Pejuang Literasi

Membangkitkan Kembali Spirit Perpustakaan Baitul Hikmah Abbasiyyah

Di Jogja, siang hari sedang terik-teriknya. Ayu baru saja selesai makan di tempat yang temannya, Muthia, rekomendasikan. Sebuah warung kecil dekat Selokan Mataram dan Klaster Agro Universitas Gadjah Mada. Katanya di tempat itu harganya murah, tapi menurutnya masih tak semurah tempat langganan yang berada di sekitar Monjali. Namun, Ayu iyakan saja ajakan temannya kerena setelah makan Ayu ingin ditemani pergi ke sebuah tempat.

Sebenarnya tempat yang ingin Ayu tuju bukanlah tempat yang asing baginya melainkan sering sekali ia dengar. Hanya saja hatinya baru tergerak setelah membaca broadcast dari salah satu grup WhatsApp kemarin. Dari Fakultas Teknik, tempatnya kuliah, dengan Masjid Mardliyyah sangatlah dekat. Beberapa kali Ayu juga sempat shalat dan tak melihat hal lain selain tempat ibadah di sana. Memang ada satu bangunan kecil di bagian depan masjid. Namun, menurutnya, sekilas tak ada sesuatu yang spesial dari bangunan itu.

Dari luar tampak seperti bangunan biasa dan tak ada hal yang menarik. Justru lebih seperti bangunan yang tak begitu terawat. Ayu jadi merasa sedikit ragu untuk melangkah, meski GPS pada ponselnya tepat mengarah ke ruangan itu. Bahkan spanduk yang terpasang di depan ruangan itu terpampang jelas nama tempat yang Ayu cari. Namun, ia masih tetap belum yakin. Sejenak matanya melihat sekeliling dan ia coba bertanya pada beberapa orang yang ditemui. Ternyata semua orang yang ia tanya memiliki jawaban yang sama. Benar di situ lokasinya. Akhirnya Ayu beranikan diri untuk masuk demi mengobati rasa penasarannya.

Perlahan ia melepas alas kaki. Lalu meletakkannya di rak kecil dan mulai memegang gagang pintu. Dengan hati-hati Ayu dorong pintu ruangan ke dalam. Begitu terbuka, mata Ayu seketika berbinar-binar bak penambang yang tengah menemukan emas. Mendadak terdiam dan mengakhiri penggalian karena harta karun yang dicari telah ditemukan. Ya, harta karun bagi Ayu adalah tumpukan-tumpukan buku yang berjajar rapi dalam sebuah istana yang ia sebut-sebut sebagai perpustakaan.

Kini langkahnya tak lagi ragu-ragu untuk menelusuri setiap sisi ruangan. Mengamati satu-satu buku dan hatinya selalu kegirangan acap kali menemukan buku langka yang sulit ia cari. Baru kali ini Ayu merasa amat senang atas perpustakaan yang dikunjunginya. Barangkali bangunan itu memang tak besar, namun di dalamnya berisi hal-hal yang Ayu cari selama ini.

***

Sejarah mencatat bahwa awal peradaban dimulai ketika manusia mengenal tulisan. Bukan sejak berdirinya bangunan-bangunan besar dan gedung-gedung yang megah. Peradaban ditandai oleh berkembangnya ilmu pengetahuan dan bukan pembangunan fisik semata. Pada zaman keemasan Islam sekitar tahun 830 Masehi, khalifah ketujuh Abbasiyyah yaitu Khalifah Al-Ma’mun mendirikan sebuah perpustakaan yang diberi nama Baitul Hikmah atau dalam bahasa Indonesia berarti “Rumah Kebijaksanaan”. Dalam perkembangannya, Baitul Hikmah di Baghdad dibangun dengan sangat megah sebagai wujud kecintaan terhadap ilmu pengetahuan.

Dahulu, perpustakaan bukan sekadar rak buku-buku atau tempat lembaran-lembaran yang semakin hari semakin usang. Pada masa itu, perpustakaan merupakan pusat peradaban yang memegang peranan penting, di mana berbagai bidang ilmu dipelajari dan para ilmuan sangat dihargai. Bahkan sangat cintanya Khalifah Al-Ma’mun terhadap pengetahuan, beberapa ilmuan didelegasikan untuk menerjemahkan buku-buku dari berbagai negara. Selain perpustakaan, Baitul Hikmah juga difungsikan sebagai lembaga pendidikan dan penelitian. Eksistensi Baitul Hikmah terus mencapai kejayaan pada masa Khalifah Al-Ma’mun. Sayangnya, pada tahun 1285 Masehi Hulagu menghancurkan Baghdad dan membuat Baitul Hikmah ikut terbakar.

Setelah masa itu berlalu atau lebih tepatnya 731 tahun kemudian, sekumpulan mahasiswa mencoba memunculkan kembali spirit Baitul Hikmah Abbasiyyah. Lahir dari bangunan kecil yang hanya berukuran delapan belas meter persegi, Baitul Hikmah kini telah berdiri. Ya, bangunan yang saat ini tengah Ayu kunjungi dirintis atas kerinduan dari kisah Perpustakaan Baitul Hikmah Abbasiyyah yang begitu menginspirasi.

Mendengar penjelasan pengurus tentang awal mula berdirinya Perpustakaan Baitul Hikmah membuat Ayu terkesima. Walaupun baru berdiri tahun 2016 lalu, namun semangat para perintis perpustakaan sangat terpancar dan membuat Ayu ingin bergabung. Baginya kondisi fisik Perpustakaan Baitul Hikmah Masjid Mardliyyah saat ini bukanlah suatu halangan untuk mewujudkan visi perpustakaan yang besar dan mulia.

Menjadi Perpustakaan Masjid Rujukan bagi Masyarakat UGM dan Yogyakarta dalam Membentuk Sarjana Berpola Pandang Islami

Sebuah visi yang luar biasa. Harapan ketika orang-orang datang ke masjid bukan sekadar untuk beribadah, tetapi juga bisa membaca buku di perpustakaan yang menyatu dengan masjid itu sendiri. Setelah mendengar penjelasan dari pengurus tentang pengenalan perpustakaan, sudah Ayu putuskan bahwa sebagai wujud kecintaannya kepada ilmu dan buku, ia juga akan ikut berrkontribusi melalui Perpustakaan Baitul Hikmah. Ia akan mengikuti rekrutmen menjadi pengurus perpustakaan.

Dari sinilah cerita Ayu dimulai dan resmi menjadi bagian dari perjuangan Perpustakaan Baitul Hikmah.

***

Pada awal berdiri, Perpustakaan Baitul Hikmah Masjid Mardliyyah dirintis oleh beberapa mahasiswa Universitas Gadjah Mada dan tidak ada satu pun yang berasal dari latar belakang kepustakaan. Koleksi buku yang dimiliki juga belum banyak. Hanya lebih kurang tiga ratus buku dengan berbagai genre. Ayu masih ingat kali pertama ia mengunjungi perpustakaan yang masih begitu sederhana. Bahkan sempat membuatnya ragu untuk memasukinya. Bangunan perpustakaan masih menyatu dengan kompleks Masjid Mardliyyah. Belum ada kursi sebagai tempat duduk pengunjung untuk membaca. Hanya ubin yang diberi karpet agar pengunjung tak merasa kedinginan karena membaca buku di lantai.

Ketika cuaca panas, satu-satunya alat pendingin yang dimiliki oleh perpustakaan adalah kipas angin. Jika masih terlalu panas, maka pintu perpustakaan akan dibuka dan diganjal agar tidak menutup kembali. Mungkin karena ruangannya memang sangat sempit. Jadi, ruangan akan terasa sangat panas bila banyak yang berkunjung. Meski begitu pengurus tetap mengusahakan fasilitas lain.

Fasilitas lain yang pengurus usahakan untuk menunjang kenyamanan pengunjung adalah pemasangan WiFi, komputer untuk pendataan, dispenser, kulkas dan televisi. Semua fasilitas tersebut dapat dipergunakan oleh pengurus atau pengunjung perpustakaan. Menurut Ayu semua fasilitas itu sudah mampu membuatnya betah berlama-lama untuk berada di perpustakaan. Baik untuk membaca buku, berdiskusi atau mengerjakan tugas kuliah.

Ayu sangat menikmati hari-harinya menjadi pengurus perpustakaan. Melihat orang datang mengunjungi perpustakaan membuatnya begitu senang. Terlebih jika pengunjung yang datang bukan hanya untuk meminjam buku, tetapi juga ikut dalam kegiatan-kegiatan yang perpustakaan adakan. Hal itu semakin membuat Ayu semangat membangun budaya literasi melalui perpustakaan.

Selama lebih kurang satu tahun Ayu bergabung menjadi pengurus Perpustakaan Baitul Hikmah, Ayu menyaksikan perpustakaan yang begitu sederhana mulai tumbuh, dikenal dan dikunjungi. Sayangnya, di tengah kebahagiaannya itu datang sebuah kabar; Masjid Mardliyyah yang sudah berdiri lama akan dipugar untuk direnovasi. Bersamaan dengan kabar tersebut, maka Perpustakaan Baitul Hikmah harus mengemasi semua barang-barangnya. Tidak ada jaminan bahwa setelah pembangunan selesai Perpustakaan Baitul Hikmah bisa kembali. Sehingga, solusi terbaik adalah mencari tempat baru untuk kembali membangun perpustakaan.

Ayu sempat merasa sedih dan pengurus yang lain juga merasa kebingungan. Ke mana mereka bisa mendapatkan tempat baru untuk membuka kembali perpustakaan. Tak bisa Ayu bayangkan jika perpustakaan yang baru dirintis harus tutup karena tidak memiliki tempat. Semua pengurus berusaha mencari tempat yang memungkinkan untuk membuka perpustakaan tanpa menghilangkan ciri khas Perpustakaan Baitul Hikmah itu sendiri.

Semua orang benar-benar bingung. Ayu sendiri tak tahu di mana ia bisa menemukan tempat pengganti yang baru. Di tengah semua kebingungan itu, tiba-tiba salah seorang pengunjung perpustakaan yang mendengar kabar pembangunan Masjid Mardliyyah datang memberikan tawaran. Alhamdulillah, ternyata beliau adalah salah satu Takmir Masjid Kampus (Maskam) Universitas Gadjah Mada.

Beliau beberapa kali berkunjung dan tertarik dengan Perpustakaan Baitul Hikmah terutama koleksinya tentang buku-buku Prof. Kuntowijoyo. Menurutnya sangat disayangkan bila Perpustakaan Baitul Hikmah harus ditutup. Jadi beliau menawarkan satu ruang di kompleks Masjid Kampus (Maskam) UGM yang bisa menjadi alternatif tempat Perpustakaan Baitul Hikmah pindah. Mendengar tawaran tersebut semua pengurus merasa sangat senang.

Menjelang pemugaran Ayu membantu mengemasi semua buku-buku perpustakaan. Seperti bernostalgia, ia mengingat banyak kenangan mulai dari awal mengunjungi perpustakaan sampai ikut menjadi pengurus.

Dadanya sedikit sesak kala satu per satu buku memasuki kardus. Akan butuh waktu untuk menata semuanya kembali. Namun, seharusnya ia tak sesedih itu karena Allah telah membantu mereka dengan mencarikan tempat yang baru. Nantinya Perpustakaan Baitul hikmah akan dibuka kembali.

Selesai berkemas, semua barang diangkut menuju Masjid Kampus. Di sana Perpustakaan Baitul Hikmah mendapat satu ruangan berbentuk segi delapan dengan luas lebih kurang tujuh puluh meter persegi. Ruangan tersebut berada di sebelah tenggara masjid. Selain ruangan yang lebih luas, Perpustakaan Baitul Hikmah juga merasakan beberapa manfaat.

Pengunjung yang datang dapat leluasa parkir karena tempat yang luas. Suasana yang lebih sejuk karena terdapat berbagai pepohonan dan taman. Terpenting adalah Perpustakaan Baitul Hikmah dekat dan tetap menyatu dengan masjid.

Sebelum semua barang perpustakaan dipindahkan, ruangan harus lebih dulu dibersihkan. Ayu bersama teman-teman mengeluarkan barang yang tidak digunakan. Mereka menyapu dan mengepel lantai. Lalu satu per satu barang perpustakaan mereka masukkan. Perlahan mereka keluarkan buku-buku dari dalam kardus dan menatanya kembali ke rak buku.

Kini semua barang telah selesai ditata dengan rapi. Perpustakaan sekarang terlihat leluasa dan lebih nyaman. Bahkan masih tersisa beberapa ruang untuk menambah rak buku baru. Tak lama lagi Perpustakaan Baitul Hikmah bisa segera dibuka kembali. Ayu sudah tidak sabar untuk momen itu. Ia dan pengurus akan membuat pengumunan pemberitahuan bahwa perpustakaan akan dibuka dan lokasinya berpindah ke Masjid Kampus.

Dibukanya kembali perpustakaan berarti dimulainya kembali perjuangan. Fasilitas lebih yang perpustakaan peroleh harus dimanfaatkan dengan sebaik mungkin. Beberapa rak masih bisa dimasukkan dan koleksi buku bisa ditambah. Buku yang akan ditambah tentunya bukan buku yang sembarang. Sebelum membeli pengurus akan mendata buku apa saja yang sekiranya pengunjung inginkan atau minati. Baru setelahnya akan diputuskan buku mana saja yang akan dibeli. Tentu, tidak semua buku bisa dibeli dalam satu waktu. Perpustakaan akan memprioritaskan buku yang benar-benar dibutuhkan.

Dalam beberapa kesempatan pembelian buku perpustakaan dilakukan dengan cara donasi. Dana yang terkumpul akan digunakan untuk membeli buku. Jika kurang biasanya pengurus yang akan menutupi kekurangannya. Hal tersebut sama sekali tidak memberatkan, justru semakin mendekatkan mereka dengan perpustakaan. Selain buku, beberapa barang lain seperti rak buku, lemari dan karpet juga dibeli dengan cara yang sama.

Barang-barang yang terbeli dengan cara donasi sangatlah berarti. Semua barang yang dibeli dengan cara tersebut bukan hanya milik perpustakaan, namun juga sebagai amanah banyak orang yang telah berdonasi. Dengan begitu, setiap barang atau buku akan dirawat dengan baik karena ada begitu banyak kebaikan orang di dalamnya.

Begitu perpustakaan dibuka, maka kegiatan perpustakaan juga akan dimulai kembali. Ada banyak kegiatan yang Ayu sukai dari Perpustakaan Baitul Hikmah. Mulai dari Jelajah Pustaka Baitul Hikmah yang membedah buku-buku tematik setiap hari Senin. Lalu bedah buku Riwayat Untuk Kaum Muslimin (RUKM) setiap hari Kamis.

Layaknya acara yang diselenggarakan lembaga resmi, kegiatan diskusi atau bedah buku selalu mengundang pembicara yang ahli di bidangnya. Biasanya acara-acara tersebut diisi oleh ustadz atau dosen. Demi menghidupkan acara tersebut, perpustakaan menjadwalkannya secara rutin dan didukung dengan pengelolaan Grup Diskusi dan Belajar Virtual melalui media WhatsApp. Selain itu, Baitul Hikmah juga menjalin jaringan dan studi banding dengan berbagai elemen masyarakat, masjid dan perpustakaan lainnya.

Selama menjadi pengurus sudah beberapa kali Ayu mengikuti acara kunjungan perpustakaan dengan lembaga lain. Ia pernah ikut kunjungan ke Perpustakaan Masjid Gedhe Kauman, Perpustakaan Masjid Salman ITB, Massa Aksi Yogyakarta, dan yang lainnya. Acara tersebut tak hanya menjadi ajang silaturahmi untuk perpustakaan tetapi juga menambah jaringan. Bahkan sekarang Ayu kenal beberapa toko buku yang menjual buku-buku langka atau tempat untuk hunting buku dalam event tertentu.

Tidak hanya mengunjungi tempat-tempat yang memiliki visi serupa, Perpustakaan Baitul Hikmah juga sempat dikunjungi beberapa pihak. Mulai dari anak-anak seperti kunjungan Tahfiz Anak Usia Dini (TAUD) Sweetheart, remaja dari berbagai sekolah, mahasiswa dari berbagai kampus sampai masyarakat umum. Mereka semua yang datang ke perpustakaan sangat disambut hangat. Seperti halnya tamu yang berkunjung ke rumah.

Perpustakaan bukan lagi rumah bagi buku, tetapi juga rumah kedua bagi Ayu. Setiap ada waktu luang selepas kuliah, ia sempatkan mengunjungi perpustakaan. Semua pengalaman yang Ayu alami sering ia ceritakan kepada teman-temannya. Kecintaannya pada Perpustakaan Baitul Hikmah menjadikannya sering dijuluki sebagai Brand Ambassador Perpustakaan Baitul Hikmah. Banyak teman-teman yang tadinya belum tahu tentang Perpustakaan Baitul Hikmah berhasil ia buat tertarik untuk mengunjungi.

Tidak hanya kegiatan yang diadakan di perpustakaan, Baitul Hikmah juga memiliki program Perpustakaan Keliling. Perpustakaan Keliling biasanya dilakukan saat Sunday Morning (Sunmor). Di tengah ramainya kerumunan orang-orang, Perpustakaan Baitul Hikmah hadir untuk memfasilitasi masyarakat umum yang tertarik dengan koleksi buku-buku yang dimiliki.

Barangkali tidak begitu menarik di antara stand-stand yang menjual pernak-pernik pakaian atau makanan yang berjajar di sepanjang jalan. Meskipun begitu, tetap ada yang datang untuk melihat dan membaca buku koleksi. Rasanya sudah sangat senang. Berapa pun jumlahnya tidak jadi masalah. Terpenting adalah Perpustakaan Baitul Hikmah bisa hadir untuk memfasilitasi siapa saja yang ingin membaca. Begitulah Ayu dan pengurus perpustakaan bertekad mengenalkan Baitul Hikmah lebih luas.

Setelah pindah ke Masjid Kampus Perpustakaan Baitul Hikmah telah menambah koleksi buku menjadi lebih dari empat ribu buku. Di mana penambahan tersebut diperoleh dari pembelian buku, donasi bersama dan donasi pengunjung yang ingin memberikan koleksinya ke perpustakaan. Anggota perpustakaan yang dimiliki sekitar lebih kurang sembilan ratus orang dengan rata-rata pengunjung sekitar tiga ratus orang per bulan. Setiap harinya perpustakaan jadi lebih ramai dibanding ketika sebelum pindah. Hal ini didukung oleh fasilitas perpustakaan yang menyediakan WiFi, pendingin ruangan berupa AC (Air Conditioner), speaker dan mini kantin yang menyediakan minuman serta makanan ringan.

Walaupun di saat pandemi seperti sekarang ini kegiatan-kegiatan tersebut harus terhenti sementara, tak berarti semangat dari perpustakaan juga berhenti. Pengurus tetap mengadakan kegiatan yang bisa mereka lakukan selama pandemi. Masih ada sosial media yang bisa menjembatani pengunjung dan perpustakaan. Selama pandemi, perpustakaan memang tutup untuk sementara. Oleh karena itu dilakukan review buku secara bergantian oleh pengurus setiap dua pekan sekali lewat Instagram.

Ayu dan pengurus selalu berharap pandemi segera mereda dan perpustakaan bisa dibuka kembali untuk umum. Bagaimana pun juga membaca buku langsung di perpustakaan akan memberikan pengalaman yang berbeda dibanding lewat media online. Seperti apa yang sudah dirasakan oleh Ayu, ia ingin orang lain juga merasakan pengalamannya mencintai buku dan perpustakaan. Bersama-sama membangkitkan spirit Perpustakaan Baitul Hikmah Abbasiyyah kembali dan mengukir peradaban.

Biografi Tokoh

Nama : Ayu Rahmawati Kautsar Dieni
Tempat & Tanggal Lahir : Bantul, 29 Mei 1997
Domisili : Bantul, Yogyakarta
Pendidikan Terakhir : S1 Teknologi Informasi UGM
Pengalaman :

  • Divisi Program Baitul Hikmah (2017-2018)
  • Koordinator Divisi Media Baitul Hikmah (2018-2019)
  • Manajer PSDM Baitul Hikmah (2019-saat ini)

No. HP : 088232018190
Email : rahmawati.kautsar.d@mail.ugm.ac.id
FB : Ayu Rahma
IG : @ayurkd

Biografi Penulis

Nama : Rr. Megandini Listy Indira
Tempat & Tanggal Lahir : Blora, 30 Desember 1996
Domisili : Bantul, Yogyakarta
Pendidikan Terakhir : S1 Agribisnis Pertanian UGM
Pengalaman : Divisi Fundrasing Baitul Hikmah (2018-2019)
No. HP : 082242643221
Email : Indira.megan@yahoo.com
FB : Megandini
IG : @awan_samudra

Related Posts

One thought on “Membangkitkan Kembali Spirit Perpustakaan Baitul Hikmah Abbasiyyah

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *