Bilik Pustaka

Strategi Gerakan Literasi Desa di Era Disrupsi

Latar Belakang

Membicarakan masalah dunia literasi perpustakan desa di Indonesia ini sangat menarik dan unik, bahkan begitu komplek ragam persoalannya dari akar hulu sampai hilir. Oleh karena itu, sudah banyak juga di kaji dan di kupas tuntas oleh para ahli pakar, baik itu akademisi (dosen), guru, aktivis pegiat literasi, mahasiswa-mahasiswi, pelajar serta masyarakat.

Kegiatan literasi tersebut di adakan di dalam forum diskusi Ilmiah, Fokus Grup Diskusi (FGD), Seminar, Workshop, Pelatihan, KKN/ KKM, bahkan obrolan warung kopi kaki lima dan caffe. Bahkan hasil kajian riset ilmiah dalam bentuk penelitian skripsi, tesis, buku, artikel jurnal sudah banyak sekali di tulis oleh para akademisi baik itu dosen, mahasiswa, pelajar, aktivis pegiata literasi serta juga peran masyarakat. Kemudian, hasil diskusi dan kajian ilmiah tersebut tersebar di berbagai media cetak, majalah, buku, dan online.

Kelemahannya adalah sarana dan prasarana infrastruktur buku-buku di desa belum memadai, begitu juga masih minimnya perpustakaan, bahkan yang ada saja, masih kurang lengkap, cenderung kurang berbobot atau berkualitas. Kelemahan tersebut karena kurangnya sumber daya dana finansial yang ada, sehingga buku-buku di perpustakaan desansangat minim sekali. Serta juga belum terbiasanya kesadaran diri yang ada di masyarakat terhadap komunikasi informasi, budaya baca, tulis, bahasa (Literasi).

Kalau kita cermati, teliti dan perhatikan dari aspek psikologis, sosiologis dan antropologis budaya, bahwa masyarakat indonesia secara mayoritas, masih banyak yang acuh, cuek, tidak peduli (permisif) terhadap gerakan literasi desa, di sebabkan oleh cara berpikir (paradigma) yang keliru salah (destruktif) serta sumber daya manusia (SDM) yang lemah dan tertinggal.

Pertama, aspek (psikologis) kejiwaan masyarakat indonesia, khususnya di desa cenderung tertekan dengan keadaan hidupnya, terutama soal dapur ekonomi yang belum sejahtera, sehingga yang ada dalam pemikirannya adalah mencari kerja untuk menghasilkan materi (uang) semata, sehingga masyarakat tidak kreatif dan inovatif dalam menggali, mempelajari dan mengembangkan potensi sumber daya alam yang ada di desa.

Dan pada akhirnya, cara berpikirnya adalah bagaimana mencari kerja ke kota untuk mengadu nasib, karena dengan bekerja, akan menghasilkan nilai ekonomis, sehingga untuk mencapai kebahagiaan, bagaimana dapur ekonomi ngebul dari pada literasi.

Karena, kejiwaan masyarakat desa kita masih terhimpit oleh kemiskinan dan kesejanjangan sosial antara orang kaya dan miskin. Maka, rakyat miskin desa membutuhkan ekonomi untuk keberlangsungan hidup dan kehidupannya.

Selanjutnya kedua sosiologis, dari aspek sosial ini belum terbangun kekuatan civil society, komunitas, lembaga, organisasi yang kuat, terstruktur, sistematis dan massif secara substansial dan holistik. Yang ada justru lembaga pendidikan non formal, PKBM dan TBM yang cenderung formalistik. Tidak sedikit lembaga pendidikan tersebut yang gulung tikar, kurang jelas, bahkan hanya menghabiskan anggaran saja.

Pola-pola kesalahan seperti ini perlu di luruskan, sehingga ke depannya tidak ada lagi yang gerakan literasi formalistik semata, tetapi sudah harus membangun gerakan literasi secara konstruktif, substansial dan sustainable.

Ketiga adalah aspek antropologis budaya, aspek ini belum terbangun suatu kesadaran individu dan sosial budaya literasi desa, antropologi budaya gerakan literasi ini kalah oleh media mainstream tontonan hiburan yang dapat membahagiakan masyarakat Indonesia. Sebut saja video youtobe dangdut, musik, tiktok, dan film sinetron atau komedi hiburan lainnya, apalagi di era digital dan disrupsi ini media digital sangat mudah sekali di akses oleh semua lapisan masyarakat, baik anak kecil, remaja, dewasa dan orang tua.

Menurut Mustafa (susilowati) dalam penelitian 20 terakhir ini, bangsa Indonesia mengalami penurunan dalam kebiasaan membaca buku, ada beberapa hal yang menjadi faktor rendahnya kebiasaan membaca buku di Indonesia. Pertama harga buku yang mahal. Kedua, kurangnya ketersediaan infrastruktur. Ketiga, bahan bacaan yang sulit di akses. Keempat, perpustakaan yang buruk dan kurang lengkap Kelima, pendidikan kebiasaan membaca yang tidak di tanamkan oleh orang tua sejak kecil. Keenam, banyaknya media digital online yang menyebabkan rendahnya minat budaya membaca.

Hal tersebut diatas merupakan peluang dan tantangan besar bagi seluruh lapisan masyarakat baik itu pemerintah pusat, dan daerah di tingkat provinsi, kota dan kabupaten sampai kecamatan dan desa, kemudian juga para aktivitas pegiat literasi, komunitas serta organisasi dan masyarakat yang bergerak memajukan literasi desa.

Pengertian Literasi Menurut Para Ahli

Menurut pendapat para ahli dari beberapa sumber berikut ini:

  1. Menurut UNESCO “The United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization”, Literasi ialah seperangkat keterampilan nyata, terutama ketrampilan dalam membaca dan menulis yang terlepas dari konteks yang mana ketrampilan itu diperoleh serta siapa yang memperolehnya.
  2.  Menurut Elizabeth Sulzby
    Menurut Elizabeth Sulzby “1986”, Literasi ialah kemampuan berbahasa yang dimiliki oleh seseorang dalam berkomunikasi “membaca, berbicara, menyimak dan menulis” dengan cara yang berbeda sesuai dengan tujuannya. Jika didefinisikan secara singkat, definisi literasi yaitu kemampuan menulis dan membaca.
  3. Menurut Harvey J. Graff
    Menurut Harvey J. Graff “2006”, Literasi ialah suatu kemampuan dalam diri seseorang untuk menulis dan membaca.
  4. Menurut Alberta
    Menurut Alberta, Literasi ialah kemampuan membaca dan menulis, menambah pengetahuan dan ketrampilan, berpikir kritis dalam memecahkan masalah, serta kemampuan berkomunikasi secara efektif yang dapat mengembangkan potensi dan berpartisipasi dalam kehidupan masyarakat.

Strategi gerakan literasi desa di era disrupsi menurut penulis ada 6 di bawah ini:

1). Membaca Persoalan Masalah Masyarakat Desa

Di dalam kehidupan masyarakat desa, umat manusia tidak bisa dilepaskan dari beragam jenis masalah yang di hadapinya, baik itu kehidupan agama, ilmu, politik, ekonomi, sosial, adat istiadat budaya, cara berpikir/paradigma, kemiskinan, pengangguran sampai gaya hidup masyarakat desa. Kemudian, sarana dan prasarana infrastruktur yang minim dan kurang lengkap, sehingga menghambat kemajuan perkembangan desa.

Masalah yang begitu rumit dan sulit yang ada pada masyarakat desa perlu dibaca dan diinventarisir satu persatu. Ini butuh waktu untuk kerja keras, kerja cerdas dan kerja ikhlas dalam membaca persoalan yang ada, dan perintah untuk membaca persoalan kondisi masyrakat desa ini telah Allah gariskan di dalam kitab suci Al-Qur’an.

Firman Allah SWT: “Bacalah, dengan menyebut nama rabbmu yang menciptakan, yang menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Rabbmulah yang Maha Pemurah. Yang mengajar manusia dengan perantara kalam. Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.” (QS Al-Alaq, Ayat 1-5)

Ayat diatas ini merupakan ayat-ayat yang pertama kali diturunkan oleh Allah SWT, yang mengandung perintah membaca dan membaca, yang dengan melakukan pembacaan terhadap manusia, maka manusia akan mencapai kemajuan dalam berbagai aspek/bidang kehidupan.

Dalam proses turunya ayat tersebut, yaitu ketika terjadi penyampaian wahyu pertama, di dalam gua hira telah terjadi dialog antara malaikat jibri, dan Nabi Muhammad Saw. Yang isinya dalah perintah untuk membaca (Iqra) yangdi tunjukan kepada Nabi Muhammad SAW, perintah membaca itu di ulang sampai tiga kali. Dari sisi pengulangan ini menunjukan tentang pentingnya membaca, membaca apa saja, baik itu konteks dan teks, khusus dan umum.

Menurut Chadziq Charisma pengulangan kata Iqra sebanyak tiga kali mengandung pengertian sebagai berikut di bawah ini:

  • Bacalah firman-firman Allah

Sebagaimana yang telah dijelaskan bahwa al-qur’an merupakan mukjizat Nabi Muhaamd SAW, yang terbesar dan berbeda dengan mukjizat-mukjizat lainnya. Kelebihan dan keistimewaan Al-qur’an hanya terletak pada dirinya secara harmonis dapat di rasakan dalam susunan bahasanya, isinya, dan maknanya yang sempurna dan Al-qur’an itu sengaja di turunkan oleh Allah melalui malaikat Jibril kepada Nabi muhammad SAW, untuk di sampaikan kepada seluruh umat manusia/atau masyarakat dunia.

Agar manusia menjadikannya sebagai pedoman hidup untuk dibaca, dipahami, dan dilaksanakan ajarannya, kemudian juga untuk dikaji, diteliti, ditelusuri rahasia-rahasia yang terkandung di dalamnya. Sebagaimana tertuang di dalam surat (QS. An-Nahl Ayat 44). Allah SWT berfirman.

Artinya: “Keterangan-keterangan (mukjizat) dan kitab-kitab. Dan Kami turunkan kepadamu Al Quran, agar kamu menerangkan pada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan”. (QS An-Nahl Ayat: 44)

Di dalam surat lainnya, dijelaskan bahwa apabila manusia ingin bahagia serta selamat di dunia dan akhirat, maka Allah menegaskan agar kitab suci Al-qur’an di pelajari oleh manusia atau masyarakat, sebagaimana di ulang-ulang di dalam surat Al-Qamar ayat 17,22,32, dan 40)

Artinya: “Dan sesungguhnya telah Kami mudahkan Al-Quran untuk pelajaran, maka adakah orang yang mengambil pelajaran?” (QS Al-Qamar Ayat 17,22,32,40)

Hal itu semua adalah merupakan cara Allah mengajak masyarakat untuk menggunakan akal pikiran manusia, agar dia bersedia dan mau membaca Al-qur’an, dan sekaligus memikirkan dan mengambil pelajaran kisah sejarah di dalamnnya. Sehingga ia akan memperoleh arahan, bimbingan dan petunjuk di dalam melaksanakan peran, tugas pokok, fungsi dan tanggung jawabnya sebagai Khalifah Fil Ardi.

Oleh karena itu, untuk memecahkan masalah masyarakat desa, maka membaca persoalan meski di lakukan dengan pembacaan qurani (Iqro), untuk melihat akar/dasar persoalan secara kontekstual dan holistik yang ada di desa. Apa sumber masalah mendasar yang ada di desa tersebut. Sehingga bisa di petakan beragam jenis masalah yang ada pada masyarakat desa.

  • Bacalah Ayat-ayat Allah dalam dirimu (Micro)

Allah SWT adalag zat yang Maha Pencipta, yang telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sempurna, dan dilengkapi dengan akal pikiran untuk membedakan dengan mankhluknya yang lain. Mellaui kitab suci Al-qur’an, Allah SWT menyuruh manusia untuk memperhatikan, melakukan pembacaan aats wujud dirinya sendiri, agar dengan hal itu, manusia dapat menemukan kekuasaan Allah SWT.

Dari apa ia di ciptakan, bagaimana prosesnya di dalam kandungan, kemudian setelah cukup masanya, ia dilahirkan ke dunia. Di dunia ia pun menjalani dan melalui beberapa proses lagi, mulai dari bayi terlentang bergerak-gerak, selanjutnya tengkurap, merangkak, sampai manusia dapat berdiri tegak dan berjalan serta belari-lari kesana-kemari.

Selanjutnya, berkembang terus sampai remaja dan dewasa, dapat bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri, lalu mencari jodoh, berumah tangga, beranak pinak, sampai menjadi tua dan pikun. Pada akhirnya meninggal dunia (Dari lemah menjadi kuat dan menjadi lemah kembali). Demikianlah proses perjalanan hidup dan kehidupan umat manusia berjalan menurut qodrat dan irodat-Nya.

Lebih dari itu, sebenarnya kehidupan manusia tidaklah sesederhana itu, tetapi masih banyak lagi hal-hal yang berkaitan dengan hidup dan kehidupan manusia itu sendiri, karena itu Al-Qur’an mengajak manusia/ masyarakat untuk berpikir secara jernih dan mendalam tentang keadaan dirinya sendiri. Sebagaimana surat Ar-Rum Ayat 8, serta surat Ad-Dzariyat Ayat 21.

Artinya: “Dan mengapa mereka tidak memikirkan tentang (kejadian) diri mereka? Allah tidak menjadikan langit dan bumi dan apa yang ada diantara keduanya melainkan dengan (tujuan) yang benar dan waktu yang ditentukan. Dan sesungguhnya kebanyakan di antara manusia benar-benar ingkar akan pertemuan dengan Tuhannya.” ( QS Ar-Rum Ayat 8)

Artinya: “Dan (juga) pada dirimu sendiri. Maka apakah kamu tidak memperhatikan?”
(QS Ad-Dzariyat Ayat 21)

  • Bacalah alam sekitar (Makro kosmos)

Al-Qur’an yang merupakan firman Allah SWT dengan susunan ayatnya yang menggugah dan mendorong manusia dengan akal pikirannya untuk memikirkan kejadian alam semesta ini, memperhatikan kejadian langit, bumi, dan segala yang ada di sekitar keduanya. Hal itu semua adalah dalam rangka menanam dan memperkokoh keimanan kepada Allah SWT.

Sebagaimana firman-Nya yang terkandung di dalam surat Qaf Ayat 6-11, Al-Jatsiyah Ayat 3-6, Al-Baqarah ayat 164, Yunus Ayat 101, Ar-Rum Ayat 2, Al-Ghasiyyah Ayat 17-21, An-Naml Ayat 60-64, Al-Fatir Ayat 44, dan masih banyak lagi ayat-ayat yang lain yang tidak di sebutkan satu persatu.

Al-Qur’an menyuruh manusia untuk melakukan pembacaan dengan mmeperhatikan, memikirkan kejadian, dan wujud alam semesta. Maksudnya adalah agar manusia dapat mengetahui rahasia-rahasia di balik wujudnya, perubahan-perubahan yang terjadi, proses perkembangan, sifat-sifat dan tertib susunannya. Sehingga dengan metode pendekatan kepada alam semesta itu manusia akan dapat mengetahui secara langsung kebesaran Allah. Dzat yang telah menciptakannya.

Selain itu, secara langsung maupun tidak lagsung mnausia akan dapat mengetahui kedudukan status sebagai makhluk Allah, juga dapat mengetahui kelemahan dan kemampuannya sebagai khalifah fil ardi, yang bertugas untuk memakmurkan bumi. Karena di dalam diri manusia dan lingkungannya terdapat berbagai macam tanda-tanda kekuasaan Allah yang benar. Sebagaimana firmanNya.

Artinya: ”Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) Kami di segala wilayah bumi dan pada diri mereka sendiri, hingga jelas bagi mereka bahwa Al Quran itu adalah benar. Tiadakah cukup bahwa sesungguhnya Tuhanmu menjadi saksi atas segala sesuatu.” (QS Fushshilat Ayat : 43)

2). Membangun Kesadaran Literasi Masyarakat Desa

Dari hasil pembacaan terhadap masyarakat desa di Indonesia, beragam jenis akar masalah dan penyakitnya meski kita temukan satu persatu. Baik masalah keterbatasan akses sarana dan prasarana perpustakaan desa, kemiskinan, kesenangan ekonomi sosial, pengangguran, kesaalahan berpikir, penyakit malas, acuh tak acuh, dan tidak mau membaca atau mengembangkan bakat, minat serta potensi yang di miliki oleh dirinya sendiri.

Dinamika persoalan di atas meski di pecahkan bersama-sama, oleh semua lapisan masyarakat, harus di bangun suatu kesadaran diri di dalam masyarakat desa, bahwa sesungguhnya manusia memiliki sejumlah bakat, minat dan potensi yang dimiliki oleh dirinya sendiri. Begitu juga dengan masyarakat desa, serta potensi sumber daya alam (SDA) desa yang sangat banyak dan luas.

Oleh Karena itu, tugas membangun kesadaran terhadap masyarakat desa perlu dilakukan oleh orang-orang yang sudah memahami keadaan jiwa psikologis, sosiologis dan antropologis budaya masyarakat desa. Dan tak lupa pula, membangun cara berpikir mentalitas paradigma dan stigma yang konstruktif, holistik, integratif jangka panjang dan berkelanjutan (Suistainable).

Kesadaran diri adalah memiliki persepsi yang jelas tentang kepribadian, termasuk kepercayaan diri, emosi, motivasi, kekuatan, kelemahan, peluang dan tantangan yan ada. Kesadaran diru untuk memahami diri sendiri, dan memahami orang lain. Bagaimana orang lain memandang anda, serta sikap dan tanggapan anda terhadap mereka.

Menurut markmanson.net, sebelum kita bermimpi memiliki kesadaran diri yang kuat, kita perlu melewati tiga tahapan di bawah ini:

  • Tanyakan pada diri sendiri apa yang saya lakukan
  • Tanyakan pada diri sendiri apa yang saya rasakan
  • Tanyakan pada diri sendiri apa yang membuat kita kehilangan arah

Dari ketiga pertanyaan diatas, hanya diri sendiri dan masyarakat lah yang bisa menjawabnya masing-masing tentang persoalan dirinya sendiri, sehingga setelah mengetahui jawabannya maka akan tercipta suatu kesadaran diri yang kuat dan bersama masyarakat itu sendiri untuk membangun literasi desa.

3). Membangun Kerjasama Literasi Masyarakat Desa

Dalam pembangunan masyarakat desa, atau sumber daya manusia (SDM) dibutuhkan suatu kerjasama tim atau istilah sekarang adalah berkolaborasi satu sama lainnya. Serta juga keaktifan dan pasrtisipasi dari seluruh elemen masyarakat, baik itu pemerintah tingkat pusat, daerah, kecamatan, dan kelurahan/desa.

Maka tim literasi atau kepala desa harus terus aktif melakukan komunikasi, koordinasi dan kosolidasi secara efektif, efiesien dengan berbagai pihak untuk membangun literasi desa tersebut. Kemudian melibatkan lembaga pendidikan, baik itu universitas/perguruan tinggi, sekolah, yayasan, pesantren organisasi, dosen, guru, ulama/kiyai, santri, mahasiswa-mahasiswi, pelajar, aktivis pegiat literasi, pers serta masyarakat desa setempat untuk menggerakan gerakan literasi desa di era digital disrupsi ini.

Untuk membangun kerja sama tim yang baik, butuh kepemimpinan seorang pemimpin yang aktif, berani, cerdas dan mampu membaca, membangun kepercayan diri masyarakat setempat. serta menjembatani seluruh elemen lapisan masyarakat desa. Sehingga program gerakan literasi desa bisa disosialisasikan dan dilaksanakan dengan baik.

Oleh karena itu, butuh kerja keras, kerja cerdas dan kerja ikhlas bersama-sama untuk berjuang mengaktifkan, menggerakan, mengembangkan dan memajukan gerakan literasi masyarkat desa. Karena kekuatan kolaborasi kebersamaan itu arus besar untuk perubahan gerakan literasi desa seperti halnya ibadah solat berjamaah di masjid-masjid atau musola.

Dan dari usaha kerjasama itu, maka langkah yang terakhir adalah berdoa meminta pertolongan kepada Allah untuk kemajuan gerakan literasi di desa, karena doa adalah senjata yang ampuh untuk perubahan masyarakat desa menjadi lebih baik lagi. Sebagaimana firman-Nya.

Artinya: “Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.” (QS Al-Baqarah Ayat 186).

4). Memadukan Ilmu Agama dan Ilmu Pengetahuan, Sains Masyarakat Desa

Sadar ataupun tidak kita sadari, bahwa pemahaman masyarakat Indonesia masih terjebak di dalam arus sekuleristik akibat penjajahan Belanda dan negara asingn lainnya yang cukup lama di Indonesia. Masyarakat Indonesia khususnya yang di perdesaan/kampung masih berpikiran bahwa ilmu agama dan ilmu pengetahuan itu berbeda atau dipisahkan satu sama lainnya.

Dan pemahaman sekuleritsik dan parsialistik ini semua akibat aturan kebijakan pemerintah Indonesia yang masih kebelanda-belandaan. Padahal kita sebagai bangsa Indonesia sudah merdeka, inilah tugas kita bersama untuk mencerahkan masyarakat Indonesia, khususunya di desa, bahwa ilmu agama dan pengetahuan itu terintegrasi (Kaffah), relevan setiap ruang dan waktu, serta tidak ada yang salah atau kontradiktif.

Menurut Sayyid Ahmad Khan dan Jamaludin Al-Afgani Agama Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW adalah agama revolutif, progresif dan rasional (Azra). Al-Qur’an adalah firman Tuhan dan kebenaran lmiah dianggap benar, maka kontradiksi antara agama dan ilmu dapatlah muncul tapi tidak nyata.

Karena Al-qur’an dan alam semesta sebagai objek kajian sains keduanya bersumber dari sumber yang sama yaitu Tuhan, maka tidak mungkin keduanya bertentangan. Yang mungkin bertentangan adalah pendapat dan interpretasi manusia terhadap Al-Qur’an dan alam semesta.

Jamaludin Al-Afghani percya bahwa Agama islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW memiliki semangat pencarian ilmiah. Jika dilihat dari persfektif sejarah dapat diketahui bahwa kejayaan perdaban umat islam berakar dari ajaran islam yag menempatkan ilmu sains pada posisi yang tinggi.

Misalnya, Rasulullah SAW bersabda: “Thalabul ilmi, faridatun ala kulli Muslimin, artinya, “Mencari ilmu adalah suatu kewajiban bagi setiap muslim”.

Kemudian, Allah akan mengangkat derajat orang yang berilmu, sebagaimana firman-Nya yang berbunyi.

Artinya: “Hai orang-orang beriman apabila dikatakan kepadamu: “Berlapang-lapanglah dalam majlis”, maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan: “Berdirilah kamu”, maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS Al-Mujadalah Ayat: 11)

Artinya: “Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.” (QS At-taubah Ayat: 122)

Artinya: “Apakah kamu hai orang musyrik yang lebih beruntung) ataukah orang yang beribadat di waktu-waktu malam dengan sujud dan berdiri, sedang ia takut kepada (azab) akhirat dan mengharapkan rahmat Tuhannya? Katakanlah: “Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?” Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran.” (QS Az-Zumar Ayat 9)

Artinya: “Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya. (QS Al-Isra Ayat: 36)

Dari ayata-ayat di atas jelas bahwa ilmu agama dan pengetahuan, sains itu satu paket terintegrasi, terikat dan utuh menyeluruh. Bahkan ilmu pengetuan berasal dari bahasa Al-qur’an atau bahasa arab, Ilmu terdiri dari alif, lam dan mim, kemudian pengetahuan berasala dari al-alim, yang dimana alim adalah salah satu sifat Allah yang Maha Mengetahui alam semesta dan manusia itu sendiri.

Oleh karena itu, di era kecepatan teknologi informasi saat ini, gerakan literasi desa harus memadukan ilmu agama, pengetahuan dan sains. Karena pada masyarakat desa banyak juga para ulama, kiyai dan tokoh, sehingga itu semua bisa dikolaborasikan bersama untuk menggerakan gerakan literasi desa yang agamis, kreatif, inovatif dan konstruktif.

Apalagi di era digital modern ini, perlu kolaborasi dengan berbagai pihak, salah satunya adalah ulama/kiyai dan santri yang berada di perdesaan. Gerakan literasi bisa masuk lewat pengajian masyarakat desa secara terintegrasi dan holistik.

5). Membangun Sarana Suprastruktur dan Infrastruktur Literasi Masyarakat Desa

Pendidikan gerakan literasi meski di lakukan untuk mencerdaskan dan mencerahkan kehidupan masyarakat desa yang masih tertinggal, dan hidup dalam kemiskinan dan keterbelakangan. Dengan adanya gerakan pendidikan literasi desa, maka desa bisa digali potensinya, dikembangkan dan dimajukan.

Sejak lahirnya aturan kebijakan UU No. 6 tahun 2014 tentang Desa, maka dalam keadaan yang sama seluruh Desa telah diberikan tugas dan wewenang yang lebih untuk mengurus dan mengatur pola pelayanan dan manajemen pengelolaan Sumber daya yang dimiliki, dengan kata lain, saat ini desa telah mandiri otonom.

Ditambah lagi dengan UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional, UU, Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Sistem Informasi Publik. Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2004 tentang Pendanaan Pendidikan. Permendikbud Nomor 64 tahun 2012 tentang bantuan kepada Satuan Pendidikan Non Formal dan lembaga di Bidang Anak Usia Dini.

Dengan adanya aturan UU desa, Pendidikan, Keterbukaan Informasi Publik dan pendaaan dana yang diprogramkan oleh pemerintah pusat, untuk mengembangkan potensi sumber daya manusia (SDM) dan sumber daya alam (SDA) desa. Dana bisa di gunakan untuk kegiatan literasi perpustakaan des secara terintegrasi, untuk meningkatkan indek pembangunan manusia (IPM) atau sumber daya manusia (SDM).

Pemerintah dan masyarakat desa harus menyiapkan diri, mengetahui setiap regulasi yang berkaitan dengan UU dan dana desa agar desa tersebut dapat mandiri tidak ketergantungan ke pihak lain dalam pengelolaan dana. Setiap anggaran negara yang digelontorkan pemerintah selalu dibarengi aturan sebagai pedoman dalam pengelolan dana desa. Sehingga dana tersebut bisa di gunakan untuk pembangunan infrastrukur (sarana) perpustakaan dan suprastruktur (IPM) dan (SDM) masyarakat desa secara terintegrasi.

Untuk mencapai hal tersebut perlu adanya gerakan bersama yang mencerdaskan masyarakat desa. Salah satu cara untuk meningkatkan kapabilitas, kapasitas dan kualitas sumber daya manusia masyarakat pedesaan yaitu dengan gerakan literasi perpustakaan desa. Gerakan literasi desa merupakan salah satu aktivitas penting dalam kehidupan masyarakat. Sebagian besar proses pendidikan bergantung pada kemauan, kemampuan dan kesadaran literasi secara terintegrasi.

Kebiasaan literasi yang tertanam di dalam setiap orang (masyarakat) akan mempengaruhi tingkat keberhasilan dan kesuksesan hidupnya baik di dunia pendidikan maupun dalam kehidupan bermasyarakat. Selama ini gerakan literasi dan perpustakan hanya dilakukan di sekolah-sekolah padahal perpustakaa literasi desa juga sangat penting diterapkan di daerah pedesaan/kampung.

Satu kata kunci di sini yakni kebijakan gerakan perpustakaan literasi desa oleh pemerintah dan masyarakat desa untuk melaksanakan UU Desa No. 6 Tahun 2014. Oleh karena itu, kepala desa harus melakukan musyawarah rencana strategis secara sistematis, terukur dan terorganisir untuk meningkatkan kualitas SDM dan saranan perpusataakn desa melalui gerakan literasi desa. Tentunya dengan prinsip pemberdayaan, pengembangan dan kemandirian sesuai dengan UU Desa No. 6 Tahun 2014.

Gerakan perpustakaan literasi desa adalah salah satu pendidikan yang sederhana, mudah dan usaha kerja keras pemerintah Desa dalam meningkatkan dan mengembangkan potensi yang mereka miliki. Gerakan perpustakaan literasi desa diharapkan mampu membangunkan dan mendidik desa selama ini. “Paling tidak masyarakat mau datang ke perpustakaan desa, Taman bacaan Masyarakat (TBM), pesantren, yayasan untuk diskusi, kajian, membaca, menulis fiksi dan non fiksi.

Serta juga dengan aturan kebijakan aktivitas kegiatan lima belas menit Sebelum memulai kerja di kantor semua perangkat desa diwajibkan membaca apa saja terutama aturan yang berkaitan dengan desa, dan buku lainnya, baik itu agama, ekonomi, politik, sosial, budaya, sejarah, kehutanan, kelautan, pertanian, perikanan, peternakan, pariwisata dan yang lainnya.

Begitu juga dengan masyarakat desa yang akan beraktivitas ke sawah,bertani, mencangkul, bekerja ke kantor, usaha ke pasar, menjadi tukang ojek, anak yang pergi ke sekolah atau yang sedang di rumah Work From Home (WFH) wajib untuk membiasakan kebiasaan membaca di rumahnya.

Sehingga kebiasaan ini menjadi aktivitas biasa serta dapat menular, yang di mulai dari pejabat kepala desa, pemerintahan desa, dari rumah warga, orang tua, bapak, ibu pemuda, remaja dan anak-anak.

6). Strategi Gerakan Literasi Desa di Era Disrupsi

Untuk melakukan pendidikan gerakan literasi desa di era kekacauan (disrupsi) teknologi ini, maka perlu suatu strategi yang efektif, efisien dan tepat sasaran. Ada beberapa langkah strategi menurut penulis yaitu sebagai berikut ini.

  • Sistem dan Rencana yang matang, sistematis terukur, terarah serta terintegrasi
  • Memberikan arahan motivasi, menjalin komunikasi, kedekatan emosional dan menaklukan hati, sehingga masyarakat sadar untuk bangkit, bergerak dan beraktivitas belajar literasi.
  • Penamaman nilai-nilai dasar agama ( Akidah akhlaq, Tauhid dan karakter moralitas) untuk menyaring berbagai berita dan informasi yang fakta, hoax negatif, dan merusak generasi muda .
  • Memberikan pendidikan literasi yang aktif, efektif, efisien, komunikatif, holistik, menyenangkan dengan mengamati, penelitian, dan ijtihad.
  • Membangun sarana infrastrukur buku-buku dan perpustaakan di setiap desa/ kmapung, sekolah, yayasan, pesantren serta rumah warga.secara terintegrasi.
  • Monitoring dan evaluasi (Monev) bersama.

Referensi:

  • Al-Qur’an Digital
  • https://Journal.uny.ac.id/index.php/cp/article
  • http://www.studiilmu.com/blogs/details/3-tingkat-kesadaran-diri
  • Kutbuddin Aibak, 2009, Teologi Pembacaan. Jogjakarta, Teras
  • Sutrisno, Suyatno. 2014. Pendidikan Islam di era peradaban modern. Jakarta. Kencana,
  • Semua/ segaian isi dari tulisan esai ini adalah ide atau pendapat pribadi penulis.
  • UU Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa.
  • UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional.
  • UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Sistem Informasi Publik. Peraturan Pemerintah No 48 Tahun 2004 tentang Pendanaan Pendidikan.
  • Permendikbud Nomor 64 tahun 2012 tentang bantuan kepada Satuan Pendidikan Non Formal dan lembaga di Bidang Anak Usia Dini.

BIODATA PENULIS

Nama : M. Asep Rahmatullah
Ttl : Pandeglang, 21 Februari1989
Domisili : Griya ciracas indah blok d18, kel. Serang, kec. Serang. Kota Serang, BANTEN
Pendidikan : s2
Pengalaman : Mengikuti Lomba Tingkat Provinsi dan Nasional
Karya Prestasi : Juara 1 Lomba KTI Karang Taruna Banten. Menulis Essai
Organisasi : Pengurus ICMI Banten, Bidang Pemuda Olahraga.
Kontak Person : 085216546800
Email : aseprahmatulah49@gmail.com aseparselan@gmail.com
Fb : M. Asep rahmatullah
IG : asep arselan

 

 

 

Related Posts

2 thoughts on “Strategi Gerakan Literasi Desa di Era Disrupsi

  1. UDIN ZAENUDIN berkata:

    Sungguh narasi yang sangat bagus sekali dalam mengubah pola pikir masyarakat yg senang akan membaca, menulis. Memahami, dan mengkaji. Pada gilirannya akan membentuk insan yang kamil.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *