, Kabupaten Brebes. Selain itu, Tokoh Aku mendampingi beberapa orang yang punya potensi dalam menulis. Maka lahirlah tiga penulis dari latarbelakang berbeda. Tiga penulis itu masing-masing, pertama Atmo Tan Sidik, seorang Kepala Humas dan Protokoler Pemda Brebes. Dari tangannya, lahir dua buku berjudul Dikendhangi Wong Edan Aja Njoged dan Dugale Asu maring Menungsa. Kedua buku ini membawa Atmo Tan Sidik memperoleh penghargaan Maestro Seni Tradisi oleh Kemendikbud 2014. Kedua, Letha Amatry, seorang pedagang kelontong yang dimotivasi oleh Tokoh Aku untuk menulis novel, dan akhirnya terbit sebuah novel berjudul “The Hidden Love”. Ketiga, seorang ustadz kampung bernama Imam Chumaedi, yang setelah dibimbing oleh Tokoh Aku, lahirlah buku syiar dan syiiran berjudul “Ayun-ayun Badan”.
Di Brebes Selatan, Tokoh Aku mendirikan Bumiayu Creative City Forum (BCCF), sebuah komunitas kreatif yang anak muda di Brebes Selatan dan bascempnya di Perpustakaan Halaman Indonesia yang berada di samping rumah. Perpustakaan ini menjadi pusat kegiatan diskusi dan pelatihan. Saat ini BCCF sudah masuk dalam jaringan ICCN (Indonesian Creative City Network). Melalui BCCF ini Tokoh Aku menebarkan virus literasi menulis, sehingga terbit beberapa buku yaitu buku puisi “Pemali 1” dan “Pemali 2”, buku puisi bahasa lokal “Sambetan”, buku puisi siswa SMA “Abu-abu Merah Jambu”, buku cerita rakyat “Galuh Purba” dan buku cerpen “Negeri Daha”. Selain buku komunal, lahir pula beberapa penulis yang menerbitkan buku sendiri di bawah bimbingan Tokoh Aku, seperti: seorang penyiar radio bernama Yoga Frazt yang menulis buku “Meski Kau Lelaki”, seorang pemilik salon kecantikan bernama Ida yang menulis novel “Riwayat Kehilangan”, seorang pemuda desa bernama Raeditya Andung yang menulis buku puisi “Sorai”, seorang mahasiswa bernama Ade Safri Fitria yang menulis buku puisi “Sendekala” dan seorang guru bernama Novian Fitri yang menulis buku cerpen “Lengkung Langit”.

Kegiatan Literasi Nasional di Bumiayu, kerjasama BBJT dengan BCCF
Pendanaan dari BCCF dilakukan secara gotong royong dalam setiap acaranya, baik pagelaran sastra di cafe, kemah budaya, hingga penerbitan buku. Namun sejak tahun 2018, BCCF berhasil menggandeng Balai Bahasa Jawa Tengah untuk berkolaborasi, di antaranya pelatihan menulis cerita rakyat, yang pada akhirnya lahirlah buku “Galuh Purba”. Buku ini pun dilaunching di Semarang didanai oleh BBJT. Kemudian juga Gerakan Literasi Nasional oleh BBJT yang dilakukan di Hotel Anggraini Bumiayu selama tiga hari bekerjasama dengan BCCF. Peserta workshop pelatihan menulis esai dan cerita rakyat ini tidak hanya diikuti oleh anggota BCCF, melainkan juga para guru dan siswa seKabupaten Brebes.
Selain kegiatan literasi di cafe dan perpustakaan pribadi, Tokoh Aku juga mengadakan kegiatan “Sastrawan Masuk Sekolah”, yaitu sebuah kegiatan BCCF bekerjasama dengan beberapa sekolah di Brebes Selatan di mana BCCF memberikan sosialisasi mengenai kegiatan literasi. Acara ini Tokoh Aku sendiri yang membiayai untuk teknis teman-teman relawan yang berkenan mengikuti acara dari sekolah ke sekolah.
Tidak hanya kegiatan berskala lokal, melalui BCCF Tokoh Aku kerap menyelenggarakan kegiatan berskala nasional, seperti Jalawastu Youth Camp, yaitu kemah budaya di kampung adat Jalawastu Brebes dan terbuka bagi siapapun yang ingin bergabung, syaratnya adalah mengirimkan tulisan sebagai proses kurasi. Setiap yang lolos berhak mengikuti kemah dan mempresentasikan tulisannya di hadapan Tokoh Aku. Acara ini mendapatkan suport pendanaan dari Pemda Jawa Tengah. Selain itu, Tokoh Aku juga mengajak BCCF pentas bersama di Tembi Rumah Budaya Yogyakarta dan Hari Puisi Indonesia di TIM Jakarta. Keduanya menggunakan dana pribadi atau iuran anggota.
Penghargaan

Saat Tokoh Aku menjadi perwakilan Jawa Tengah dalam Bintek Instruktur literasi Nasional di Jakarta.
Penghargaan yang pernah didapatkan oleh Tokoh Aku adalah sebagai pemuda berprestasi di bidang pendidikan, seni, dan budaya dari pemda Kab. Brebes tahun 2015. Pada tahun 2019, Tokoh Aku ditunjuk oleh Balai Bahasa Jawa Tengah sebagai ketua instruktur literasi Jawa Tengah. Di tahun itu juga, Tokoh Aku mewakili Jawa Tengah dalam kegiatan Bintek Instruktur Literasi se-Indonesia di Jakarta. Dari 120an intruktur itu dipilih 30 terbaik, dan Tokoh Aku lolos menjadi 30 instruktur literasi nasional sampai saat ini. Sejak itu Tokoh Aku rutin menjadi pembicara literasi di berbagai kota, seperti Semarang, Makassar, dan Mandar.
Pada 2016 Tokoh Aku menjadi perwakilan penulis Indonesia dalam event Ubud Writers and Readers Festival (UWRF) di Bali. Pada tahun 2019 Tokoh Aku menjadi perwakilan penulis Indonesia dalam program penulisan esai oleh Majelis Sastra Asia Tenggara (MASTERA) di bawah Badan Bahasa Kemendikbud di Bandung.
***
Ruangan sudah sepi. Orang-orang berlalu meninggalkan sampah dan bangku yang kotor dan bau. Kilatan-kilatan kamera sudah tidak ada. Beberapa panitia sibuk mengemasi perlengkapan. Beberapa lainnya menyapu lantai. Jarum jam masih berdetak di kejauhan. Tokoh Aku duduk di bangku yang sama sebelum naik ke panggung. Tokoh Aku menatap ke depan. Tokoh Aku melihat bayangannya sendiri ketika sambutan sebagai pemeroleh penghargaan. Tepuk tangan yang melintas kemudian hilang.
Tokoh Aku melirik ke belakang. Tokoh Aku melihat seseorang yang ternyata masih mengamatinya. Seseorang yang sepertinya sangat dikenal. Seseorang itu menuliskan setiap apa yang disampaikan Tokoh Aku, bahkan gerak gerik tubuh Tokoh Aku dengan sangat detail. Tokoh Aku melihat itu dari gerakan mata seseorang itu dan pergerakan tangan di sebuah kertas di tangannya. Dan seseorang itu adalah kamu, yang sedang membaca cerita ini.
***
Dimas Indiana Senja nama pena dari Dimas Indianto S. adalah seorang sastrawan, penulis, dan dosen. Karyanya, Nadhom Cinta, Suluk Senja, Sastra Nadhom, Pitutur Luhur, dan Museum Buton. Founder Bumiayu Creative City Forum (BCCF), Pengasuh Komunitas Sastra Santri Pondok Pena Purwokerto, Pembina Komunitas Sastra Rumah Penyu Cilacap.
Saat ini menjabat sebagai: a. Ketua Instruktur Literasi Jawa Tengah; b. Ketua Generasi Muda FKUB (Forum Kerukunan Umat Beragama) Kab. Banyumas; c. Ketua Genpi (Generasi Pesona Indonesia) Kab. Brebes; d. Ketua BCCF (Bumiayu Creative City Forum); e. Ketua Klayaban (Komunitas Jelajah Alam dan Budaya Brebes Selatan); f. Ketua PC Lesbumi (Lembaga Seniman dan Budayawan Muslim Indonesia) Kab. Brebes
Pada 2015 mendapatkan penghargaan sebagai pemuda berprestasi bidang pendidikan, seni, dan budaya dari Pemda Brebes. Pada 2016 menjadi “emerging writer” di Ubud Writers and Readers Festival (UWRF) Bali. Pada 2019 terpilih sebagai Instruktur Literasi Nasional di bawah Kemendikbud, sekaligus didaulat sebagai ketua instruktur literasi Jawa Tengah. Pada 2019 juga menjadi perwakilan penulis Indonesia dalam program penulisan esai oleh Majelis Sastra Asia Tenggara (MASTERA) di bawah Badan Bahasa Kemendikbud. Pada 2019 juga menjadi pembicara dalam Mandar Writer and Cultural Forum (MWCF) di Sulawesi Barat. Pada 2020, menjadi finalis Jejak Virtual Aktor (JVA) sastra lisan oleh Kemdikbud. Email: [email protected]. Nomer HP, 085741060425
One thought on “Tokoh Aku yang Berkelindan dengan Buku”