Bilik Pustaka

Sikola Paccaradde: Terobosan Kreatif dan Inovatif dalam Menumbuhkan Budaya Literatur Desa

Lahirnya UU Nomor 6 tahun 2014 menarik perhatian dari berbagai kalangan, tidak terkecuali dari pemerintah desa sendiri. Undang-Undang No.6 tahun 2014 ini memberikan kesempatan kepada desa untuk menjalankan dan mengatur pembangunanya sendiri, karena masyarakat desa yang lebih tau apa yang di butuhkan untuk lebih maju dan sejahtera. Dalam Undang-Undang Desa telah mengamanatkan kepada pemerintah desa untuk menyelenggarakan pemerintahan desa berdasarkan asas kepastian hukum, tertib kepentingan umum, keterbukaan proporsionalitas, profesionalitas, akuntabilitas, efektivitas dan efesiensi, kearifan lokal, keberagaman dan partisipatif. Amanat peraturan perundang-undangan ini hanya bisa terwujud apabila aparatur pemerintah desa memiliki kualitas yang memadai.

Minimnya kualitas aparatur desa tersebut dapat disebabkan oleh beberapa hal seperti tingkat pendidikan aparatur desa yang beragam sehingga membuat kapasitas dan karakteristik belajar aparatur desa yang berbeda-beda. Oleh karena itu aparatur desa sebagai pemegang kewenangan dalam pemerintahan desa yang juga berperan sebagai aktor pembangunan desa harus meningkatkan kapasitasnya. Permasalahan yang di hadapi oleh aparat pemerintah desa sebagian besar diakibatkan oleh terbatasnya informasi, pengetahuan, teknologi keterampilan,di tambah oleh kemampuan sumber daya manusia. Dengan demikian, perlu adanya dukungan dari masyarakat atau komunitas yang mempunyai kapasitas dan disinilah pendidikan non formal ikut andil dalam memberikan atau mengatasi permasalahan dalam pengelolaan dana desa. pendidikan luar sekolah sebagai kegiatan pendidikan yang dilakukan secara terorganisir, terencana di luar system persekolahan, yang di tujukan kepada individu atau kelompok dalam masyarakat untuk meningkatkan kualitas hidupnya. Santoso S. himijoyo (dalam marzuki 2010) Jadi jelas bahwa pendidikan non formal berperan sebagai salah satu alternative dalam mengatasi permaslahan yang di hadapi oleh aparatur desa dalam melaksanakan pemerintahan desa,yang sebagian besar di akibatkan oleh terbatasnya informasi pengetahuan teknologi keterampilan, ditambah oleh kemampuan sumber daya manusia.oleh karena itu pendidikan non formal di harapkan dapat menjembatani permasalahan tersebut terutama dalam merangkul dan menyiapkan aparatur pemerintahan desa.

Sesuai dengan Undang-Undang sisdiknas nomor 20 Tahun 2003 pasal 26 ayat 4 menyatakan bahwa pelatihan di selenggarakan bagi masyarakat yang memerlukan bekal pengetahuan, keterampilan, kecakapan hidup dan sikap untuk mengembangkan diri, mengembangkan profesi, bekerja, usaha mandiri, dan/atau melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi Kemudian berangkat dari realita kapasitas aparatur desa dan amanat peraturan perundang-undangan tentang Desa tersebut, maka Komunitas Lampu Badai perlu untuk berkonstribusi dalam pengawalan pelaksanaanya. Diantaranya bentuk pengawalan yang dilakukan oleh Komunitas Lampu Badai adalah dengan membuka Sekolah Pendidikan Aparatur Cakap Aturan Dan Penerapan Dana Desa atau disingkat SIKOLA PACARADDE‟ (versi bahasa bugis). Sikolah Pacaradde‟ dalam bahasa Indonesia yaitu Sekolah Pintar yang diartikan sebagai pendidikan untuk mencerdasakan sumber daya manusia yang dalam konteksnya pendidikan bagi aparatur desa. Ketersediayaan sumber daya manusia yang handal mutlak adanya untuk mempercepat capaian pembangunan Desa. Namun ketersediaan sumberdaya manusia di Desa tersebut tidak begitu saja akan ada tanpa pelatiah yang sistemati yang di persiapkan.

Komunitas Lampu Badai merupakan organisasi masyarakat sipili, yang didirikan bulan Agustus 2019 oleh sekelompok masyarakat yang berlatar belakang disiplin ilmu dan profesi yang berbeda. Tujuan didirikannya pun sangat sederhana, karena ingin berkontribusi membangun daerah dengan upaya kreatif dan inovatif, dan. Sejak berdirinya, komunitas ini telah melakukan berbagai program diantaranya mendirikan Rumah Baca, pendidikan karakter untuk anak- anak, pendampingan inovasi Desa dan inisiatif untuk mendirikan sekolah Desa. Bahkan komunitas ini ini juga mendirikan Warkop sebagai fundraising lembaga untuk mendukung gerakan kelembagaan. Komunitas Lampu Badai sebagai bagian dari elemen masyarakat yang memilki kepedulian terhadap tingkat kualitas hidup masyarakat Kabupaten Sinjai, menganggap bahwa capaian kualitas hidup masyarakat hanya dapat dicapai melalui pembangunan desa yang berkualitas dan demokratis, hal ini mengingat bahwa sebagian besar mayarakat adalah berada didesa. Pembentukan desa mandiri dan sejahtera akan bisa terwujud apabila roda pemerintahan di desa dikelola dengan benar. Oleh karena itu sangat dibutuhkan adanya wahana strategis penggerak para aparatur desa yang ternyata sampai saat ini belum banyak menguasai arah dan makna Undang-Undang Desa menuju desa mandiri dan sejahtera. Sikola Pacaradde ini merupakan forum belajar yang berupaya Untuk mendorong tata kelola pemerintahan transparan, akuntabel dan partisipatif dengan membentuk kapasitas, integritas dan kredibilitas Pemerintahan Desa. Yang akan melibatkan aparatur Desa, BPD, BUMDes dan seluruh elemen masyarakat yang memiliki kepedulian yang tinggi terhadap perubahan di Desa. Dasar pertimbangan terbentuknya Sikola ini yakni karena faktor kepedulian dan kesadaran untuk berkontribusi dalam mendorong perubahan di Desa. Sejak berlakunya UU Desa, yang ditandai dengan digelontorkannya Dana Desa yang bersumber dari pusat telah merubah wajah Desa dengan berbagai miniaturnya. Hanya saja, masih banyak juga Desa yang memanfaatkan Dana Desa dengan maksimal mungkin, sehingga Desa belum berubah dari berbagai aspek.

Menumbuhkan Nilai-Nilai Literatur Desa

Desa sebagai garda terdepan pemerintahan di Indonesia, yang dalam sistemnya memiliki tata cara dan procedural yang diatur dalam undang – undang. Paradigma saat ini adalah “Desa Membangun” bukan sekedar membangun desa yang diidentikkan sebagai wadah dari pemerintah kabupaten melaksanakan berbagai program dengan lebih banyak berpola “Top Down”. Saat ini dengan hadirnya Undang – Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa yang melahirkan otonomi di desa memahami tatanan dan sistematika pelaksanaan pemerintahan. Mewujudkan tatanan pemerintahan yang baik dan sesuai dengan nilai – nilai budaya di desa menjadi impian seluruh masyarakat. AKAR Foundation Sinjai sebagai wadah tempat berkumpul orang – orang desa yang peduli atas harapan dan impian masyarakat di Kabupaten Sinjai, atas dasar itu kami mengajak seluruh pelaksana pemerintahan di desa agar dapat menjadi PACCARADDE dalam mengawal harapan dan impian masyarakat desa. Untuk menjadi pelita dalam memenuhi impian dan harapan masyarakat, maka AKAR Foundation Sinjai mengajak seluruh Pemerintah.

Desa untuk mengikuti program Penguatan Kapasitas agar seluruh proses pemerintahan berjalan dan berpihak kepada masyarakat melalui SIKOLA PACCARADDE. Untuk bertukar pengalama, bertukar pengetahuan, kahlian serta berbagi informasi agar harapan dan impian masyarakat dapat terwujud. Berikut ini kami sampaikan kurikulum pengajaran di SIKOLA PACCARADDE yang beralamat di Jalan Bulu Manyurung Komp. Bumi Permata Sinnjai Kelurahan Bongki Kecamatan Sinjai Utara Kabupaten Sinjai (Sekretariat Rumah Baca Lampu Badai). Sikoal pacaradde adalah sebuah lembaga yang dibentuk untuk melkuakan peningakatan kapasitas dalam hal tata kelola pemerintah bagi aparat pemerintah desa. Menurut peneliti Dalam melakukan peningkatan aparatur pemerintah desa harus mempunya metode atau langkah-langkah yang dilakukan untuk peningktan kapasitas.

Konsep Sikola Paccaradde

Pelatihan aparatur dilaksanakan dengan menggunakan beberapa metode. Meninjau keadaan saat ini bahwa rata-rata aparatur desa memiliki kualifikasi pendidikan yang kurang memadai, maka penerapan pelatihan yang bias dilakuakan yaitu dengan metode pembelajaran nonformal. Pendidikan nonformal merupakan sebuah kegiatan pendidikan yang terdapat sistem dan terarah yang kegiatannya berada di luar sekolah dan bertujuan untuk memperoleh pengetahuan, informasi, dan pelatihan atau bimbingan sesuai dengan kebutuhan guna mengembangka keterampilan, sikap dan nilai-nilai. Oleh karena itu pendidikan nonformal bagi pemerintah dan aparatur desa dapat menjadi angin baru bagi aparatur dan pemerintah desa yang tidak memiliki pengalaman dan riwayat pendidikan.

Tujuan pendidika non formal ini adalah supaya orang-orang dewasa mampu mengembangkan diri secara optimaldan berpartisipasi aktif atau pelopor di masyarakat dalam kehidupan sosial, ekonomi, dan budaya. Pendidikan orang dewasa mempunyai banyak corak seperti pendidikan berkelanjutan, pendidikan perbaikan, pendidikan popular, pendidikan kader, pendidikan kehidupan keluarga, dan pendidikan perluasan.

Pemerintahan desa merupakan unit lini terdepan dalam pelayanan pemerintahan dan pemberdayaan masyarakat, serta menjadi tonggak utama untuk keberhasilan program pemerintah. Memperkuat desa adalah wujud mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat. Dalam rangka itulan perlunya perhatian intens pada penempatan kewenangan sesuai kedudukan desa, kepastian pendanaan dalam penyelenggaraan pemerintahan serta SDM mumpuni dalam pelayanan kepada masyarakat. Desa sebagai garda terdepan pemerintahan di Indonesia, yang dalam sistemnya memiliki tata cara dan procedural yang diatur dalam undang – undang. Paradigma saat ini adalah “Desa Membangun” bukan sekedar membangun desa yang diidentikkan sebagai wadah dari pemerintah kabupaten melaksanakan berbagai program dengan lebih banyak berpola “Top Down”.

Saat ini dengan hadirnya Undang – Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa yang melahirkan otonomi di desa memahami tatanan dan sistematika pelaksanaan pemerintahan. Mewujudkan tatanan pemerintahan yang baik dan sesuai dengan nilai – nilai budaya di desa menjadi impian seluruh masyarakat. AKAR Foundation Sinjai sebagai wadah tempat berkumpul orang – orang desa yang peduli atas harapan dan impian masyarakat di Kabupaten Sinjai, atas dasar itu kami mengajak seluruh pelaksana pemerintahan di desa agar dapat menjadi PACCARADDE dalam mengawal harapan dan impian masyarakat desa.

Konsep Desa

Tahun 2015 adalah tahun pertama dilaksanakannya UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa. Desa akan diberlakukan berbeda dari kondisi sebelumnya. Kedudukan desa tidak lagi bersifat sub-nasional, melainkan berkedudukan di wilayah Kabupaten/ Kota. Desa tidak lagi berada di bawah struktur administratif terbawah apalagi perpanjangan tangan dari pemerintah daerah. Desa juga dilandasi asas rekognisi dan subsidiaritas yaitu kewenangan berdasarkan hak asal usul dan kewenangan lokal berskala desa. Dengan terbitnya UU Desa menegaskan bahwa desa bukan lagi sebagai local state goverment tapi sebagai pemerintahan masyarakat yang mengkombinasikan self governing community dan local self government. UU Desa memberi kesan adanya “Desa Baru”, baru dalam pengertian regulasi yang baru,kedudukan desa, serta pola pengelolaan desa yang baru. Desa dalam perspektif UU sebelumnya merupakan “Desa Lama”. Paradigma atau cara pandang yang dibangun antara Desa Lama dengan Desa Baru juga berbeda. Desa lama mengunakan asas atau prinsip desentralisasi residualitas, artinya desa hanya menerima delegasi kewenangan dan urusan desa dari pemerintah kabupaten/kota..Desa hanya menerima sisa tanggung jawab termasuk anggaran dari urusan yang berkaitan dengan pengaturan desanya (Wahyudi, dkk 2016: 13).

Membangun kemandirian desa dalam kerangka mewujudkan Desa Membangun harus dimulai dari proses perencanaan desa yang baik, dan diikuti dengan tatakelola program yang baik pula. Pembangunan pedesaan yang efektif bukanlah semata-mata karena adanya kesempatan melainkan merupakan hasil daripenentuan pilihan-pilihan prioritas kegiatan, bukan hasil coba-coba, tetapi akibat perencanaan yang baik.

Dalam konteks desa membangun, kewenangan lokal berskala desa telah diatur melalui Permendes PDTT No. 1/2015, yang menyebutkan bahwa kriteria kewenangan lokal berskala desa meliputi:

  1. Kewenangan yang mengutamakan kegiatan pelayanan dan pemberdayaan masyarakat;
  2. Kewenangan yang mempunyai lingkup pengaturan dan kegiatan hanya di dalam wilayah dan masyarakat desa yang mempunyai dampak internal desa;
  3. Kewenangan yang berkaitan dengan kebutuhan dan kepentingan sehari-hari masyarakat desa;
  4. Kegiatan yang telah dijalankan oleh desa atas dasar prakarsa desa;
  5. Program kegiatan pemerintah, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota dan pihak ketiga yang telah diserahkan dan dikelola oleh desa; dan
  6. Kewenangan lokal berskala desa yang telah diatur dalam peraturan perundang-undangan tentang pembagian kewenangan pemerintah, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota.

Kewenangan desa untuk mengatur dan mengurus urusan masyarakat secara mandiri mensyaratkan adanya sumber daya manusia yang handal dan mumpuni sebagai pengelola desa, sebagai self governing community (komunitas yang mengelola pemerintahannya secara mandiri).

Desa menjadi harapan baru untuk kemajuan Negara dengan pencanaan Desa membangun Indonesia dalam bingkai pembangunan. Indonesia menjadi salah satu Negara yang memiliki kebijakan khusus untuk Desa dengan memberikan anggaran untuk Desa, hal ini bertujuan untuk mewujudkan kemandirian Desa. Melalui konsep ini pemerintah memberikan peluang untuk Desa mengoptimalkan potensi demi pengembangan Desanya tersebut.

Tak hanya terfokus pada aspek pembangunan Desa kemudian di gemblen untuk bisa maju dari aspek manapun termaksud ekonomi, sosial dan budayannya. Melalui kebijakan-kebijakan yang diramu oleh Pemerintah Desa kemudian menawarkan berbagai konsep yang sangat penting untuk mengembleng Desa untuk membangun dari berbagai sektor.

Melalui pengembangan perpustakaan Desa diharapkan mampu meningkatkan literature Desa melalui inovasi-inovasi yang ditumbuhkan untuk peningkatan nilai literasi Desa. Utnuk menumbuhkan budaya literature Desa tak hanya dapat ditopang menggunakan konsep kegiatan saja, perlu hal penting ialah bagaimana aparatur Desa harus ditingkatkan. Salah-satu kegiatan untuk menopang itu adalah dengan mengikuti Sekola Paccaradde yang digagas untuk meningkatkan kinerja aparatur Desa yang diharapkan akan meningkatkan dan menciptakan kreasi-kreasi untuk peningkatan Desa tersebut.

Referensi:

  • Andi Wahyudi, dkk (2016:26) Pengembangan Kapasitas.
  • UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa.

BIOGRAFI PENULIS

Ashar Abdillah, lahir di Sinjai, 15 Agustus 1998. Ia adalah anak ke 4 dari 6 bersaudara, buah hati dari pasangan Muhammad Amir. B dan Hasimah. Ashar nama panggilan akrabnya. Pendidikan TK Pertiwi Palae, SDN 224 Palae, SMPN 2 Sinjai Selatan, SMA 10 Sinjai.

Masuk tahun 2017 melanjtkan study di salah satu Kampus di Kab. Sinjai Universitas Muhammadiyah Sinjai mengambil Jurusan Ilmu Pemerintahan.

Tak hanya fokus pada akademisi Ashar sapaan berorganisasi, karna sebagai seorang mahasiswa harus berorganisasi. Himpunan Mahasiswa Ilmu Pemerintahan (HIMILP) menjadi wadah awal mengenal dunia organisasi, selain HIMILP aktif juga di Organisasi IMM (Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah) selanjutnya masuk KPI (Kelompok Penulis Ilmiah). Slogan hidup “Tak ada kesenangan yang tak berujung, berjuanglah untuk sebuah hal”.

 

Related Posts

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *