Literasi menjadi salah satu hal yang penting dimiliki oleh setiap orang. Hal ini karena literasi yang rendah akan berdampak pada kurang memahaminya ilmu. Literasi adalah kemampuan yang dimiliki seseorang dalam memperoleh, mengolah dan memahami informasi setelah membaca dan menulis. Orang yang memiliki kemampuan literasi yang baik, akan mampu mengakses dan menggunakan informasi secara efektif dan efisien, dapat mengevaluasi informasi secara kritis, serta dapat menggunakannya secara akurat dan kreatif yang lebih spesifik, literasi adalah kemampuan menulis dan membaca (Suhaimi, 2017).
Literasi sangat penting bagi setiap kalangan terutama dalam masyarakat pedesaan, salah satu bunyi dari alinea keempat dalam pembukaan UUD 1945 yang berbunyi “Mencerdaskan kehidupan bangsa” hal ini tentunya menjadi pedoman bagi masyarakat pedesaan agar tidak mengalami ketertinggalan dengan menerapkan budaya literasi. Dalam Perpustakaan Nasional RI, Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 43 tahun 2007 Tentang Perpustakaan menyatakan bahwa, tujuan perpustakaan ialah memberikan pelayanan bagi masyarakat, meningkatkan kegemaran membaca, serta dapat memperluas wawasan dan ppengetahuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa (Mustolehudin, 2009).
Literasi di Indonesia saat ini telah lama digaung-gaungkan oleh pemerintah yang tercermin dari beberapa aturan maupun program kerja. Namun, sayangnya hal ini kurang memiliki dampak yang signifikan. Dibuktikan dengan adanya lembaga survei yaitu Programme for International Student Assessment (PISA) yang mengatakan bahwa Indonesia menduduki peringkat ke-64 dari 65 negara yang telah disurvei pada tahun 2012 (Nana Sudiana, 2019). Didukung dengan data yang disampaikan UNESCO menyatakan bahwa posisi membaca di Indonesia itu 0,001% yang berarti bahwa dari 1.000 orang hanya 1 orang yang memiliki minat baca yang tinggi (Nana Sudiana, 2019). Tentunya hal ini sungguh mengkhawatirkan.
Rendahnya minat baca di kalangan masyarakat saat ini disebabkan oleh beberapa faktor yaitu keterjangkauan perpustakan yang relatif jauh, dan dampak dari adanya revolusi 4.0. Keterjangkauan perpustakaan yang jauh, disebabkan oleh jarak perpustakan yang sulit ditempuh serta minimnya keberadaan perpustakaan. Selain keterjangkauan perpustakaan juga di sebabkan oleh dampak revolusi 4.0. Revolusi industri 4.0 adalah suatu masa dimana manusia mudah dalam mengakses internet.
Berdasarkan survei dari APJII (Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia) mengatakan bahwa semenjak wabah Covid-19 Indonesia mengalami peningkatan dalam menggunakan internet yaitu sebesar 73,7% dari tahun sebelumnya yang hanya 68% (APJII,2020). Namun sayangnya, penggunaan internet di indonesia masih disalah gunakan. Berdasarkan survei APJII masyarakat Indonesia lebih sering mengakses media sosial dari pada mencari sumber bacaan dengan presentase 51,5% (APJII,2020). Tentunya hal ini menjadikan Indonesia “krisis” membaca dan mendorong Indonesia pada posisi rendah dalam kategori literasi.
Ketimpangan indeks literasi masyarakat desa dan masyarakat perkotaan sungguh memprihatinkan. Hal ini dikarenakan beberapa faktor. Satu diantaranya yaitu kurang sadarnya masyarakat desa tentang pentinganya literasi. Masyarakat desa cenderung menganggap hal-hal baru sebagai hal yang “tabu” untuk dipelajari, sehingga hal ini akan membuat mereka menjauhi hal-hal baru. Selain itu, perpustakaan yang tersebar di desa masih sangat sedikit, baik secara akses untuk mencapai perpustakaan di desa yang sulit dan sarana prasarana yang tersedia di desa kurang mendukung.
Di sisi lain, mayoritas masyarakat di Indonesia beragama muslim dan merupakan negara yang paling terbanyak memeluk agama islam. Bahkan di zaman Rasulullah ketika Allah SWT menurunkan wahyu yang pertama itu berbunyi “Bacalah!!” yang artinya perintah untuk membaca. Sehingga wajar membaca menjadi syarat penting untuk masyarakat muslim. Dalam sejarah, sejak masjid didirikan untuk senantiasa menjadi temppat iibadah juga menjadi peranan sentral terhadap kemajuan sumber daya umat islam. Di zaman Rasulullah SAW, masjid ini dijadikan sebagai pusat kegiatan sosial keagamaan yang artiinya ini sangat penting bagi mewujudkan manuusia yang berilmu dan beradab. Perpustakaan mesjid di zaman Rasulullah dan Khulafaurrasyidin salah satu fungsi masjid adalah pusat dakwah dan pendidikan. Tentunya hal ini dapat dimanfaatkan guna meningkatkan literasi masyarakat desa. Penulis merespon adanya hal tersebut dengan model mousli.
Masjid yang dipahami saat ini adalah hanya sebagai tempat ibadah bagi umat islam, namun juga memiliki banyak fungsi yang lain bagi masyarakat. Menurut Harun (2009:1) menyatakan bahwa fungsi masjid yang berkembang dalam masyarakat adalah diantaranya sebagai pusat ibadah, pusat dakwah, pusat pendidikan, pusat bacaan/pustaka, dan pusat kegiatan sosial (Mustolehudin, 2009). Selain itu juga sebagai tempat untuk menggali iilmu pengetahuan, yang tentu saja memelurkan sebuah perpustakaan sebagai wasilah (Fitriani, 2017). Hal ini yang dapat mendukung munculnya perpustakaan masjid untuk kemajuan umat islam dalam menghadapi masalah-masalah.
Masjid di Indonesia sangatlah banyak baik itu di wilayah kota maupun di pedesaan. Sejak masjid memiliki fasilitas berupa perpustakaan masjid, tetapi hanya sebagian masjid saja di perkotaan. Jika dilihat perpustakaan masjid di wilayah pedesaan masih sangat untuk itu dengan meningkatkan literasi di masyarakat pedesaan salah satu yang menjadi ide bagi penulis adalah dengan upaya model mousli. Model mousli (mousque libbrary) merupakan sebuah model untuk meningkatkan literasi masyarakat desa dengan memanfaatkan masjid sebagai basis utamanya. Gagasan ini menekankan pada keberadaan masjid yang tersebar di seluruh penjuru di Indonesia. Di dalam model mousli, masjid difungsikan sebagai perpustakan mini yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat untuk mencari sumber bacaan. Tidak hanya sebagai perpustakaan, masjid diharapkan dapat mengubah mindset masyarakat desa untuk lebih “aware” dengan literasi melalui sosialisasi.
Mousli nantinya dilengkapi dengan bacaan-bacaan edukasi yang menarik untuk dibaca, yaitu dengan menggabungkan gambar dengan tulisan atau biasa disebut komik, namun komik yang ada di mousli akan bertemakan materi-materi sekolah. Selain itu, mousli juga akan dilengkapi sarana prasarana yang memadai, baik dari buku dan tempat yang nyaman. Agar mousli tetap eksis dilingkungan masyarakat serta dapat mengikuti perkembangan zaman, maka mousli dilengkapi dengan e-library yang bisa diakses dimana saja dan kapan saja. Selain itu, model mousli ini juga akan menjadi tempat menambah pengetahuan bagi anak-anak desa seperti, setelah melakukan kegiatan TPA/TPQ seorang musyrifah mengarahkan santrinya untuk duduk beberapa menit lalu membagikan bebrapa buku komik berisi shiroh (sejarah) dalam bentuk komik sehingga para santri mengetahui perjalanan/kisah Rasulullah dan para sahabat. Anak remaja masjid juga akan terlibat langsung dalam penerapan model mousli ini seperti mengadakan suatu kegiatan atau sosialisasi bagi masyarakat desa bahwa model mousli ini atau dikatakan perpustakaan masjid dapat menjadi salah satu tempat yang disediakan bagi masyarakat desa untuk menuntut ilmu agama maupun umum dengan membaca. Karena setiap umat muslim wajib untuk menuntut ilmu agama dan selainnya.
Menyalurkan beberapa jumlah koleksi bahan pustaka dan pelayanan yang baik kepada masyarakat awam pedesaan, maka perpustakaan masjid ini dengan model Mousli bagi kategori pemula, yaitu: Perpustakaan masjid dengan model Mousli bagi pemula yang ada di desa dengan jumlah bahan koleksi pustaka minimal 1.000 judul.
Sedangkan jenis dan bentuk koleksi bahan pustaka berupa digital (e-library) bagi masyarakat pedesaan yaitu:
- Buku (kitab) yang tercetak elektronik, ebook dapat diakses di halaman web yang sudah disediakan.
- Majalah dan buletin
- Video
- Game yang edukatif
Pola Model Mousli Sebagai Akselerasi Literasi Masyarakat Desa
Terdapat tiga alasan besar mengapa masjid dipilih sebagai basis perpustakan. Pertama, apabila dilihat dari sejarahnya, Rasullah SAW mengoptimalkan fungsi masjid, selain untuk kepentingan ibadah, masjid difungsikan untuk melaksanakan kegiatan lainnya seperti pemberdayaan masyarakat, pendidikan, sampai pengembangan ekonomi. Sebagaimana dikemukaan oleh Shafiyyurahman Al-Mubarakfuri bahwa sejarah masjid nabawi di Madinah didirikan oleh Rasullah SAW memiliki tidak kurang 10 peranan dan fungsi. Salah satunya yaitu pendidikan (Sunalyo,2020). Namun sayangnya masjid pada zaman sekarang hanya difungsikan sebagai tempat ibadah saja.
Alasan kedua dilandasi dengan jumlah masjid di Indonesia yang begitu besar. Menurut Ketua Umum Dewan Masjid (DMI), Jusuf Kalla mengatakan bahwa total masjid yang ada di Indonesia yaitu mencapai 800.000 (Ahmad ZM, 2020), jumlah ini terbanyak di dunia. JK mengatakan bahwa setiap 220 orang yang ada di daerah dapat mengakses masjid atau mushola dengan mudah (Antaranews,2020). Alasan yang ketiga yaitu intensitas masyarakat mengunjungi masjid sangat tinggi. Dalam sehari masyarakat minimal mengunjungi masjid 5 kali sehari untuk melaksanakan ibadah atau sholat. Hal ini tentunya menjadi peluang besar, apabila masjid dijadikan mitra untuk meningkatkan literasi masyarakat. Berdasarkan 3 alasan besar tersebut, sepertinya tidak salah menggandeng masjid sebagai agen untuk meningkatkan akselerasi literasi masyarakat desa.
Kerja Sama Program
Dalam pengimplementasian program ini dibutuhkan beberapa pihak terkait yaitu pemerintah sebagai pengurus regulasi, pengurus masjid sebagai mitra dari program ini yang nantinya akan ditunjuk sebagai pengelola perpustakaan, dan komunitas penggiat literasi yang bertugas untuk memberikan bantuan baik secara material maupun non material untuk mendukung program Mousli. Tentunya dengan adanya kerjasama yang baik antar pihak dapat mensukseskan program ini.
Dilihat dari latar belakang masjid yang banyak ditemui di masyarakat serta keterbatasan perpustakaan di desa menjadi alasan kuat bahwa program ini dapat dilaksanakan. Konsep Mousli diharapkan dapat meningkatkan literasi masyarakat desa.
Referensi:
- Suhaimi, I. (2017). Memberdayakan Kecerdasan Kinestetik Anak Untuk Budaya Literasi Bahasa. KREDO: Jurnal Ilmiah Bahasa dan Sastra, 1(1), 72-90.
- Fitriani, 2017. Peranan dan Fungsi Perpustakaan Masjid Dalam Mencerdaskan Umat Islam. Banjarmasin. Jurnal Pustaka Raya, Vol. 5 No. 10
- Mustolehudin, 2009. Pengelolaan Perpustakaan Masjid Di Era Globalisasi Informasi. Jurnal Analisa, Vol. XVI, No. 02.
- https://www.apahabar.com/: Di Indonesia Jumlah Masjid Capai 800.000. KALSEL.
- https://www.m.republika.co.id/: Amil dan Budaya Literasi. Lombok.
- https://apjii.or.id/survei2019x/kirimlink. Laporan Survei Internet APJII 2019-2020. Jakarta
BIOGRAFI PENULIS
Nama : Sri Rukmaeni Reza
Tempat dan Tanggal Lahir : Jeneponto, 10 Agustus 2000
Domisili : Jeneponto, Sulawesi Selatan
Pendidikan Terakhir : SMA/MA Sederajat
Pengalaman Organisasi :
- Pengurus MPK MAN Binamu Jeneponto 2017-2018
- Duta Edukasi Perubahan Perilaku Tim 300 Kota Makassar 2020
Prestasi :
- Juara 1 KSM Geografi Tingkat Kabupaten 2017
- Juara 1 KSM Geografi IKA MAN CompetItion 2017
- Juara 1 Fahmil Qur’an MTQ XLII Tingkat Kabupaten 2018
- Juara Harapan III Fahmil Qur’an MTQ XLII Tingkat Provinsi 2018
WhatsApp : +6282336056183
Instagram : @rukma0n4
Email : [email protected]
Nama : Ani Setiyani
Tempat dan Tanggal Lahir : Pekalongan,26 Januari 2000
Domisili : Semarang
Pendidikan Terakhir : SMA/MA
Pengalaman Organisasi :
- KIME (Komunitas Ilmiah Mahasiswa Ekonomi)
- Co-Founder Komunitas CitaKita
Prestasi :
- Peserta olimpiade ekonomi islam dalam TELMIREG
- 20 besar cerpen muslim nasional
- Finalis lomba PUISI se regional jawa tengah (TELMIREG JATENG)
- Juara Best Poster LKTI BORN SF 2
- 15 Besar Finalis LKTIN TRACIVAL
- 10 Besar Finalis LKTIN IEFEST
- 15 Besar Finalis Es-Cooter
- 10 Besar Finalis PENA KSEI
- Juara 3 LKTIN ICON 3 & EDOV 6
- Juara 2 Lomba Esai Karya Aksara Soedirman
- Juara Harapan 3 LKTIN TRACIVAL
- Juara 1 LKTI ALCOFE 13th 2019
- 10 Besar Finalis LKTIN GREAT
- 10 Besar Finalis Esai NEC MEF
- Juara 2 LKTIN USCREP 2019
- 15 Besar Finalis LKTIN RnDC 2019
- Finalis LKTI PIL 2020
- Presenter ICEBEES 2020
WhatsApp : 082324255979
Instagram : ani_setiyani26
Email : [email protected]