Literasi merupakan ciri dari sebuah peradaban. Wujud dari peradaban tertuang dalam perkembangan ilmu pengetahuan. Hasil pengembangan ilmu pengetahuan didokumentasikan dalam berbagai bentuk, antara lain; tulisan, lukisan, pahatan, rekaman suara, rekaman visual, dan lain-lain. Output dari ilmu pengetahuan tersebut akan menjadi informasi yang berharga untuk ladang belajar masyarakat.
Di Indonesia, sumber informasi yang tersedia sangat beragam, namun minat baca masyarakat masih sangat rendah. Hal ini didasarkan rata-rata indeks Aktifitas Literasi Membaca (Alibaca) nasional berada di titik 37,32%. Hal ini menjadi tantangan yang sangat kompleks bagi pegiat literasi atau perpustakaan khususnya. Selama masih ada gerakan literasi masih ada maka optimisme akan terus terjaga dan angka tetaplah angka selalu fluktuatif.
Dewasa ini, literasi menjadi isu yang sangat sexy di Indonesia. Di masa lalu, gerakan literasi lebih mengarah ke melek huruf atau baca tulis. Seiring berjalannya waktu kini gerakan literasi lebih mengarah ke minat baca. Walaupun tidak dipungkiri masih ada daerah-daerah tertinggal yang butuh uluran tangan untuk bisa melek huruf, seperti yang dilakukan Butet Manurung kepada anak-anak suku rimba di Jambi.
Seiring dengan perkembangan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) yang masif dan menyebar sampai ke pedesaan, maka akses terhadap informasi menjadi semakin mudah. Keberagaman sumber informasi mengharuskan seseorang harus jeli terhadap informasi sendiri, sehingga kemampuan berliterasi menjadi sangat penting. Desa menjadi destinasi yang menarik sebagai pergerakan literasi. Menilik atensi masyarakat yang minim terhadap ilmu pengetahuan, membudayakan literasi menjadi pekerjaan yang menantang bagi Perpustakaan Desa.
Desa dengan segala kearifannya secara tidak sadar budaya literasi sudah mengakar di masyarakat, hanya saja masih bersifat lisan. Sebagai contoh getok tular merupakan budaya lokal yang masih terjaga sampai sekarang. Menurut Harjanto dan Mulyana getok tular sendiri merujuk pada penyampaian informasi yang pada umumnya dilakukan secara lisan (informal) dari seseorang kepada orang lain secara pribadi atau kelompok. Di Masyarakat Jawa istilah getok tular sudah terdengar umum, Bahkan budaya getok tular sudah melekat dalam kehidupan sehari-hari.
Budaya getok tular dapat di adopsi sebagai cara untuk mendekatkan diri ke masyarakat. Dengan membawa unsur kearifan lokal, getok tular dapat digunakan sebagai alat komunikasi untuk mengkampanyekan literasi ke masyarakat. Seperti yang dilakukan Sunan Kalijaga dalam menyebarkan ajaran Islam dengan pendekatan budaya salah satunya Wayang Kulit.
Hal tersebut dapat diimplentasikan menjadi getok tular literasi. Penggunaan getok tular tidak hanya bagi masyarakat Jawa saja, tetapi dapat juga diimplementasikan untuk masyarakat luar Jawa. Melalui unsur kearifan lokal bisa menjadi daya tarik masyarakat untuk mengenal lebih dalam wilayahnya sendiri dengan datang ke Perpustakaan Desa. Tanpa ada batasan stigma perpustakaan hanya untuk anak sekolah, orang pinter, dan kutu buku saja.
Metode getok tular literasi memerlukan sumbangsih dari Perpustakaan Desa agar lebih mengenalkan dan mendekatkan masyarakat pada informasi terkait perkembangan kearifan lokal yang ada di sekitar. Pustakawan sebagai agent of literacy memiliki peran penting dalam mewujudkannya. Tidak dapat dipungkiri bahwa masyarakat lokal perlu mengetahui akan informasi wilayahnya sendiri dari kebudayaan lokal, kesenian, topografi wilayah, sampai hasil karya warga lokal itu sendiri. Tujuannya agar masyarakat lebih mengenal akan pengetahuan tentang wilayah dan segala perkembangan yang terjadi.
Program “Getok tular literasi melalui folklore kearifan lokal” dapat menjadi alternatif yang implementasikan ke masyarakat desa. Guna mewujudkan program tersebut diperlukan langkah-langkah konkret agar dapat diterima dan dinikmati oleh masyarakat itu sendiri. Apabila berhasil diterapkan akan menghasilkan dampak positif bagi masyarakat dan Perpustakaan Desa.
Membangun Mindset Pustakawan tentang Kearifan Lokal
Informasi tentang kearifan lokal sangat perlu dilestarikan agar terjaga dari generasi ke generasi. Pustakawan sebagai agent of literacy perlu membangun kesadaran akan pentingnya informasi kearifan lokal. Hal ini bertujuan agar pustakawan dapat melaksanakan dengan sepenuh hati. Langkah ini perlu menjadi bagian dari program kerja perpustakaan dalam menyukseskan getok tular literasi ke masyarakat.
Upaya membangun kesadaran dalam menjaga informasi tentang kearifan lokal tentu tidak semudah membalikkan telapak tangan. Perlu dibangun rasa cinta terhadap informasi kearifan lokal. Cara tersebut dapat menjadi pondasi menuju kesadaran betapa pentingnya menjaga informasi kearifan lokal bagi khalayak luas. Pustakawan perlu turun gunung dikegiatan masyarakat yang bersifat kearifan lokal. Pustakawan perlu berbaur dengan masyarakat agar terjalin keterikatan dengan warga lokal. Hal tersebut sangat penting agar tidak ada tembok pemisah antara pustakawan dengan masyarakat. Pustakawan akan mendapatkan keuntungan yaitu menerima informasi atau ilmu tentang kearifan lokal dari masyarakat lokal.
Ketika terjun ke masyarakat pustakawan mungkin akan mengalami kesulitan dan gejolak. Diawali dengan memaksakan diri, proses adaptasi akan mengiringi dengan keanekaragaman karakter masyarakat. Secara tidak langsung terdapat proses pertukaran ilmu atau informasi antara pustakawan dengan masyarakat. Seiring berjalannya waktu pustakawan akan merasakan kecintaan terhadap kearifan lokal. Pustakawan akan totalitas dalam menjaga dan melestarikan informasi kearifan lokal. Ketika pustakawan dan masyarakat bersinergi, akan menjadi keuntungan bagi kedua pihak terutama Perpustakaan Desa sebagai ladang ilmu pengetahuan
Menghimpun Folklore Kearifan Lokal
Desa menyimpan kekayaan hayati yang melimpah. Segala keunikan budaya dan kekhasan wilayah juga berasal dari desa. Di desa juga tersimpan cerita-cerita menarik yang sarat akan makna. Beberapa kalimat di atas menunjukkan bahwa desa memiliki keanekaragaman sumber informasi. Sumber-sumber ini menarik sehingga perlu dilakukan dokumentasi. Perpustakaan Desa sebagai jendela ilmu perlu menghimpun dan menjaga agar hal tersebut tidak punah tergerus zaman.
Menghimpun informasi-informasi yang berhubungan dengan desa menjadi langkah konkret agar kearifan lokal tetap terjaga. Memerlukan usaha dan waktu yang tak sedikit dalam mengumpulkan pecahan informasi tersebut. Informasi yang dikumpulkan dapat berupa manuskrip, informasi lisan, gambar-gambar benda peninggalan, atau rekaman video.
Perpustakaan perlu menjalin kerjasama dengan warga desa setempat agar informasi yang berkaitan dengan kearifan lokal dapat terhimpun dengan baik. Seperti yang pernah dilakukan Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Daerah Gunung Kidul dalam membuat buku “Ensiklopedi Gunungkidul: Dari Mitos Menggapai Etos” pada tahun 2013. Apabila informasi-informasi tersebut berhasil disusun dengan baik, akan menjadi buah karya yang dapat dinikmati oleh masyarakat desa dan khalayak luas.
Getok tular melalui Diseminasi Hasil Kearifan Lokal
Seorang anak remaja bernama Kafka dalam perjalanannya dia menemukan gedung bernama Perpustakaan Takamatsu, bangunan sederhana yang jauh dari keramaian kota “kenapa ada perpustakaan di tempat seperti ini?” gumamnya. Saat masuk ke perpustakaan dia tersihir akan pemandangan yang belum dialami selama ini. Di salah satu sudut ruang perpustakaan menjajakan hasil karya dari orang-orang Takamatsu yang telah pindah di Kota Tokyo atau saat ini masih tetap tinggal di sana. Tidak sampai di situ saja, berbagai kumpulan cerita mitos legenda, kebudayaan, keanekaragaman lain tersusun rapi di tempat tersebut. Penggalan cerita di tersebut dapat menjadi inspirasi bagaimana Perpustakaan Desa perlu menyajikan pengetahuan yang bersifat kearifan lokal. Selain menghimpun informasi-informasi yang bersifat kearifan lokal, Perpustakaan Desa perlu menyajikan informasi tersebut agar dapat dimanfaatkan masyarakat luas. Informasi kearifan lokal sangat berharga, kita dapat mengingat dan menghormati jasa para leluhur bahkan generasi sekarang yang eksis berkontribusi untuk kekayaan ilmu pengetahuan.
Informasi kearifan lokal tidak akan diketahui bahkan dimanfaatkan orang lain tanpa adanya diseminasi terhadap informasi tersebut. Diseminasi kearifan lokal menunjukkan ciri khas kekayaan desa tersebut. Selain menjadi sarana getok tular bagi masyarakat sekitar, langkah tersebut dapat menjadi wadah getok tular bagi khalayak luas. Identitas desa tersebut tidak hanya berhenti pada nama saja, namun dari informasi-informasi yang terpampang pada Perpustakaan Desa akan mewakilinya.
Getok Tular yang Melibatkan Tokoh Masyarakat
Di wilayah pedesaan, tokoh masyarakat memiliki pengaruh yang kuat. Pengaruh ini ditenggarai rasa hormat ke beberapa tokoh yang masih kental di masyarakat. Perpustakaan Desa perlu menggandeng para tokoh tersebut untuk menggerakkan misi getok tular literasi karena memiliki peran sentral di masyarakat.
Para tokoh masyarakat berperan penting dalam memberikan pesan persuasif ke masyarakat untuk datang ke perpustakaan, sehingga budaya literasi meningkat. Daya tarik mereka dapat membantu tujuan perpustakaan untuk menarik minat warga akan literasi dengan memberikan wadah bagi para tokoh tersebut untuk berekspresi. Para tokoh masyarakat dilibatkan ke dalam program acara di perpustakaan, misalkan tentang diskusi budaya, pengajian, bedah karya, pentas kesenian atau perlombaan. Secara program yang diusung perpustakaan akan melibatkan Perpustakaan Desa dengan pustakawannya, tokoh masyarakat, dan masyarakat desa dari segala usia. Keterlibatan ketiga pihak tersebut akan menjadi peran penting dalam membudayakan getok tular literasi berbasis kearifan lokal ke lingkup desa maupun luar.
Getok Tular dengan Memaksimalkan Media Sosial
Media sosial merupakan dunia yang paling melekat di kehidupan masyarakat khususnya anak muda. Penggunaan media sosial dapat menjadi sarana getok tular literasi dengan konten-konten tentang informasi kearifan lokal (cerita rakyat, topografi wilayah, sejarah, dan lain-lain), ilmu pengetahuan dan konten hiburan. Tujuannya adalah menunjukkan eksistensi perpustakaan serta merubah image perpustakaan yang dikenal membosankan dan usang.
Seiring dengan perkembangan teknologi yang masif, perpustakaan tidak dapat meninggalkan media sosial yang sudah menjadi bagian dari masyarakat. Penggunaan media sosial dapat dijadikan sarana untuk mendekatkan perpustakaan dengan warganet. Selain sebagai sarana getok tular literasi ke masyarakat desa, pengguna media sosial juga dapat menjadi alat akses masyarakat luar dalam mengetahui tentang informasi yang dimiliki oleh Perpustakaan Desa.
Informasi kearifan lokal merupakan kekayaan yang berharga untuk masyarakat di daerah tersebut. Pustakawan sebagai agent of literacy memiliki peran penting untuk menjaga informasi kearifan lokal. Desa tersimpan kekayaan hayati yang melimpah, keunikan budaya, dan tersimpan cerita-cerita yang sarat akan makna. Getok tular akan menjadi alternatif dalam membudayakan literasi di masyarakat desa dengan segala kearifan lokal yang dimiliki. Apabila masyarakat desa dapat menghidupkan budaya literasi melalui getok tular, maka informasi-informasi tentang kearifan lokal akan dengan mudah diterima oleh kalangan masyarakat. Perpustakaan Desa dapat memperkuat melalui folklore kearifan lokal sebagai tombak utama yang bermanfaat bagi masyarakat desa kedepannya. Diperkuat Perpustakaan Desa yang senantiasa menjaga keutuhan informasi kearifan lokal, akan menjadi harta berharga bagi generasi selanjutnya.
Daftar Pustaka:
- Harjanto, Rudy, and Deddy Mulyana. “Komunikasi Getok Tular Pengantar Popularitas Merek.” Mediator: Jurnal Komunikasi 9, no. 2 (December 29, 2008): 233–42. https://doi.org/10.29313/mediator.v9i2.1131.
- Kastolani. “Kisah Sunan Kalijaga, Berdakwah Dengan Metode Wayang.” jateng.inews.id, April 28, 2020. https://jateng.inews.id/berita/sunan-kalijaga.
- Murakami, Haruki. Dunia Kafka. Jakarta: Pustaka Alvabet, 2016.
- Novianti, Andari. “Cerita Cinta Butet Manurung pada Rimba.” kumparan.com, February 3, 2019. https://kumparan.com/kumparantravel/cerita-cinta-butet-manurung-pada-rimba-1549174605038018375.
- Pusparisa, Yosepha. “Tingkat Literasi Indonesia Masih Rendah | Databoks,” February 27, 2020. https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2020/02/27/tingkat-literasi-indonesia-masih-rendah.
- Sugiyanto, dkk. Ensiklopedi Gunungkidul: Dari Mitos Menggapai Etos. Yogyakarta: Elmatera Publishing, 2013.
BIOGRAFI PENULIS
Nama Lengkap : Muhammad Erdiansyah Cholid Anjali, SIP.
TTL : Yogyakarta, 23 Mei 1991
Pendidikan Terakhir : S1 Ilmu Perpustakaan dan Informasi
Alamat : Jl. Sadewa No. 14A, Wirobrajan, Yogyakarta 55252
E-mail : [email protected]
Instagram : @erdiansyah_eric
Organisasi :
- 2011 – Sekarang : Pimpinan Ranting Pemuda Muhammadiyah Ketanggungan
- 2017 – Sekarang : Ikatan Pustakawan Indonesia
- 2018 – Sekarang : Komunitas Teater DENTUM Yogyakarta
Publikasi Ilmiah :
- Pengaruh Musik terhadap Minat Membaca bagi Pengguna di Amikom Resource Center STIMIK AMIKOM Yogyakarta (Skripsi)
- Forum Komunikasi Perpustakaan Berbasis Web sebagai Salah Satu Bentuk Jaringan Kerjasama FSPPTMA (Bunga Rampai)
- Literasi Media Sebagai Alat Mencegah Penyebaran Hoax dan Hate Speech di Media Sosial (Prosiding : Rekonstruksi Peran Perpustakaan dan Pustakawan di Era Informasi)
- Peran Perpustakaan dan Pustakawan dalam Memenuhi Kebutuhan Informasi Mahasiswa di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (Prosiding : Seminar Nasional dan Dialog Ilmiah Perpustakaan V)
- Studi Komparasi Analisis Sitiran Tesis Prodi Manajemen Rumah Sakit Sebelum dan Sesudah Terbit SK Rektor tentang Penggunaan Rujukan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (Jurnal AL Maktabah)
- Presentation of Gamelan and Rocks Karst as Implementation Information Local Content in DPK Gunung Kidul (Prosiding : From Open Library to Open Society)
- Implementasi Pelatihan Aplikasi Zotero di Perpustakaan UMY bagi Mahasiswa Magister Ilmu Pemerintahan (Jurnal Publication Library and Information Science)
- Meningkatkan Literasi Informasi Penulisan Karya Ilmiah Mahasiswa melalui Pelatihan Zotero ( Jurnal Berkala Ilmu Perpustakaan dan Informasi)
wuih,, keren bro. Isu yang diangkat menarik, mantap!
nuwun bro, aku isih sinau bro…hehe
kabeh-kabeh yo sinau. haha
wkwkwk
sinau penting lan di imbangi ngopi, ben ra edan. haha
Menghidupkan kembali cerita lokal sebagai pemantik budaya literasi bagi masyarakat desa ide yang sangat bagus. Semoga ada follow up dari pihak-pihak yang mau mewujudkan ide bagus seperti ini.
amiin,, maturnuwun pak.
Mungkin dari yang sederhana tentang kelokal-lokalan bisa jadi pemantik budaya literasi. Sing penting JASMERAH ya lord
wah keren, semangat mas erik
Yuhu,, thanks ya
Joooss broo.. Salam literasi 📖
Ayo gass bro,, obrolan e wingi dijajal alon-alon
Emang mantap artikelnya mas Erik…. teruslah berkarya
Maturnuwun pak jamal, siapp
Perlu diangkat ke nasional kie..
.
waiki,, butuh hercules bro. abot
Tulisan ini mewakili peran perpustakaan yang saat ini mengalami penurunan mint baca masyarakat. Melalui literasi semacam getok tular kpd msyarakat bisa menjadi cara yang mudah diterima masyarakat. Tulisan ini juga menjadi kegelisahan saya atas peran fungsi perpustakaan yang kini semakin mati.
semoga kecintaan akan berliterasi di masa serba gawai seperti akan tetap tumbuh subur. maturnuwun mbak nanik
gaasss terus mas
siapp mas broooo
Artikel yang sangat menarik krn kearifan lokal Indonesia sangatlah kaya dan perlu dilestarikan secara berkesinambungan di era digital 4.0 saat ini.
Upaya melibatkan generasi millenial sebagai promotor akan lebih memberi warna dengan kemasan dan perspektif millenial mereka tentunya.
Pendekatan melalui 4 pilar (Masyarakat – Pemerintah – Perguruan Tinggi dan Industri Pustaka) merupakan elemen yang perlu juga dipertimbangkan untuk akselerasi dan akses.
Selamat dan semoga tambah sukses
salam sehat
ario setiadi
amiin,, terima kasih atas atensinya om ario
Gud luck bro.. keren.. sukses trs yaa..
siapp,, makasih ya bro
Jooss,, lanjutkan untuk menumbuhkan dan meningkatkan minat membaca di indonesia
enakk….wkwkwk
siapp broo
Idola banget ini
Tulisan yg inspiratif bgt sukses mas eric👍
hiperbola ne iki…hehehe
siappp,, maturnuwun
Wow.. keren…ini benar2 challenge utk Kita semua..di saat Budaya luar/ barat lebih mudah mempengaruhi generasi muda saat ini..
Semangat mas Erdiansyah…
siapp, maturnuwun. semoga bisa jadi pemantik getok tular yang lain
Juosss le….
maturnuwun om
Tulisan yang menarik pak. Semoga bisa menginspirasi Perpustaakaan2 desa untuk menjalankan perannya. Sejatinya kearifan local merupakan ciri khas bagi suatu wilayah maka patut untuk di uri-uri dan sebagai saka gurunya literasi budaya mutlak dimiliki oleh masyarakat.
terimakasih bu,, semoga bisa menjadi pemantik dan dapat menumbuhkembangkan literasi lokal di masa sekarang dan selanjutnya
Tulisan yang sangat menarik pak. Semoga dapat menginspirasi Perpustaakaan2 desa untuk menjalankan perannya. Sejatinya kearifan local merupakan ciri khas dari suatu wilayah maka patut untuk diuri-uri dan sebagai soko gurunya literasi budaya mutlak dimiliki oleh masyarakat.
matunuwun bu,, semoga bisa menjadi pemantik dan dapat menumbuhkembangkan literasi lokal di masa sekarang dan selanjutnya
Tulisan menarik yang mewakili kegelisahan dari keadaan ibu pertiwi yang digerus zaman. Dari tulisan ini kita diingatkan, pentingnya literasi local wisdom sebagai pembatas globalisasi.
semoga kedigdayaan globalisasi menjadi alat untuk mempertahankan kearifan lokal yang telah dibangun sejak nenek moyang. nuwun
Naissss pak👍🏻
yeah,, nuwun2 zet
Muantep ,keren ,pokok e 👍👍👍 kakkk
makasih banyak mbak yunita
Tulisannya keren Mas, sangat inspiratif. Semoga perpustakaan di desaku bisa gercep kyk gtu…
amiinn,, semoga bisa jadi referensi baru
Getok tular literasi melalui folklore mengingatkan kita betapa kaya yg dimiliki Indonesia. Disaat kita berlomba-lomba mengikuti tren global, tulisan ini menyadarkan kita agar kembali menggelorakan semangat kearifan lokal. Bisa menjadi pehatian lebih akan pentingnya literasi di seluruh pelosok desa Indonesia.
terlepas dari hingar bingar tren global, kearifan lokal yang dimiliki bumi pertiwi pernah mengalami masa hingar bingar tersebut dan perlu diketahui oleh khalayak luas betapa kayanya budaya kita. terima kasih
(y) terimakasih atas sajiannya..
iya sama-sama
Mantap
Sangat menarik
Semoga lebih banyak anak bangsa yg memiliki pemikiran seperti penulis
Selamat mas Erik, semoga selalu semangat dalam berkarya
Wah keren nih! Untuk mewujudkan perpustakaan yang berinovasi di tingkat regional harus melibatkan kearifan lokal 👍
Salah satu hal yang tidak banyak orang pikirkan dalam membuat suatu metode dalam mengembangkan eksistensi perpustakaan desa yang menarik. Cerdas bro!
Artikel yang sangat menarik. Menghidupkan kembali budaya yang semakin kuntur dikalangan anak muda sekarang….MANTAP
Mantulss bgt tulisanny, semoga dapat menginspirasi para pembaca juga kaum milenial agar tidak lupa dengan budaya kearifan lokal
Membantu menjadi mudah dimengerti..saya suka mas bro
Muantep
Sangat membantu dalam meningkatkan kualitas SDM masyarakat di pedesaan, kurangnya literasi pada warga desa khususnya di desa2 tertinggal membuat mereka kurang berkembang dalam bidang ekonomi. Dengan adanya perpustakaan di pedesaan diharapkan bisa mengubah mindset, sehingga kehidupan warga desa menjadi lebih baik..salam sukses mas erik
Terimakasih pak tulisannya sangat menginspirasi orang-orang seperti saya, semoga orang-orang lain juga bisa tercerahkan dengan adanya tulisan ini. di tunggu coretan-coretan berikutnya
Inspiratif. Bisa buat referensi ATM (amati, tiru, modifikasi)..
Saya kira sekarang ini Taman Baca Masyarakat (TBM) adalah organisasi atau komunitas tingkat desa atau kampung yang sesuai dengan kebutuhan zaman. TBM begitu digemari di beberapa daerah dan bahkan menggantikan peran Karangtaruna. Salah satu kebutuhan itu adalah seperti yang diungkapkan oleh Mas Erik dalam essaynya ini, cerita rakyat.
TBM perlu dikuatkan melalui banyak gagasan dan kegiatan kreatif.
Salam dari Pare
Keren kak, tulisan nya sangat menginspirasi 👍sukses selalu kak
artikel yg bermanfaat. istilah getok tular jarang di dengar, saya sj baru tau istilah itu. terimakasih atas informasinya dan semangat untuk karya karya tulisan lainnya..
Menarik 👍
Mantap mas , dengan Getok Tular yg diselaraskan dgn kearifan lokal .
Salam literasi…mas erik
Keren kak
Sangat menarik banget tulisannya…semoga menjadi inspirasi di kalangan kaum milenial dalam meningkatkan kualitas SDM masyarakat terutama di pedesaan. Semangat berkarya mas Eric
Wah topik yang sangat menarik untuk didiskusikan
Artikel yang sangat Josss sekali pak 👍
Menarik dan luar biasa👏
Luar biasa, semangat terus..
Tulisan yang sangat menarik pak. Semoga dapat menginspirasi Perpustaakaan2 desa untuk menjalankan perannya. Sejatinya kearifan local merupakan ciri khas dari suatu wilayah maka patut untuk diuri-uri dan sebagai soko gurunya literasi budaya mutlak dimiliki oleh masyarakat.
Mantap, sangat memberi inspirasi👍
Bangsa yang literate adalah bangsa yang mampu menjawab tantangan zaman.
Dengan adanya perpustakaan desa di harapkan mampu meningkatkan minat baca bagi masyarakat,,,
tulisan yg sangat membangun,, ini bisa menjadi inspirasi bagi anak milenial agar mereka tdk lupa dgn kearifan lokal,,
Sukses selalu dgn karya2nya,,,
Nice
Keren
Artikel yang sangat bermanfaat dan menarik 👍
Mantapp, luar biasa sekali, sangat meninspirasi.. betapa pentingnya kearifan lokal di tengag kemajuan zaman
Bagus 👍Semoga sukses mas Erik..
Tulisan yang sangat menarik, mantap
Artikel yg menarik nih
Thanx infonya ndan..
Artikelnya membuka wawasan lebih jauh soal kearifal lokal
Setuju kak, semoga dapat semakin berkembang dan maju. Salam Literasi!!
Setuju banget kak, semoga dapat semakin berkembang dan maju. Salam Literasi!!
Setuju, semoga dapat semakin berkembang dan maju. Salam Literasi!!
istimewa,,
tulisan yang sangat menarik, dan memang masih banyak PR yang harus dilakukan misalnya membukukan cerita-cerita folklore yang selama ini masih belum terdokumentasi dengan baik, hal ini tentu tidak akan berjalan tanpa ada dukungan dari masyarakat, pemerintah, pegiat literasi serta pihak lainnya dan hal ini sudah dimulai oleh DPK gunung kidul, perlu di apresiasi dan ditiru
terimakasih
Lanjutkan pak
Bagus. Kreatif. Inovatif.
Sudah cukup baik, namun ada beberapa kalimat yang kurang tepat penempatannya dan juga terdapat pemborosan kata sehingga pembaca harus mengulang beberapa kali untuk mendapatkan inti pembahasan.