Bilik Pustaka

Literasi Prioritasku Menuai Sukses Bersama Buku

Kata “Perpustakaan” sudah tidak asing di telinga kita, sebuah tempat atau lokasi di mana buku-buku berjejer rapi nan indah, itu pendapatku. Namun sayangnya hanya saya sendiri yang menikmati damainya jiwa ketika berada di dalam gedung yang bernama perpustakaan ini. Sayangnya, saya yang notabene suka berlama-lama di dalam toko buku apalagi perpustakaan, akhirnya menemukan dan menyadari bahwa di daerah saya sendiri, lebih-lebih di Kecamatan Sugio Kabupaten Lamongan Jawa Timur, belum ada satupun sebuah perpustakaan yang berdiri. Ya, berharap minimal taman baca, sudut baca, atau pojok baca yang sering saya dengar di berbagai laman media sosial.

Yang paling membuat saya bersedih adalah berkembangnya warung kopi atau kafe yang semakin berjamur. Saya bukannya tak suka sebuah keadaan itu, tapi di mana perkembangan literasi yang sering didengungkan oleh sebagian banyak guru dan pejabat pemerintah di luar sana, mana upaya mereka dalam mengembangkan literasi di daeranya sendiri.

Oke tak apa jika ada sebuah jawaban, “sudah ada perpustakaan diberbagai sekolah dan madrasah, kami sudah berkontribusi membelikan paket buku untuk menunjang pembelajaran”. Ayo lah itu kan hanya untuk mereka yang masih berkutat di Gedung penuh pengetahuan itu. Tapi bagaimana dengan anak-anak dan teman-teman yang tidak melanjutkan pendidikan. Apakah mereka harus menahan malu untuk datang ke sekolah hanya sekedar membaca buku yang ingin mereka baca! Dimana rasa simpati kita. Kebanyakan Hanya ingin memperkaya diri lantas memotong kesenangan dan kebahagiaan orang lain dengan memamerkan segala barang branded yang kita miliki. Apakah tidak lebih bangga jika kita meninggalkan warisan sebuah perpustakaan untuk anak cucu kita? Karena semakin kesini, dengan segala fasilitas yang sangat trendy dan teknologi yang mumpuni dan mampu memenuhi segala kebutuhan kita, apakah wujud buku-buku cetak dalam kurung waktu 10 tahun kedepan masih ada? Atau malah nantinya buku-buku yang ada diperpustakaan malah digilis dan dibakar karena memakan tempat yang terlalu besar dengan setiap tahun jumlah penduduk semakin bertambah.

Sudahlah mari kita renungkan, semoga pihak yang lebih mampu dapat mengulurkan tangan agar literasi semakin berkembang ditempat-tempat yang jarang terjamah dengan literasi. Semoga!

Zaman sudah berbeda, sudah berkembang buku digital didalam gadget tak perlu lelah membawa buku yang bekilo-kilo beratnya. Apakah sekarang kalian merasa insecure Ketika seseorang membawa buku kemana-mana, didalam bus, di jalan trotoar?. Sayangnya semakin kesini yang mereka notabenya seorang mahasiswa mulai enggan membawa referensi berbentuk hard file, beralasan lebih mudah dengan meneteng referensi itu berupa soft file. Namun ketika seseorang sedang menyendiri, apa sekiranya isi pikirannya yang bisa kita tebak? Ya, barangkali ia sedang kesepian, begitu hal pertama yang pasti tebersit. Kesulitan mencari teman; atau bisa jadi tak ada yang mau berteman. Lantas ia menyendiri, menjauh dari keriuhan kota dan bertanya; mengapa orang-orang pergi dan menjauhiku?

Bila kita menempatkan karakter pada analogi tersebut dalam sebuah ruang dan tempat, maka seseorang yang menyendiri itu adalah Perpustakaan. Dalam sebuah wawancara, Aan Mansyur, pustakawan serta penyair yang puisi-puisinya dipinjam tokoh Rangga untuk film AADC2 itu, mengatakan bahwa di Indonesia, kita hidup di berbagai kota yang berisi banyak sekali Mall-Mall ketimbang Perpustakaannya. Orang-orang masih memandang bahwa perpustakaan hanya sebuah tempat yang tidak asyik dan ‘tidak-gaul-sekaligus-kurang-bergaya’ untuk dikunjungi. Buku-buku dibaca hanya ketika ada keperluan belaka; semisal tugas sekolah, sarana referensi, atau rujukan mahasiswa dan dosen guna pemenuhan-penyelesaian tugas akhir—lepas dari itu, buku seolah tak penting. Lantas para pekerja kantor, buruh, pedagang kaki lima, tukang becak, pengemis dan semua orang sisanya seolah tak perlu lagi bergumul dengan buku-buku sebab sejauh ini dipercaya bahwa membaca buku tak bisa mendatangkan uang. Bekerja lebih baik ketimbang membuang-buang waktu dengan membaca buku. Berarti apa yang salah dan apa yang perlu diperbaiki dalam studi kasus semacam ini?

Sambat Bersama Sahabat (Baca; Buku)

Hampir di semua linimasa; koran, radio, televisi, jejaring sosial, website dan semacamnya mengungkapkan data terbaru soal minat baca warga Indonesia. Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh UNESCO, secara persentase, minat baca masyarakat kita diberi skala 1:1000. Hanya didapat satu persen orang pembaca serius dibanding seribu orang. Kita ketahui bersama, dengan membulatkan bilangan, Negara Indonesia memiliki lebih 250 juta jiwa, itu berarti 0,001-nya sama dengan 250.000 jiwa. Dari sekian juta penduduk Indonesia, hanya ada 250.000 saja orang yang gemar membaca. Negara kita didaulat menduduki posisi ke-60 dari 61 negara yang memiliki minat baca dari yang tertinggi hingga yang terendah. Tentu saja di posisi ke-60 tak perlu lagi dijelaskan bahwa itu adalah prestasi yang memalukan.

Konon, Negara Amerika Serikat masih menduduki posisi teratas lantaran budaya baca di Negara adidaya itu memang masih sangat tinggi. Sebab, sewaktu zaman penjajahan dulu, negara Amerika sudah membiasakan membaca dan belum memperbolehkan media seperti televisi dan semacamnya masuk ke setiap rumah-rumah penduduk. Baru setelah dirasa membaca sudah menjadi bagian dari masyarakat itu sendiri, layaknya santapan pokok dan berpakaian, maka setelah disusupi media televisi, video game, playstations, smartphone dan sebagainya tidak lekas memengaruhi mereka dan membuat minat baca (buku) menurun. Berbeda sekali dengan negara Indonesia. Ketika membaca belum benar-benar dijadikan sebuah kebutuhan, banyak sekali media semacam hal-hal yang disebutkan sebelumnya datang ‘menyerang’ sejak masih kecil, bahkan. Karenanya jangan heran bila menemukan anak kecil sekira usia 6 tahun saja sudah bisa mengoperasikan smartphone, bermain game, gemar menonton televisi padahal membaca saja belum lancar.

Bermimpi adalah hak masing-masing manusia, tapi akan lebih baik jika mimpi itu kita bias wujudkan bersama, membantu, memberi semangat dan motivasi kepada semua sahabat kita. Kita mulai dengan memberi sebuah media berupa perpustakaan, sebagai tempat ngobrol dalam diam bersama buku. Ber-sambat ria dengan membaca buku ilmiah yang ada. Berkeluh kesah dengan buku sejarah yang selalu membangkitkan semangat dalam kehidupan. Semoga buku menjadi sahabat dan perpustakaan akan selalu menjadi tempat favorit untuk dikunjungi.

Tertarik Karena Menarik

Perkembagan perpustakaan tidak diberengi dengan ke-kreatifan para pengelola perpustkaan disebagian perpustakaan umum. Terasa menoton dan membuat jengah, berpikir ulang dua kali untuk memantapkan hati ketika ingin berkunjung. Saya mahasiswi IAIN Kediri semester 6 sudah biasa dalam mengunjungi perpustakaan kampus, memang hijau tapi tidak diberengi dengan pengelola kampus dalam mengkondisikan pengunjung, perpustakaan kam[pus terasa seperti pasar, bising dan ramai. Saya lebih nyaman dilantai tiga karena jarang yang berkunjung kesana karena sebagian besar isi dari perpustakaan lamtai 3 adalah kumpulan skripsi dan kitab-kitab besar yang berjilid-jilid.

Memang benar, bacaan tidak selalu ada di perpustakaan, banyak tempat atau media yang bisa kita jumpai untuk mendapatkan bahan bacaan, lebih-lebih di zaman serba cepat ini; adanya teknologi digital dan internet, tetapi segala sesuatu harus berawal dari hal yang paling mendasar. Jadi bagaimana minat baca masyarakat akan meningkat bila tempat yang jelas-jelas sudah memfasilitasinya saja masih sepi pengunjung?

Inovasi Literasi

Untuk membuat sesuatu menarik tentu dengan cara memberikan sentuhan-sentuhan kreativitas. Bisa dengan cara membuat ruangan asyik untuk membaca; semisal membuat mural di dinding, rak-rak buku yang unik, promo perpustakaan ke desa-desa (semacam menjemput bola, istilahnya), dan banyak hal lainnya. Bisa pula melihat referensi-referensi perpustakaan yang menarik pengunjung untuk merasa nyaman datang ke perpustakaan melalui internet. Banyak sekali contohnya bila kita melihat perpustakaan di luar negeri, tak melulu soal fasilitas yang serba mahal. Justru yang mahal adalah ide untuk menciptakan sebuah kreativitas. Sesuai pesan dari Maman Suherman—aktivis sosial, pengelola perpustakaan sekaligus penulis— beliau mengatakan, “jangan jadikan Perpustakaan sebagai tempat paling sunyi kedua setelah pekuburan”. Ironi sekali, dan pemerintah harus lebih serius soal ini, karena kewarasan harus tetap dijaga, sebab berita hari ini kian menyedihkan dan mengkhawatirkan; orang-orang yang terlewat intelek memberangus buku-buku hanya karena takut pada sebuah kata, “kiri”. Pantaskah yang seperti itu ditemani?

Berkembangnya segala seni dan kreatifitas dalam merubah ruangan yang terasa sempit menjadi lapang, memberi saya ide bahwa buku tidak selalu harus diletakkan di ra-rak yang tinggi, berjejer seperti baju dilemari. Seperti tempat warung kopi yang berkembang, desain klasik dan sering membuat asyik. Bisa kita ubah letak posisi buku yang biasanya di rak-rak buku, kita letakkan didepan penjaga perpus, kita buat daftar buku yang tersedia dirumah baca, kita ganti istilh perpustakaan menjadi rumah baca, agar kita merasa damai ketika berada didalamnya. Setelah kita membuat daftar buku yang tersedia. Sebelumnya kita letakkan beberapa buku yang best seller dirak bagian belakang penjaga pengurus. Dan ruang yang tersisa kita letakkan kursi, meja, dan karpet yang sangat trendy pada masa sekarang, dan bisa juga kita beri sudut spot foto agar mereka memiliki kenangan ketika berkunjung. Beberapa hal saya sebutkan adalah konsep ringan untuk membangn sebuah rumah baca, semoga cepat terlaksana dengan usaha dan kegigihan saya. Aamiin.

Tak dipungkiri lagi bahwa perpustakaan menjadi syarat standar didirikannya sekolah. Selain untuk mencari informasi yang dibutuhkan, juga karena perpustakaan didirikan untuk memotivasi para siswa agar memiliki minat baca. Tak banyak memang yang datang ke perpustakaan untuk mencari informasi yang dibutuhkan, namun tak sedikit juga yang datang ke perpustakaan hanya untuk ‘numpang’ Wi-fi gratis. Seakan perlunya ajakan dan paksaan kepada para siswa agar minat membaca dan mengunjungi perpustakaan.

Perlu diketahui bahwa, pada era globalisasi ini, tak hanya mobile phone yang memiliki multifungsi, begitupun dengan perpustakaan. Selain sebagai jendela dunia, perpustakaan juga dapat dijadikan kunci kesuksesan untuk kita di masa mendatang. Tak banyak memang yang sukses melalui perpustakaan, namun tak sedikit juga yang tanpa rasa sesal, terus bersyukur karena sering membaca di perpustakaan. Setidaknya ilmu dari perpustakaan dapat dijadikan sebagai bekal untuk mencari kesuksesan mereka.

Pernahkah muncul dalam benak kita, pertanyaan mengapa perpustakaan menjadi penting dan dapat dijadikan sebagai kunci dalam menggapai kesuksesan kita? Bukankah zaman sekarang sudah tersedia fasilitas Interconnected Networking yang lebih efektif? Lalu mengapa kita harus repot-repot pergi ke perpustakaan?

Pada dasarnya, kesuksesan merupakan suatu hal yang perlu kita raih dengan kerja keras yang maksimal dengan disertai do’a. Kesuksesan yang perlu kita raih itu, dapat dibantu oleh beberapa hal yang sekiranya memungkinkan. Seperti halnya, tekun dalam belajar, pantang menyerah dan giat membaca buku, baik buku motivasi, ataupun buku bahan ajar. Dalam hal giat membaca ini, sudah dapat dipastikan bahwa media yang paling murah, lengkap dan nyaman guna mendukung proses membaca ialah perpustakaan. Mengapa perpustakaan? Karena di dalam perpustakaan, selain buku bahan ajar, juga terdapat buku lainnya, seperti buku motivasi yang bisa membantu pembacanya belajar dari pengalaman orang lain, terdapat pula dokumen-dokumen atau arsip penting. Berdasarkan lengkapnya fasilitas perpustakaan itulah, maka perpustakaan dapat dijadikan sebagai media pendukung untuk kesuksesan kita.

Walaupun pada zaman sekarang sudah tersedianya fasilitas internet yang lebih efektif, namun tetap saja perpustakaanlah yang paling lengkap literatur-literaturnya. Internet itu sendiri mempunyai beberapa kelemahan, yang pada dasarnya tertutup oleh keefektifannya dalam membantu persoalan di sekitar. Kelemahan itu salah satunya adalah perlunya kuota data agar bisa terhubung ke sistem browsing. Internet pun dapat menyebabkan turunnya minat para siswa untuk membaca di perpustakaan, juga membuat para siswa menjadi malas dan ketergantungan terhadap akses internet. Meskipun demikian, antara internet dengan perpustakaan sebenarnya saling mendukung satu sama lain guna kesuksesan kita, hanya tinggal bagamaimana kita dapat menyikapi secara bijaksana kelebihan dan kekurangan dari dua aspek tersebut.

Berdasarkan penjelasan di atas, sebagian besar dari mereka bersyukur sering membaca di perpustakaan, karena begitu banyak manfaat yang dapat diambil dengan membaca di perpustakaan. Mendapatkan motivasi untuk tetap berjuang mengejar impian melalui buku motivasi yang terdapat di perpustakaan, juga mendapatkan materi ajar yang sesuai dengan bakat minat melalui buku pelajaran di perpustakaan. Terutama bagi para siswa yang berimpian menjadi penulis, di dalam perpustakaan terdapat begitu banyak contoh tulisan yang dapat membantu siswa agar terinspirasi untuk ke depannya. Dengan begitu, sukses melalui perpustakaan, pada hakikatnya dilihat dari bagaimana kita mampu mengambil sisi positif dari adanya perpustakaan dan memperoleh manfaat dengan sebanyak-banyaknya lalu menjalankannya dengan sebaik-baiknya.

Kesimpulannya, kesuksesan itu sebenarnya berasal dari seberapa kerasnya usaha kita dalam meraih sukses tersebut. Begitu banyak cara yang dapat membantu siswa dan siswi untuk meraih kesuksesan, salah satunya dengan giat membaca. Media yang paling membantu dalam proses giat membaca ini ialah perpustakaan, karena di sana terdapat banyak literatur yang dapat dijadikan sebagai referensi untuk memperoleh kesuksesan. Bukan hanya itu, internet pada zaman sekarang pun sangat membantu, hanya saja kelebihan internet tersebut disertai pula dengan beberapa kelemahan dan sisi buruk sehingga perlu kedewasaan penggunanya untuk mengambil informasi dari internet.

Perpustakaan memberi banyak pengetahuan, memberi banyak ilmu, memberi banyak wawasan yang sangat mendukung kita untuk meraih sukses.

Sebuah keinginan dan harapan tidak akan terwujud dalam sehari-semalam, kita manusia pada umumya, lelah berusaha dan berkerja keras untuk menghasilkan sebuah karya yang berkualitas. Sekalipun pengembangan budaya baca di Indonesia masih sangat memprihatinkan, kita tidak boleh pesimis. Kita harus berusaha terus untuk meningkatkan budaya baca. Karena kita yakin bahwa bangsa yang memiliki budaya baca yang tinggi akan mempunyai keunggulan. Bangsa Indonesia yang terkenal dengan kekayaan sumber alamnya tidak akan dapat mewujudkan cita-citanya tanpa memiliki keunggulan sumber daya manusia. Keunggulan sumber daya manusia dapat dicapai dengan cara meningkatkan budaya baca. Peningkatan budaya baca dapat dimulai dari masing-masing individu dan keluarga dan juga kebijakan pemerintah yang bersangkutan dengan hal tersebut. Membaca merupakan modal utama untuk menuai sukses dan cara termurah untuk dapat membaca adalah mengunjungi perpustakaan.

Semoga setelah ini saya memiliki semangat dalam mengembangkan literasi didaerah saya, lebih-lebih ada minimal satu rumah baca di Kecamatan saya.

Daftar Pustaka:

  • http://www.quadraterz.com/2016/07/esai-belajar-berteman-dengan.html
  • http://catatananna1515.blogspot.com/2016/10/contoh-esai-tentang-perpustakaan_15.html

BIODATA DIRI

Nama Lengkap : Siti Muawanah
Nama Panggilan : Ana / Muawanah
TTL : Lamongan, 12 September 1999
Pendidikan :

  • MI Falahiyah Sugio-Lamongan (2006-2012)
  • MTs Darul Ulum Sugio-Lamongan (2012-2015)
  • SMA Darul Ulum Sugio-Lamongan (2016-2018)

Alamat Rumah : Dsn. Kowak RT/RW. 002/ 004 Ds. Bedingin. Kec. Sugio, Kab. Lamongan
Domisili : Syarif Hidayatullah Cyber pesantren, Jl. Sunan Ampel I no. 85C, rejomulyo, kediri, Jawa Timur, 64129

Facebook : @Anaa Muawanah
Instagram : @anamuawanah830
 

 

Related Posts

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *