Pejuang Literasi

Berawal dari Semangat Meroket Menjadi Lentera Desa

Budaya membaca dari masa ke masa mengalami perkembangan. Begitu pula dengan fasilitas yang mendorong pertumbuhan minat baca. Membaca tidak lepas dari kata buku dan perpustakaan. Buku dan perpustakaan adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan dalam dunia baca dan tulis. Perpustakaan berfungsi sebagai salah satu penyedia informasi yang sangat penting. Jika ditelusuri sejarah awal lahirnya, perpustakaan lahir sejak tahun 5000 SM. Dikutip dari bobo.grid.id, perpustakaan yang pertama tercatat dalam sejarah adalah perpustakaan di Kota Niniwe, ibukota Asyur atau Aisiria (yang dibangun sekitar tahun 669 SM sampai 636 SM). Sedangkan di Indonesia sendiri, perpustakaan itu lahir berbarengan dengan datangnya orang Belanda (pada masa penjajahan) dan hanya dimiliki oleh orang-orang bangsawan. Koleksi buku yang ada di perpustakaan dahulu hanya berbahasa Belanda dan milik orang-orang Belanda. Namun, kemudian diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia.

Minat baca yang ada di Indonesia terbilang sangat memprihatinkan. Hal ini dilihat dari persentase minat baca yang terbilang rendah di seluruh dunia. Permasalahan ini menjadi PR bagi para pegiat literasi untuk menumbuhkan daya juang serta penumbuhan minat bagi anak-anak agar tertarik dengan benda yang bernama “buku”. Seperti yang dilakukan Pak Bambang beserta kawan-kawannya. Lelaki yang bertempat di Desa Buluagung Kecamatan Karangan Kabupaten Trenggalek Jawa Timur. Pak Bambang dan kawan-kawannya mendirikan komunitas pegiat literasi.

Kegiatan ini bermula dari minat dan semangat kawan-kawan untuk membangun manusia yang berperadaban, cinta akan ilmu dan berwawasan. Kawan-kawan Pak Bambang berlatar belakang aktivis, hal ini memudahkan dalam menjalin relasi maupun membangun sebuah komunitas. Kegiatan ini berawal karena rasa empati terhadap anak-anak di desa tersebut. Salah satu teman Pak Bambang mempunyai inisiatif mengumpulkan dana (iuran) untuk pembelian buku-buku atau majalah. Sama sekali belum terbersit untuk mengajukan permohonan bantuan sumbangan buku ataupun yang lain. Setelah dana terkumpul maka dibelikan buku. “Buku-buku itu mahal harganya, oleh karena itu orang kurang berminat untuk membelinya. Istilah kasarnya adalah tidak mampu membeli. Sehingga saya pernah berkata bahwa jika ada buku carikan pembacanya dan jika ada pembaca maka carikan bukunya”, terang Pak Bambang. Maka Pak Bambang dan kawan-kawan melakukan sebuah perencanaan.

Kegiatan yang dilakukan pertama kali adalah mengundang anak-anak untuk menonton film anak-anak. Kegiatan menonton film ajeg dilakukan seminggu sekali yaitu pada hari Minggu. Meskipun sedikit terkendala karena kesibukan teman-teman komunitas tetapi kegiatan ini tetap berjalan. Kegiatan menonton film ini bertujuan untuk menarik perhatian anak-anak untuk mengunjungi buku-buku yang ada di komunitas. Buku-buku tersebut ditampung di balai desa. Kegiatan tersebut tidak berpindah tempat karena balai desa merupakan tempat berkumpul yang paling sentral bagi masyarakat.

Semakin lama, kawan-kawan pegiat literasi berinisiatif untuk mendirikan sebuah sanggar seni, seni tari. Kegiatan ini bertempat juga di balai desa. Kegiatan ini bertujuan untuk menarik hati anak-anak agar sering berkunjung ke perpustakaan. Anak-anak banyak yang mendaftar di sanggar dan merasa senang latihan tari. Mereka datang lagi ke balai desa untuk latihan serta mengunjungi ruang baca yang ada di balai desa. Dari perkembangan inilah semakin hari semakin bertambah pula anak-anak yang datang untuk berlatih sanggar tari dan juga membaca. Kegiatan ini pada mulanya belum mendapat legalitas dari Kepala Desa. Kebetulan Pak Bambang mendapat amanah untuk menjadi Sekretaris Desa. Hal ini memudahkan untuk mendirikan sebuah perpustakaan desa. Dari sinilah lahir sebuah nama “Perpustakaan Lentera Desa”.

Sejarah peradaban manusia tidak lepas dari aksara. Adanya sejarah manusia bisa membaca dimulai dari peradaban zaman aksara dan zaman pra aksara. Jika dilihat dari terjemahannya menurut Wikipedia, aksara atau huruf adalah media informasi antar manusia untuk saling mengenal, berbagi pengalaman, informasi, surat menyurat dan seterusnya. Sejarah bentuk huruf juga mengalami perkembangan hingga manusia dapat membaca dengan sejarah huruf yang berbeda-beda.

Pada masa orang Sumeria, membaca dilakukan menggunakan gambar-gambar yang melambangkan sebuah benda atau suatu konsep. Pada zaman tersebut juga belum ada alat untuk melukiskan sebuah gambar yang bisa dibaca, mereka membuat gambar dengan tanah liat. Setelah mengalami perkembangan zaman, kegiatan membaca mulai berkembang dengan ukiran yang lebih mempunyai makna dan arti tertentu (zaman hiroglif). Pada zaman ini, tulisan juga masih belum dapat mewakili bentuk nyata dari huruf. Sehingga pada akhirnya berkembang menjadi sebuah simbol yang dapat dibaca dan dikenal dengan sebutan logogram dan ideogram, merembet ke silabari kemudian grafem dan fonem. (sumber: Jurnal Sejarah Perkembangan Membaca, I Wayan Dirgeyasa Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Medan).

Lentera sendiri dapat diartikan sebagai sebuah cahaya. Satu-satunya cahaya yang memberikan keterangan bagi desa. Diharapkan dengan adanya Perpustakaan Lentera Desa dapat menumbuhkan minat baca yang ada di desa tersebut dan membantu Indonesia dalam bidang literasi. Perpustakaan Lentera Desa belum pernah mendapatkan sumbangan buku ataupun mengajukan permohonan bantuan buku pada Dinas Kearsipan dan Perpustakaan Kabupaten. Setelah mendapatkan pengakuan atau kelegalitasan atas berdirinya sebuah perpustakaan maka desa membiayai pembelian buku. Sebagian dana anggaran desa (APBDes) menjadi hak untuk dibelikan buku. Maka di tahun 2017 Mbak Mega melakukan penginputan buku-buku yang telah dibeli.

Perpustakaan Lentera Desa telah memiliki Sertifikat Akreditasi bernilai B. Selain hal ini, Perpustakaan Lentera Desa juga memenangkan Lomba Perpustakaan Desa Tingkat Provinsi Jawa Timur yang masuk dalam kategori 10 nominator. Perpustakaan Lentera Desa juga meraih Juara 1 Lomba Perpustakaan Umum Terbaik (Desa/Kelurahan) Tingkat Provinsi Jawa Timur. Perpustakaan Lentera Desa memiliki visi agar terwujudnya TBM Perpustakaan Desa sebagai media pelayanan masyarakat dalam upaya meningkatkan minat baca dan budaya tulis masyarakat dengan sasaran mendukung pendidikan informal, seni budaya, kewirausahaan masyarakat yang mempunyai keunggulan berprestasi.

Pak Bambang mengatakan bahwa mengurus perpustakan desa itu tidak gampang. Butuh jiwa-jiwa yang suka dengan membaca, kritis dan senang berkumpul bersama anak-anak. Tidak hanya mendirikan perpustakaan desa saja namun juga include dengan kegiatan lain yang ada di Perpustakaan Lentera Desa ini. Kegiatan yang dilakukan berupa Pelatihan Rajut, Sanggar Tari, Pelatihan Sablon, Rumah Pintar, Lomba Baca Puisi, Lomba Menari (uji kompetensi) dan juga Lomba Mewarnai. Ada juga event lain selain kegiatan prioritas yaitu Ramadhan Gathering, Peringatan HUT RI dan Lomba Mewarnai dalam rangka Peringatan Hari Ibu. Kegiatan ini sama sekali tak terpikirkan sebelumnya dan muncul sesuai perkembangannya.

Ciri khas dari proses pendirian perpustakaan desa ini adalah mandiri dahulu kemudian merembet ke Dana Desa. Ruangan yang dipakai juga bekas ruangan PKK. Karena PKK jarang berkumpul dan memfungsikan ruangan tersebut akhirnya pihak desa mengalih fungsikan ruangan menjadi perpustakaan desa. Banyak anak-anak yang berkunjung ke perpustakaan desa, bahkan rekan kerja Pak Bambang mengunjungi perpustakaan desa bersama anak-anaknya. Ketiga anaknya dititipkan di perpustakaan desa untuk ditinggal kerja, pagi dititipkan kemudian sore dijemput. Selain kegiatan yang di atas ada juga kegiatan yang akan dilakukan, seperti membawa buku-buku ke sekolah ngaji (Taman Pendidikan AL Quran). Tapi ini masih rencana dan belum terealisasikan.

Pak Bambang berpesan bahwa merawat perpustakaan desa itu tidak mudah. Butuh jiwa-jiwa orang yang telaten. Kita juga harus bisa mendobrak hegemoni kepentingan desa. Tanpa ada yang peduli maka suatu rencana baik tidak akan berjalan. Saya menyimpulkan bahwa sebuah perjuangan itu tidak dilihat dari hasil yang telah dicapai tetapi proses menuju sebuah puncak kejayaan itu. Semangat Pak Bambang dan teman-teman telah melahirkan peradaban baru bagi tanah desa Buluagung. Tentunya hal ini didorong dengan kegigihan yang kuat untuk menegakkan kebenaran. Mendirikan sebuah perpustakaan yang tidak mudah.

Pandemi di tahun ini sedikit menjegal kegiatan yang ada di desa. Namun tidak menghalangi anak-anak untuk berkunjung ke perpustakaan. Perpustakaan masih tetap buka dengan mengadakan kegiatan pendampingan belajar dan menyediakan internet gratis. Saya percaya bahwa keadilan akan berpihak pada orang-orang yang mau berjuang dan memperjuangkan. Mulai menciptakan itu tidak sama dengan meneruskan ciptaan. Perjuangannya lebih keras dan tidak dapat dibeli dengan apapun. Semangat membangun negeri, bangkitkan literasi!

Ana Nupitasari,

Ana Nupitasari, lahir di Trenggalek, 11 November 1996. Berdomisili di Desa Nglinggis, Kecamatan Tugu, Kabupaten Trenggalek. Menempuh pendidikan terakhir pada jurusan Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah di IAIN Tulungagung. Di tahun 2017-2018 mendapat amanat sebagai Sekretaris Himpunan Mahasiswa Jurusan. Dia mengelola toko buku kecil melalui instagram @akubuku_id. Dia juga gemar menulis, beberapa karyanya dapat ditemukan pada buku antologi Memoar Guru Mengajar, Memoar Bahagia Bersama Bapak Tercinta, Memoar Bahagia Mendidik Anak Tercinta, antologi puisi pada buku Tribut to Sapardi yang diterbitkan oleh Penerbit Diomedia. Dua karyanya ditemukan pada antologi puisi Jerit Hening (Penerbit Binarmedia) dan Antologi Kisah Hidup Ini Bukanlah Mimpi, tapi Beranilah Bermimpi untuk Hidup (Penerbit Gusmedia). Penulis dapat dihubungi melalui email ana.nupita11@gmail.com WA/082335481069 atau instagram @ana.nup.

Bambang Dwi Putranto

Nama : Bambang Dwi Putranto
Tempat tanggal lahir : Trenggalek, 18 Januari 1976
Alamat : Rt. 08 Rw. 03 Desa Buluagung, Kec. Karangan, Kab. Trenggalek
Pendidikan terakhir : S1-Teknik Mesin
Organisasi : Karang Taruna
IG : bambang_dwi_putranto
Emai : bambangdwiputranto@gmail.com
WA : 081333833337

Related Posts

6 thoughts on “Berawal dari Semangat Meroket Menjadi Lentera Desa

  1. Farikah Ismawati berkata:

    Tetap semangat untuk menghasilkan karya yang lebih banyak lagi..

    1. Tirta Buana Media berkata:

      Amiin kak. terimakasih atas komentarnya. salam!

  2. Musaropah berkata:

    Karya yang bagus dapat menjadi insfirasi masyarakat betapa pentingnya budaya baca untuk anak-anak sebagai generasi penerus bangsa semoga menjadi contoh Desa lain.

    1. Tirta Buana Media berkata:

      Alhamdulillah kak. Terimakasih atas komentarnya. Salam!

  3. Unknown berkata:

    Dengan adanya orang-orang yg peduli pada literasi semoga kedepannya bisa menginspirasi banyak orang untuk peduli terhadap literasi dan juga menumbuhkan jiwa literasi pada penerus bangsa tak pandang usia.

    1. Tirta Buana Media berkata:

      Amiin kak. Terimakasih atas komentarnya. Salam!

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *