Bilik Pustaka

Menggugah Minat Baca Masyarakat Desa dengan Membangun Eduwisata Literasi Offline dan Online

Minat baca masyarakat yang rendah merupakan permasalahan yang selalu menghantui kita sejak dahulu. Permasalahan ini tak kunjung bisa terselesaikan sampai saat ini. Banyak hal dan upaya yang telah dilakukan oleh pihak pemerintah dan swasta yang fokus di bidang literasi, seperti membuat program Gerakan Literasi Nasional (GSN), membuat perpustakaan desa, membuat taman bacaan, memasang spanduk mengenai pentingnya membaca buku, dan banyak hal yang diupayakan oleh pemerintah dan swasta untuk menambah minat baca masyarakat desa. Namun, statistik minat baca masyarakat tidak menunjukkan kenaikan yang signifikan. Rendahnya minat baca masyarakat merupakan permasalahan kita bersama untuk segera dituntaskan.

Dilansir dari detiknews.com, berdasarkan survei dari lembaga-lembaga internasional, tingkat literasi masyarakat Indonesia tergolong rendah, sehingga mengakibatkan minat baca juga rendah. Berdasarkan hasil survei Program For Internasional Student Assessment (PISA) yang dirilis oleh Organisation For Economic Co-Operation and development tahun 2015 menunjukkan Indonesia menduduki peringkat 62 dari 70 negara. Selanjutnya, survei yang dilakukan oleh Central Connecticut State University menunjukkan tingkat literasi masyarakat Indonesia berada di ururan ke-60 dari 61 negara. Memang menyedihkan dan memilukan melihat tingkat literasi masyarakat kita yang begitu rendah. Namun, kita tidak mungkin terus-terusan terpuruk melihat kondisi kita yang seperti ini. Kita perlu melakukan suatu inovasi untuk meningkatkan minat baca masyarakat.

Jika kita membaca dan menganalisis penyebab permasalahan ini, maka ada beberapa faktor yang menyebabkan minat baca masyarakat rendah, yaitu: a). Kurang ‘membudayakan’ aktivitas membaca di lingkungan keluarga, sekolah, dan desa. b). Penetrasi media sosial. c). Kurangnya sarana dan prasarana literasi. d). Kemalasan dari dalam diri sendiri. e). Dan model perpustakaan yang terlalu monoton dan tidak menyenangkan. Minat baca yang rendah merupakan permasalahan yang harus kita selesaikan bersama dengan penuh kesadaran bahwa semua elemen (pemerintah, organisasi swasta, masyarakat sipil, dan mahasiswa) bertanggungjawab penuh untuk menuntaskan minat baca yang rendah.

Oleh karena itu, dalam keseluruhan esai ini, penulis akan menganalisis secara rinci mengenai akar permasalahan ‘minat baca rendah’ yang hadir dan bahkan terus bertahan sampai saat ini, serta akan memberikan solusi konkret untuk meminimalisir permasalahan tersebut. Tentunya permasalahan ini merupakan masalah yang serius dan tidak bisa dianggap remeh begitu saja. Jika kita melakukan studi komparatif dengan negara-negara maju, seperti Jepang yang menduduki peringkat ke-15 dalam tes PISA 2018, China menduduki peringkat ke-1, dan Amerika Serikat pada peringkat ke-13, maka Indonesia masih tertinggal jauh dari negara-negara maju tersebut. Kita harus lebih giat belajar, lebih rajin membaca, lebih rajin mengasah kognitif kita agar mampu bersaing dengan negara-negara maju tersebut. Jika kita masih santai-santai dengan keadaan saat ini dan menganggap remeh persoalan ‘minat baca rendah’, maka kita harus siap jika negara kita akan didominasi dan dijajah ( dalam konteks pengetahuan) oleh negara-negara yang terus belajar mengasah kognitif mereka.

Minat Baca Masyarakat yang Rendah dalam Tinjauan Reflektif

Di salah satu Perpustakaan yang pernah saya kunjungi yang berlokasi di Lombok Timur, ada selembar poster yang memuat gambar Drs. H. Mohammad hatta dan kutipan perkataan beliau mengenai betapa menyenangkannya membaca buku, kutipannya tertulis begini, “Aku rela dipenjara asalkan bersama buku, karena dengan buku Aku bebas.” Tentu menurut saya apa yang ditulis di dalam poster tersebut adalah kenyataan yang dirasakan oleh salah satu founding father kita. Dan saya masih ingat waktu dulu masih duduk di Sekolah Menengah Atas, Bapak guru sejarah pernah bercerita mengenai kecerdasan Drs. Mohammad hatta. Beliau menjelaskan bahwa Bapak Moh. Hatta ketika diasingkan pun koper-kopernya berisi banyak sekali buku. Sungguh terlihat jelas bahwa kecintaan beliau terhadap buku begitu besar.

Pertanyaan besar di kepala saya dan mungkin kita semua adalah, kita semua menyadari betapa pentingnya dan menyenangkannya membaca buku. Namun, kenapa membaca buku masih terasa berat? Kenapa masih terasa sulit untuk membalik lembar demi lembar dalam buku tersebut? Kemudian muncul pertanyaan baru yang masih disimpan dalam otak saya, kenapa lebih mudah membuka dan memainkan sosial media sampai berjam-jam dari pada membuka lembaran buku? Padahal kita semua sudah mengetahui bahwa dengan membaca buku kita bisa melihat dunia dari berbagai sisi. Saya sungguh yakin bahwa kita semua pernah mendengar atau bahkan mengingatnya sampai sekarang perkataan, “buku adalah jendela dunia, dengan membaca buku, maka kita dapat melihat dunia dengan jelas.” Walaupun kita sudah menyadari pentingnya membaca buku. Akan tetapi, masih terasa sulit untuk mempraktekkannya, apalagi menjadikannya sebagai suatu kebiasaan. Inilah kenyataan yang sedang dihadapi masyarakat, yaitu lebih menyenangkan membuka media sosial dari pada membuka buku.

Agar lebih memahami premis-premis dalam esai ini, kita perlu terlebih dahulu mengetahui apa yang dimaksud dengan ‘minat baca’ tersebut. Menurut Sutarno dalam (Saepudin, 2015) menerangkan minat baca dapat diartikan sebagai keinginan yang tinggi pada seseorang untuk membaca sumber bacaan. Selanjutnya menurut Hurlock dalam (Nuroini, dkk, 2020) menjelaskan yang dimaksud dengan minat yaitu segala sesuatu yang memotivasi seseorang untuk melakukan apa yang mereka inginkan.

Berdasarkan penjelasan dari kedua ahli tersebut, dapat kita simpulkan bahwa minat baca merupakan dorongan dari dalam diri seseorang untuk mengakses dan membaca sumber bacaan yang ada. Lalu yang dimaksud dengan ‘minat baca rendah’ berarti motivasi atau dorongan dari dalam diri orang tersebut sangat kecil, sehingga ketertarikannya untuk membaca sumber bacaan juga sangat rendah. Tentunya minat baca yang rendah ini dipengaruhi oleh faktor internal dan juga eksternal. Faktor internal melibatkan emosi, mood, dan motivasi. Sedangkan faktor eksternal melibatkan saran prasarana dan lingkungan sekitar.

Dalam tinjauan yang lebih reflektif, minat baca yang rendah merupakan suatu penyakit kronis yang ada dalam diri masyarakat yang dapat menimbulkan ‘penyakit’, seperti kebodohan, pelemahan kognitif, daya nalar yang lemah, kurangnya daya kritis, pengetahuan terhadap dunia sangat minim, ketertinggalan zaman, dan ‘penyakit’ lainnya. Minat baca rendah adalah penyakit yang harus segera disembuhkan. Jika kita tidak segera mengambil tindakan, maka bisa jadi ‘penyakit’ tersebut akan menggerogoti tubuh kita hingga tak tersisa apapun lagi, kecuali kebodohan dan ketidaktahuan akan dunia saat ini.

Oleh karena dorongan untuk mengobati ‘penyakit’ tersebut, saya mencoba mencari solusi praktis dan juga relevan yang bisa kita terapkan pada masyarakat modern saat ini. Tentu solusi yang saya sampaikan ini hasil dari observasi, dokumentasi, dan studi pustaka. Setelah mengamati penyebab minat baca rendah masyarakat, maka saya menemukan solusi, yaitu membangun eduwisata literasi offline dan online.

Eduwisata Literasi Offline dan Online

Eduwisata atau wisata edukasi menurut Maesari, dkk (2019) merupakan suatu program dimana pengunjung datang berkunjung ke salah satu tempat wisata dengan tujuan memperoleh pembelajaran pada objek wisata yang dikunjungi. Jadi, selain untuk berwisata, pengunjung juga bisa mendapatkan pembelajaran dan juga pengetahuan di objek wisata tersebut. Kemudian, yang dimaksud dengan literasi menurut Musthafa (2014) dalam (Damayantie, 2015) adalah kemampuan seseorang untuk membaca, menulis, dan berpikir kritis. Artinya bahwa, jika masyarkat memiliki literasi yang tinggi, maka masyarakat tersebut merupakan masyarakat yang cerdas.

Jika kita bingkai pengertian eduwisata literasi dari penjabaran diatas, maka dapat kita artikan, eduwisata literasi merupakan salah satu objek wisata yang berbasis literasi, sehingga pengunjung yang datang ke objek wisata tersebut mendapatkan pembelajaran dan pengetahuan literasi. akan ada banyak buku-buku yang meningkatkan pemikiran kritis, seperti buku-buku logika, nalar, sejarah, psikologi, novel-novel yang melatih daya nalar, dan semua jenis buku yang sekiranya mampu mengembangkan pribadi dan pengetahuan masyarakat.

Saya sudah jelaskan di awal tulisan mengenai banyak cara yang sudah kita lakukan untuk mengatasi ‘penyakit’ minat baca rendah ini. Namun, masih saja terasa sulit untuk meningkatkan minat baca masyarakat. Oleh karena itu, kita perlu mencari solusi praktis dan konkret untuk mengatasi masalah tersebut. Jika kita memperhatikan pedesaan, maka kita akan melihat banyak potensi wisata yang ada di desa tersebut. Jadi, kita harus jeli memanfaatkan objek wisata tersebut. Jikalaupun objek wisata tidak ada, maka kita harus membuat objek wisata kita sendiri dan mengembangkannya. Selain untuk menghasilkan pendapatan dari segi ekonomi, objek wisata juga harus memberikan manfaat dalam bentuk pengetahuan yang dapat meningkatkan literasi masyarakat.

Eduwisata literasi ini akan kita buat menjadi dua bagian, yaitu offline dan online. Eduwisata offline tersebut dengan memanfaatkan atau menciptakan objek wisata menjadi perpustakaan dan tempat membuat kegiatan yang bertema literasi seperti, bedah buku, storytelling, lomba membaca puisi, cerpen, dan sebagainya. Selain itu, kita akan membuat destinasi eduwisata literasi tersebut instagramable, sehingga masyarakat lokal maupun pengunjung akan tertarik untuk berfoto dan mempromosikan destinasi eduwisata literasi tersebut.

Selanjutnya mengenai eduwisata literasi online, kita harus membuat website dan akun media sosial, seperti instagram, facebook, youtube, dan media sosial lainnya. Dilansir dari detik.com, rilisan terbaru we are social menunjukkan ada 175,4 juta pengguna internet di Indonesia, dan yang aktif di sosial media sebanyak 160 juta orang. Melihat penetrasi penggunaan media sosil yang begitu besar, maka akan sangat rugi jika kita tidak memanfaatkannya untuk menyebarkan akal sehat kepada masyarakat luas. Oleh karena itu website dan akun media sosial merupakan langkah yang tepat untuk menggugah minat baca masyarakat, terutama masyarakat pedesaan.

Setelah membuat website dan akun media sosial, maka kita perlu mengoptimalkannya agar pengunjung dan followers bertambah, yang pada akhirnya mereka berkeinginan untuk berkunjung ke destinasi eduwisata literasi tersebut. Banyak hal yang perlu kita lakukan, seperti membuat insight di instagram, feeds yang menarik, informasi akun yang lengkap, mempelajari algoritma media sosial, dan sebagainya. Tentunya dalam membuat konten media sosial harus menarik dan seimbang antara unggahan yang bersifat edukatif, informatif, dan menghibur. Jangan sampai konten yang dibuat hanya bersifat menghibur. Akan tetapi, konten tersebut juga harus bersifat edukatif dan informatif.

Minat baca masyarakat Indonesia terbilang rendah jika dibandingankan dengan negera-negara maju seperti China, Amerika, dan Jepang. Minat baca yang rendah ini disebabkan oleh banyak faktor, seperti tidak menumbuhkan budaya membaca dari kecil, kurangnya sarana dan prasarana, kemalasan dalam diri, penetrasi media sosial, lingkungan, mood, dan motivasi. Minat baca rendah merupakan penyakit kronis yang membahayakan masyarakat jika tidak segera diobati. Oleh karena itu, penulis menawarkan solusi praktis dan konkret, yaitu membangun eduwisata literasi offline dan online untuk menggugah minat baca masyarakat, lebih khususnya masyarakat desa.

Daftar Pustaka:

  • A.R, S. A. (2014). Skripsi. Faktor-faktor Penyebab Rendahhya Minat Baca Masyarakat di Taman Baca Masyarakat (Studi Kasus Taman Baca Masyarakat Cinta Baca, Kelurahan Lempuing, Kecamatan Ratu Agung, Kota Bengkulu). Universitas Bengkulu.
  • Damayantie, A. R. (2015). Literasi Dari Era ke Era. Jurnal Pendidikan dan satra Indonesia, Vol.3,no.2, 1-10.
  • https://edukasi.kompas.com/daftar-lengkap-skor-pisa-2018-kemampuan-baca-berapa-skor-Indonesia. Diakses 26 Januari 2021
  • https://news.detik.com/benarkah-minat-baca-orang-Indonesia-serendah-ini. Diakses 26 Januari 2021
  • Maesarai,N., Suganda, D., & Rakhman, C.U. (2019). Pengembangan Wisata Edukasi Berkelanjutan di Museum Geologi Bandung . Journal of Tourism,Travel, and Hospitality, Vol.1, No.1, 17-30
  • Nuroini, I., Putri, C. S., & Pertiwi, M. G. (2020). Pengembangan Sistem perpustakan sebagai Upaya Meningkatkan Minat Baca dalam Menghadapi Era 4.0 di Desa MasanganWetan, Sukodono, Siduarjo. Jurnal Abdhi bhayangkar, Vol.2,No.1, 10-20.
  • Saepudin, E. (2015). Tingkat Budaya Membaca Masyarakat (Studi Kasus pada Masyarakat di Kabupaten Bandung). Jurnal Kajian Informasi dan Perpustakaan, Vol.3,No.2, 271-282.
  • Siswati. (2010). Minat Membaca pada mahasiswa (Studi Deskriptif pada Mahasiswa Fakultas Psikologi Indip Semester 1). Jurnal Psikologi Undip, Vol.8,No.2, 124-134.
  • Solihin, L., Utama, B., Pratiwi, I., & Novirina. (2019). Indeks Aktivitas Literasi Membaca 34 Provinsi. Jakarta: Puslitjakbud.
  • Anifah & Manalu, B. (2019). Upaya Pengelola dalam Peningkatan Minat Baca Masyarakat di Taman Bacaan Masyarakat Cellpower Indonesia. Journal of Millenial Community, Vol.1,No.1, 36-41.

BIODATA PENULIS

Nama saya Akhmad Kholil Bisri, lahir di Keruak pada tanggal 28 Oktober 1999. saya berasal dari Desa Selebung, kecamatan Keruak, Lombok Timur. Sekarang saya berdomisili di Rembiga, Mataram. Saya memiliki hobi membaca, menulis dan memasak. Sekarang saya sedang menempuh pendidikan di salah satu Universitas Negeri di NTB yaitu Universitas Mataram. Di Universitas Mataram saya masuk di jurusan Ilmu komunikasi.

Sewaktu SMA saya sering mengikuti lomba debat bahasa inggris, dan sempat menang beberapa kali. Kemudian, pada saat kuliah sy mengikuti lomba menulis opini tingkat mahasiswa se-NTB yang diadakan oleh museum NTB, dan saya mendapat juara 1.

Saya memiliki Instagram dengan nama (kholilbisri28), FB (kholil bisri), Nomor kontak saya (087701543335, WA/telp) dan Email saya [email protected].

 

Related Posts

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *