Bilik Pustaka

Literasi Pewujud Mimpi

Berbicara tentang literasi sendiri akan merujuk kepada seperangkat kemampuan dan keterampilan individu dalam membaca, menulis, berbicara, menghitung, dan memecahkan masalah pada tingkat keahlian tertentu yang diperlukan dalam kehidupan sehari-hari. Tujuan literasi bermacam-macam seperti menciptakan dan mengembangkan budi pekerti yang baik, meningkatkan pengetahuan dengan membaca berbagai informasi bermanfaat, membuat seseorang berfikir kritis, serta memperkuat nilai kepribadian.

Dengan adanya literasi yang baik diharapkan dapat menjadi salah satu pendorong mimpi masyarakat dapat tercapai. Tetapi apa halnya dengan kenyataan yang terjadi di kalangan masyarakat sekarang. Masyarakat masih belum begitu paham akan literasi. Contoh dekatnya ada di desa saya yang terletak tidak jauh dari wilayah pantai selatan Yogyakarta. Sebagian masyarakat desa belum mampu memahami dan belum mampu membagi waktu untuk memahami apa itu litarasi karena terdapat beberapa macam pekerjaan sehari-hari yang padat. Jika ditanya apa itu literasi, pasti mereka jawab tidak tahu. Yang mereka tahu hanya sekedar membaca buku atau lebih sering mereka katakana “Moco Buku”. Moco artinya membaca. Jadi “Moco Buku” adalah membaca buku. Di dalam agama islam membaca juga telah tertulis dalam Q.S. A-Alaq, Iqro’ bismirabbikalladzi kholaq yang artinya “bacalah dengan menyebut nama tuhanmu (Allah)”. Maka sudah jelas bahwa membaca adalah salah satu kunci pokok untuk meraih masa depan yang gemilang sesuai ajaran agama.

Sangat jauh berbeda dengan kondisi masyarakat manca negara yang sangat antusias untuk selalu membaca dan membaca di setiap harinya. Buku bacaan yang berjejer rapi di setiap sudut kota bahkan tempat yang mereka lintasi.

Melihat keadaan ini hati saya terketuk untuk menyadarkan masyarakat betapa pentingnya literasi yang tidak hanya “Moco Buku” seperti yang mereka sangka. Pada mulanya saya juga tidak tahu apa itu literasi dan juga tidak begitu gemar membaca buku. Saya sendiri bukan lulusan dari universitas ataupun sekolah jurusan pustaka dan yang sejenisnya. Tetapi saya lulusan dari sekolah jurusan akuntasi. Memang jauh dari bidang pekerjaan yang saya tekuni sekarang yaitu tenaga perpustakaan di SD yang tidak jauh dari tempat tinggal saya saat ini. Walapun begitu, saya terima takdir dan mulai mencari tahu tentang seluk beluk perpustakaan dan yang ada di dalamnya. Setelah saya mencari tahu, akhirnya saya sadar betapa pentingnya sebuah literasi yang kini masih dianggap sepele oleh masyarakat.

Suatu tantangan bagi saya untuk menumbuhkan minat baca dan gerakan literasi lainnya yang belum menjamah di kalangan masyarakat sekitar. Terlintas dibenak saya untuk membangun cakruk baca di dusun tempat tinggal kami. Tempat yang menurut saya strategis untuk berdirinya rumah baca mini yang menyenangkan. Jalan jalur lintas selatan yang luas. Indahnya pemandangan di samping kiri kanan jalan yang sangat cocok untuk bermain sambil belajar di cakruk baca. Ditambah tanaman padi yang mulai menguning di sawah dekat pantai yang manari-nari penuh canda. “Ahh.. Tempatnya terlalu strategis,,” pikir saya.

Memang untuk membangun perpustakaan entah itu besar ataupun kecil tidak semudah yang dibayangkan akan tetapi jika niat sudah ada maka sesulit apapun akan terasa mudah. Tapi saya yakin bahwa suatu langkah kecil pun kalau dilakukan berulang kali tanpa menyerah maka akan menjadi besar. Yang penting kebermanfaatan untuk sesama.

Pengalaman menjadi tenaga perpustakaan di SD adalah langkah awal untuk tuhan memberikan keberkahan untuk saya mengenal literasi. Saya mulai dari nol di perpustakaan tempat saya bekerja sekarang. Mulanya literasi di sana juga belum lebih baik dari sekarang. Mulai dari buku bacaan yang berjumlah 30 eksemplar dengan jumlah siswa yang mencapai lebih dari 300 siswa. Seiring berjalannya waktu karena usaha dan do’a yang pihak sekolahan lakukan maka sekarang buku bacaan semakin bertambah menjadi 700 eksemplar. Mungkin angka itu masih terlalu kecil untuk suatu perpustakaan sekolah saat ini. Tapi kami bersyukur dapat lebih baik dari beberapa tahun yang lalu. Dan merambah kepada sistem sirkulasi perpustakaan yang mulanya manual, kini sudah komputerisasi.

Tentu usaha–usaha yang kami lakukan tidak semudah yang dibayangkan. Mulai bangunan yang belum layak dikatakan sebagai perpustakaan, menjalin kerjasama dengan berbagai pihak seperti perpustakaan daerah dan penerbit buku setempat, belajar bersama teman-teman seperjuangan tenaga perpustakaan yang lebih memumpuni dari saya, penyebaran proposal pengajuan buku untuk mendapatkan donasi buku perpustakaan, mengikuti berbagai acara tentang pengembangan perpustakaan di suatu instansi pemerintah, teliti dalam memilih berita tentang memajukan suatu literasi, serta perlu percakakapan yang tidak mudah antara tenaga perpustakaan dengan kepala sekolah demi kemajukan perpustakaan kami karena di zaman ini sebuah perpustakaan sekolah yang masih di anggap sepele menjadi masalah untuk mengajukan dana pengembangan perpustakaan di sekolah. Sebagian besar mereka belum menyadari bahwa jantung ilmu adalah perpustakaan. Mereka lebih mengedepankan bidang lain daripada perpustakaan. Masalah ini yang dari dulu masih belum dapat saya pecahkan.

Dari pengalaman itulah saya ingin mewujudkan perpustakaan desa yang dapat bermanfaat untuk kelangsungan kegiatan literasi masyarakat. Mungkin sedikit perbedaan dari cara pemerolehan dana untuk mendirikan perpustakaan desa. Jika sekolah dapat di bantu dengan pihak sekolah, tapi pendirian perpustakaan desa dapat di bantu oleh pemerintah desa dan sejajarnya. Saya sadari, untuk sumber daya manusia untuk mendirikan perpustakaan desa sangat minim di masyarakat setempat. Langkah pertama akan saya ajak teman pemuda–pemudi desa untuk bersama-sama mewujudkan mimpi ini.

Mendirikan perpustakaan sebagai sebuah lembaga pengelola koleksi karya tulis, karya cetak dan atau karya rekam secara professional sebenarnya sangatlah mudah dan memiliki payung hukum yakni Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2007 tentang perpustakaan.

Pendirian perpustakaan desa harus memiliki syarat:

  1. Memiliki koleksi baik cetak maupun terekam.
    Dalam tahap ini, kami sudah mempunyai beberapa bahan, tetapi belum maksimal.
  2. Memiliki tenaga perpustakaan yang akan mengelola perpustakaan
    Contohnya di desa tempat saya tinggal ada pemuda–pemudi yang akan menggerakkan cakruk baca/perpustakaan mini.
  3. Memiliki sarana dan prasarana perpustakaan.
    Ada beberapa rak, meja, kursi, dan alas duduk yang akan dipergunakan untuk aktivitas perpustakaan.
  4. Memiliki sumber pendanaan.
    Seperti yang telah tertulis di atas bahwasanya sumber pendanaan pendirian perpustakaan desa bisa didapat dari pemerintah desa dan kerja sama dengan berbagai pihak sejajarnya yang dimana sumber dana itu dapat berkelanjutan dan tidak hanya pada saat pembentukan perpustakaan saja.

Tetap semangat dalam menggapai mimpi. Let’s do it!

Sumber:

  • Pengalaman penulis
  • Matakita.co

BIODATA PENULIS

Nama : Rina Juni
Tempat/tgl lahir : Bantul, 11 Juni 1998
Domisi : Ds. Karang Weru, Rt. 03/04, Tirtomulyo, Kretek, Bantul, Yogyakarta
Pendidikan terakhir : SMK Muhammadiyah Kretek
Pengalaman : Bekerja di Permodalan Nasional Madani sebagai Financial Account Officer, bekerja di SD Unggulan Muhammadiyah Kretek sebagai tenaga perpustakaan
Kontak : 085647436811

Related Posts

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *