Bilik Pustaka

Upaya Pengefektifan Peran Perpustakaan Desa melalui Gerakan Ayo RRnD (Reading, Retelling, and Discussion)

Ilmu pengetahuan tidak hanya diperoleh melalui ceramah tatap muka yang disampaikan oleh guru atau pendidik dalam kegiatan pendidikan formal, melainkan juga bisa didapatkan di luar kegiatan formal seperti belajar otodidak dengan membaca dari buku-buku dan beberapa sumber lain. Dalam Harrod’s Librarians’ Glossary (Kalida & Mursyid, 2015: 9), mengartikan bahwa buku adalah kumpulan kertas yang saling terikat antara satu sama lain dalam satu sampul dan berjilid, di dalamnya menyajikan naskah secara tertulis maupun tercetak.

Membaca merupakan suatu aktivitas yang bisa dijadikan sebagai pijakan awal untuk meningkatkan minat baca. Berbagai manfaat yang bisa didapatkan dengan membaca yaitu dapat meningkatkan pengetahuan, informasi, dan wawasan yang luas. Menurut Shari (2006), membaca dianggap sebagai suatu proses, cara berpikir, semacam pengalaman kehidupan nyata serta melibatkan banyak keterampilan yang kompleks. Begitu juga dengan minat baca yang merupakan suatu perasaan yang timbul dalam hati yang diiringi dengan adanya dorongan yang kuat untuk membaca (Meliyawati, 2016). Sehingga dapat disimpulkan bahwa minat baca merupakan suatu ketertarikan seseorang dalam melakukan aktivitas membaca dan yang telah dijadikan rutinitas, sehingga saat melakukan aktivitas tersebut dapat menikmati dan konsisten untuk terus membaca dalam jangka waktu yang panjang dan berkelanjutan.

Menurut hasil penelitian Perpustakaan Nasional pada tahun 2017 bahwa rata-rata masyarakat Indonesia hanya membaca buku sekitar 3 sampai 4 kali per minggu, dengan durasi waktu membaca per hari rata-rata 30 sampai 59 menit. Sedangkan, jumlah buku yang ditamatkan per tahun rata-rata hanya 5 sampai 9 buku. Data yang dirilis Perpusnas juga menunjukkan bahwa tingkat kegemaran membaca masyarakat Indonesia hanya 36,48 atau terbilang masih sangat rendah. Rendahnya minat baca masyarakat Indonesia ini juga dikuatkan dengan sebuah studi yang dihasilkan oleh Central Connecticut State University pada bulan Maret 2016 mengenai “Most Literate Nations in The World”, bahwa Indonesia menduduki peringkat ke-60 dari total 61 negara yang berpartisipasi.

Padahal jika dilihat dari segi infrastruktur pendukung yang dimiliki, Indonesia berada di atas negara Eropa. Dikuatkan lagi dengan pernyataan dari UNESCO bahwa Indonesia berada di posisi kedua dari ujung mengenai literasi dunia. Data UNESCO menunjukkan bahwa minat baca masyarakat Indonesia masih sangat memprihatinkan, dengan presentase sebesar 0,001%, yang artinya bahwa hanya ada 1 dari 1000 orang Indonesia yang gemar membaca. Ironinya, angka ini sangat berbanding terbalik dengan jumlah pengguna internet di Indonesia yang mencapai 50% dari jumlah populasi penduduk Indonesia, atau bisa terbilang sekitar 132,7 juta.

Rendahnya minat baca masyarakat Indonesia, menurut Colin McElwee, Co-Founder Worldreader, salah satunya dipengaruhi oleh sulitnya akses terhadap buku. Tak hanya itu, Colin juga mengatakan bahwa gempuran inovasi di bidang teknologi mmembuat masyarakat terutama generasi milenial lebih senang menatap layer dibandingkan membaca buku. Munculnya internet dan situs media sosial telah memperluas sumber informasi berbasis digital (Schneider, 2010). Martinez dan Lopez Rio (2015) juga mengungkapkan bahwa kemunculan teknologi dan internet telah menyebabkan adanya cara membaca yang baru. Selain itu, menurut Aydemir dan Ozturk (2012) membaca digital merupakan sebuah dampak yang diakibatkan oleh munculnya budaya digital, sehingga seringkali disebut sebagai reading from the screen.

Tingkat rendahnya minat baca yang sedang membudaya di masyarakat apabila dibiarkan berlarut-larut, tentunya akan dapat berakibat semakin jauhnya Indonesia dalam mewujudkan tujuan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia dengan berdedikasi tinggi untuk menyongsong kemajuan Indonesia dalam Indonesia Emas tahun 2045. Maka dari itu, dibutuhkan sebuah solusi cerdas untuk menyikapi permasalahan ini dan diharapkan juga mampu untuk menuntaskan tingkat rendahnya minat baca masyarakat Indonesia. Upaya yang sudah diterapkan oleh masyarakat dan pemerintahan untuk permasalahan ini yaitu dengan mendirikan perpustakaan umum.

Sebagaimana definisi dari perpustakaan umum adalah perpustakaan yang diperuntukkan bagi masyarakat luas sebagai sarana pembelajaran sepanjang hayat tanpa membedakan umur, jenis kelamin, suku, ras, agama, dan status sosial ekonomi. Salah satu contoh perpustakaan umum adalah perpustakaan desa. Perpustakaan desa merupakan swadaya, swasembada, dan swakelola masyarakat sekitar di suatu daerah tertentu. Perpustakaan desa bisa dikatakan sebagai sumber Pendidikan bagi masyarakat sesuai dengan fungsinya, yaitu perpustakaan desa sebagai wahana pendidikan, penelitian, pelestarian, informasi, dan rekreasi untuk meningkatkan kecerdasan dan keberdayaan masyarakat.

Namun upaya ini belum bisa dianggap mampu untuk mewujudkan tujuan mulia Indonesia. Tidak dapat dipungkiri bahwa pada kenyataannya memang perpustakaan secara mayoritas kalah dengan keramaian café atau terbilang sepi dan kurang mampu menarik banyak pengunjung. Penyebab yang secara umum terjadi yaitu kualitas pelayanan yang tidak sesuai dengan harapan, kebosanan dengan tata letak ruang yang minimalis, koleksi buku yang terbatas, dan adanya mindset yang sudah tertanam pada masyarakat terkait anggapan bahwa segala informasi lebih mudah didapatkan secara instan melalui internet karena perkembangan teknologi yang sudah semakin pesat. Sehingga tanpa sadar masyarakat akan merasa malas dan tidak tertarik lagi dengan buku bacaan dan dapat menyebabkan semakin rendahnya minat baca masyarakat Indonesia.

Seperti yang telah diulas di atas mengenai rendahnya minat baca masyarakat tentunya berpengaruh pada tingkat keberlangsungan peran dari perpustakaan desa, yang mana perpustakaan desa tidak bisa menjalankan peranannya dengan baik karena tidak memiliki dukungan dan antusisas dari masyarakat baik dalam hal kunjungan mambaca, ataupun untuk meminjam buku. Jadi dengan adanya perpustakaan desa belum tentu bisa menjamin permasalahan minat baca meningkat, masih tetep dibutuhkan cara-cara inovatif untuk mendorong perpustakaan desa yang tepat sasaran. Tepat sasaran yang dimaksudkan yaitu perpustakaan desa yang mempu mewujudkan segala tujuan-tujuan yang telah dicanangkan sebelumnya. Maka dari itu, harus segera ditemukan solusi untuk bisa menuntaskan masalah ini agar tidak semakin memperburuk keadaan dan citra baca Indonesia baik di mata lokal maupun global.

Dengan situasi yang begitu memprihatinkan tersebut, penulis sebagai generasi muda merasa tergerak untuk bisa berperan dalam menyelesaikan permasalahan ini. Untuk itu, penulis menawarkan sebuah inovasi dalam rangka memberikan dobrakan baru kepada pelayanan perpustakaan desa agar mampu merealisasikan tujuan yang telah ditentukan sebelumnya. Inovasi yang penulis tawarkan yaitu dengan gerakan Ayo RRnD (Reading, Retelling, and Discussion). Seperti namanya, gerakan Ayo RRnD (Reading, Retelling, and Discussion) merupakan gerakan untuk mengaktifkan dan mengefektifkan kembali perpustakaan desa dengan tiga gerakan, yang meliputi Reading, Retelling, dan Discussion.

Gerakan Reading merupakan gerakan pertama yang harus dilakukan sebelum menerapkan gerakan dua lainnya. Karena arti dari kata Reading yang berarti membaca, sehingga dalam penerapan gerakan tersebut yang dilakukan yaitu dengan membaca buku-buku yang telah disediakan oleh perpustakaan desa, bisa berupa buku fiksi (komik, novel, puisi, pantun, dan sebagainya), maupun non fiksi (kumpulan materi, pembahasan soal, dan sebagainya). Dalam membaca buku tidak diberikan ketentuan harus dibaca di perpustakaan, tetapi bisa juga dipinjam untuk dibaca di rumah. Meskipun dilakukan di rumah tetap harus bertanggung jawab dengan buku yang telah dipinjam untuk melakukan gerakan pertama yaitu dengan melakukan pelaporan hasil membaca setiap harinya terkait inti yang didapatkan dari membaca bersambung tersebut. Pelaporan tersebut akan dikumpulkan saat ada pertemuan untuk melakukan gerakan kedua dan ketiga.

Gerakan kedua dan ketiga yaitu Retelling and Discussion dilakukan setelah jangka waktu sebulan dari gerakan yang pertama, Reading. Dalam gerakan Retelling yang berarti menceritakan kembali dari hasil gerakan Reading yang telah dilakukan sebelumnya. Kegiatan ini rencananya dilakukan dalam bentuk fgd (Focus Group Disscussion), yang mana masing-masing peserta akan melakukan Retelling bergiliran baik secara random maupun terurut. Tujuan dari gerakan ini yaitu agar peserta lain juga mampu memahami alur cerita dan informasi penting lainnya dari hasil Reading peserta lain, menambah wawasan, dan melatih kemampuan berbicara di depan umum. Kemudian dilanjutkan dengan gerakan ketiga, yaitu gerakan Discussion. Dalam kegiatan Discussion masih melanjutkan fgd (Focus Group Discussion) dengan diisi kegiatan diskusi buku, isu yang sedang terjadi, belajar kelompok, atau bisa tentang hal-hal lain. Tujuannya selain untuk menambah wawasan juga agar sesama peserta dapat menjalin hubungan baik dan meningkatkan solidaritas antar sesama.

Dalam mengimplementasikan gerakan Ayo RRnD (Reading, Retelling, and Discussion) bisa dibarengi dengan pembentukan komunitas sebagai pendukung berjalannya gerakan ini. Komunitas ini bisa diisi dengan merekrut pengurus perpustakaan desa, atau bisa juga beranggotakan generasi-generasi muda yang ada di desa tersebut. Tujuan dari pemberian peran pada generasi muda yaitu agar mereka mampu dan terbiasa ketika terjun langsung dalam kegiatan sosial kemasyarakatan. Selain itu, perpustakaan desa juga harus mempersiapkan segala sarana prasarana penunjang sebelum gerakan Ayo RRnD (Reading, Retelling, and Discussion), seperti melakukan penataan ulang terkait tata letak ruang, menambah koleksi buku-buku terbaru yang dimungkinkan akan disukai oleh masyarakat, dan tentunya didukung dengan kegiatan sosialisasi rutinan kepada masyarakat oleh pengurus perpustakaan yang bekerja sama dengan komunitas.

Jadi dalam penerapanya, gerakan Reading dilakukan pertama, kemudian setelah berjarak waktu sebulan akan dilakukan gerakan Retelling and Discussion secara bersamaan. Dalam gerakan Reading menargetkan minimal tamat satu buku dengan batas ta,at buku maksimal yang tidak ditentukan. Setelah ketiga gerakan Ayo RRnD (Reading, Retelling, and Discussion) diterapkan, dalam jangka waktu tiga (3) bulan sekali, perpustakaan desa bersama komunitas akan memberikan reward kepada peserta dengan jumlah tamat nuku terbanyak. Reward yang diberikan kepada peserta bisa berupa buku bacaan (novel, kamus), alat tulis, ataupun barang lain sejenis flashdisk.

Tujuan dari pemberian reward ini untuk mengapresiasi usaha yang dilakukan peserta, juga agar peserta bisa semakin giat dalam membaca dan menamatkan buku, sebab tidak dapat dipungkiri bahwa mayoritas dari masyarakat tentunya akan merasa senang saat memperoleh hadiah atau penghargaan. Dengan kata lain, agar bisa lebih banyak menarik minat masyarakat dalam hal membaca, dan masyarakat bisa memanfaatkan adanya perpustakaan desa dengan baik. Penulis berharap besar dengan adanya usulan ide gerakan Ayo RRnd (Reading, Retelling, and Discussion) ini agar ke depannya perpustakaan desa mempu mengalahkan keramaian pengunjung café dan dapat meningkatkan wawasan serta minat baca masyarakat desa setempat, sehingga tidak akan ada lagi wacana bahwa masyarakat desa ketinggalan zaman ataupun gagap teknologi.

Referensi:

  • Alam, Syamsu. 2015. Membangun Perpustakaan Desa Menjadi Peletak Dasar Lahirnya Budaya Baca Masyarakat di Pedesaan. Sulawesi Selatan: JUPITER, Vol. XIV, No. 2, Hal. 78-82.
  • Ariyani, Luh Putu Sri, Wayan Mudana, Nengah Bawa Atmadja, Desak Made Oka Purnawati. 2017. Pemberdayaan Pemuda dalam Pengembangan Perpustakaan Desa untuk Meningkatkan Kemampuan Literasi Masyarakat. Buleleng: SENADIMAS, Universitas Pendidikan Ganesha.
  • Aulinda, Imanda Fikri. 2020. Menanamkan Budaya Literasi pada Anak Usia Dini di Era Digital. Semarang: TEMATIK, Vol. 56, No. 2, Hal. 88-93.
  • Basalamah, Muhammad Ridwan, Mohammad Rizal dan Erfan Efendi. 2020. Penyediaan Rumah Baca Masyarakat sebagai Solusi Cerdas Mengawali Budaya Membaca. Malang: DINAMISIA, Vol. 4, No. 1, Hal. 36-42.
  • Ghofur, Abdul dan Evi Aulia Rachma. 2019. Pemanfaatan Media Digital Terhadap Indeks Minat Baca Masyarakat Kabupaten Lamongan. Lamongan: Gulawentah, Vol. 4, No. 2, Hal. 85-92.
  • Hidayanto, Juniawan. 2013. Upaya Menigkatkan Minat Baca Masyarakat melalui Taman Bacaan Masyarakat Area Publik di Kecamatan Ungaran Timur Kabupaten Semarang. Semarang.
  • Rizki, Muhammad. 2019. Analisis Pelayanan Perpustakaan Desa. Banda Aceh: Universitas Islam Negeri Ar-Raniry Darussalam.
  • Syarif, Irman dan Elihami Elihami. 2020. Pengadaan Taman Baca dan Perpustakaan Keliling sebagai Solusi Cerdas dalam Meningkatkan Minat Baca Peserta Didik SDN 30 Parombean Kecamatan Curio. Enrekang: Maspul Journal of Community Empowerment,Vol. 1, No. 1, Hal. 109-117.
  • Wahyuni, Sri. 2009. Menumbuhkembangkan Minat Baca Menuju Masyarakat Literat. Malang: diksi, Vol. 16, No. 2, Hal. 179-189.
  • https://www.kominfo.go.id/content/detail/10862/teknologi-masyarakat-indonesia-malas-baca-tapi-cerewet-di-medsos/0/sorotan_media: TEKNOLOGI Masyarakat Indonesia: Malas Baca Tapi Cerewet di Medsos.

BIOGRAFI PENULIS

Nama : Sri Indrayani
TTL : Lamongan, 17 Februari 2002
Domisili : Desa Jubelkidul, Kecamatan Sugio, Kabupaten Lamongan, Jawa Timur – Indonesia
Pendidikan Terakhir : SMA
Pendidikan : S1 Teknologi Informasi, Universitas Brawijaya
Pengalaman : Anggota UKM Mahasiswa Wirausaha, UB
E-mail : [email protected]
Instagram : @srindrayn
ID Line : Sriindra17

Related Posts

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *