Bilik Pustaka

Tapak Dihyah PROject

Hiduplah, hiduplah kehidupan yang luar biasa dalam dirimu! Jangan melewatkan kesempatan apa pun. Cobalah untuk mencari hal–hal yang baru jangan takut pada apapun. “sebuah hedonisme model baru itulah yang diinginkan oleh abad ini. Kalimat kalimat ini selalu terngiang di relung hati seorang pemuda yang namanya memang belum semasyhur para tokoh pejuang literasi semacam: Mastini Hardjoprakoso, JNB Tairas, Sudjono, Titiek Kismayati, dan Fathmi. Namun layak juga untuk difublikasikan, serta tidak seterkenal penulis yang bukunya Sering Best Seller semacam; Andrea Hirata, Pidi Baiq, dan Darwis Tere Liya, serta Dewi Lestri yang kiprahnya tak perlu dipertanyakan lagi. Tapi, kiprah Alfian layak ditulis sebagai prestasi untuk mengapresiasi pengabdiannya dalam dunia literasi.

Panrita Lopi julukan kota kelahirannya yang merupakan daerah asal pembuat kapal laut ulung yang sudah mendunia. Bulukumba yang terkenal dangan pantai bahari Tanjung Bira, merupakan tempat wisata yang sering di kunjungi oleh wisatawan manca negara. Bukan hanya itu di daerah ini terdapat Kawasan adat ammatoa.

Indonesia tercatat sebagai salah satu negara yang berhasil mengurangi angka buta huruf. Data United Nations Development Programme (UNDP) tahun 2014 mencatat bahwa tingkat kemelekhurufan masyarakat Indonesia mencapai 92,8% untuk kelompok dewasa, dan 98,8% untuk kategori remaja. Capaian ini sebenarnya menunjukkan bahwa Indonesia telah melewati tahapan krisis literasi dalam pengertian kemelekhurufan. Tantangan yang masih dihadapi saat ini adalah ketersediaan buku yang belum merata di hampir seluruh wilayah Indonesia serta rendahnya motivasi dan minat baca peserta didik. Hal ini memprihatinkan karena di era teknologi informasi, masyarakat dituntut untuk memiliki kemampuan membaca dalam pengertian memahami teks secara analitis, kritis, dan reflektif. Masyarakat global dituntut untuk dapat mengadaptasi kemajuan teknologi dan keterbaruan/kekinian. Hal ini tercantum dalam Deklarasi Praha (Unesco, 2003) yang mencanangkan pentingnya literasi informasi (information literacy), yaitu kemampuan untuk mencari, memahami, mengevaluasi secara kritis, dan mengelola informasi menjadi pengetahuan yang bermanfaat untuk pengembangan kehidupan pribadi dan social.

Kebutuhan literasi di era global ini menuntut pemerintah untuk menyediakan dan memfasilitasi sistem dan pelayanan pendidikan sesuai dengan UUD 1945, Pasal 31, Ayat 3, “Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang.” Ayat ini menegaskan bahwa program literasi juga mencakup upaya mengembangkan potensi kemanusiaan yang mencakup kecerdasan intelektual, emosi, bahasa, estetika, sosial, spiritual, dengan daya adaptasi terhadap perkembangan arus teknologi dan informasi. Upaya ini sejalan dengan falsafah yang dinyatakan oleh Ki Hadjar Dewantara bahwa pendidikan harus melibatkan semua komponen masyarakat (keluarga, pendidik profesional, pemerintah, dll.) dalam membina, menginspirasi/memberi contoh, memberi semangat, dan mendorong perkembangan anak. Literasi tidak terpisahkan dari dunia pendidikan. Literasi menjadi sarana peserta didik dalam mengenal, memahami, dan menerapkan ilmu yang didapatkannya di bangku sekolah. Literasi juga terkait dengan kehidupan peserta didik, baik di rumah maupun di lingkungan sekitarnya.

Apa yang dilakukan oleh Alfian Nawawi di Kabupaten Bulukumba, Sulawesi Selatan bisa merupakan salah satu pemantik inspirasi dalam menggerakkan literasi di sudut-sudut kampung. Alfian adalah putra asli Kelurahan Palampang, Kecamatan Rilau Ale di Kabupaten Bulukumba.

Tapi sebelumnya, Alfian adalah anak muda yang memiliki tekad kuat dan sosok yang cinta literasi. Mulanya ia suka membaca buku, itupun dilatarbelakangi oleh orang tuanya yang berprofesi sebagai guru dan memiliki kebiasaan baca buku setiap sehabis kerja, sejak itulah Alfian ikut serta mengoleksi dan suka membaca buku. Bisa dibilang ini saat awal dari kecintaannya terhadap buku dan literasi. Mungkin, kecerdasannya dalam bersikap dan kepiawaiannya serta integritas yang melekat pada dirinya telah meluluhkan orang-orang di sekitarnya, untuk mendukung serta merespon usahanya dalam garakan litarasi.

Alumnus S1 Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Pejuang Republik Indonesia (UPRI) Makassar yang juga sebelumnya pernah menimba ilmu di Jurusan Sastra Indonesia Fakultas Sastra Unhas Makassar ini memulai melayari semesta hidup di atas perahu rumah tangga kecil pada akhir 2011. Ada tiga hal yang menautkan link-link kenangan. Baik ke masa lalu, kini dan ke masa depan. Ketiganya adalah buku, kopi, dan cinta. Alfian tidak patah arang untuk tetap belajar, dan pada awal meniti rumah tangga itu benar-benar ia maksimalkan untuk belajar dan menyalurkan kegemarannya dalam dunia literasi bersama sang istri yang juga penggiat literasi.

Aktivitas ekonomi yang dilakukan dengan berwirausaha tak membuatnya absen untuk membaca buku dan belajar serta mengerjakan tugas sambilan untuk kelangsungan hidup rumah tangga. Alfian telah terbiasa menghadapi kerasnya hidup sehingga biasa melakukan aktivitas sepadat itu. Dari hasil usahanya Alfian tergerak mengumpulkan sedikit uangnya untuk membeli buku. Bukan tanpa sebab, semua itu dilatarbelakangi keresahannya terhadap kondisi literasi yang sangat minim di daerahnya. Kecintaannya kepada literasi semakin menguat tatkaala bersama dengan sang istri membangun bahtera kecil, mereka mencoba mendokumentasikan pikiran dan imajinasi ke dalam buku. Budayawan, sastrawan, cendekiawan, akademisi, dan kritikus sastra nasional yang fenomenal kebanggaan Indonesia Timur, Dr. Ahyar Anwar, SS., M.Si (almarhum) telah memberikan “Catatan Pengantar” dalam bukunya yang pertama, “Rumah Putih Antologi Puisi Serumah” merupakan kumpulan puisi yang ditulis bersama istri Israwaty Samad dan ayah mertuanya, serta adik-adik iparnya.
Buku antologi tersebut adalah salah satu tonggak penting dimulainya sebuah perpustakaan kecil di “Rumah Putih.” Maka lahirlah Pustaka Rumah Putih atau disingkat Pustaka RumPut, 2012. Resmi bergabung dengan jaringan Gerakan Pustaka Bergerak Indonesia (PBI) pada medio 2017. Yang unik, Pustaka RumPut yang awalnya didesain hanya sebagai sekadar rumah baca namun keberlangsungannya kemudian dipenuhi perihal tak terduga. Dari Pustaka RumPut lahir beberapa Gerakan seperti Museum Literasi Bulukumba. Bekerjasama dengan Kucang Pustaka di Desa Bontosunggu Kecamatan Gantarang, gerakan tersebut berupaya mengumpulkan buku-buku karya penulis Bulukumba dan karya-karya literasi seputar “kebulukumbaan.” Untuk sementara, koleksi buku-buku Museum Literasi Bulukumba disimpan di Kucang Pustaka. Relawan Kucang Pustaka, Muhammad Akbar bersama Alfian Nawawi sejak dulu memiliki kesamaan visi tentang pentingnya pengumpulan karya literasi terkait Bulukumba.

Baik dari zaman kekinian maupun karya-karya literasi seputar Bulukumba sejak zaman dulu. Maka tidak heran, Museum Literasi Bulukumba pun mengumpulkan berbagai manuskrip, buku-buku lontarak, dan semacamnya yang terkait dengan “kebulukumbaan.”

Alfian berpandangan bahwa harus ada yang memulai. Ke depannya, aset penting berupa koleksi buku Museum Literasi Bulukumba akan sangat berguna di masa-masa mendatang. Terlebih lagi jika mimpi tentang adanya sebuah museum di Bulukumba benar-benar sudah terwujud.

Pustaka RumPut juga melahirkan Gerakan Sedekah Buku. Meskipun masih belum terlalu gencar dan masif namun gerakan tersebut setidaknya juga telah memicu beberapa pihak lain untuk melakukan gerakan serupa. Gerakan Sedekah Buku di kemudian hari juga berperan penting dalam menumbuhkan Gerakan Pojok Baca 137.
Berselang setahun setelah hadirnya Pustaka RumPut, Alfian Nawawi Bersama istri mendirikan komunitas literasi Dihyah PROject di Kelurahan Palampang. Jaraknya hanya tujuh kilometer dari Pustaka RumPut.

Dihyah PROject lebih dari sekadar sebuah komunitas literasi. Wadah ini juga mengundang simpatik para penggiat literasi yang sebagian besar generasi X dan Z punya ketertarikan terhadap buku dan IT. Komunitas Dihyah PROject terdiri atas beberapa divisi yang bergerak membuka layanan pembuatan website, blog, logo, dan lainnya.

Gerakan Pojok Baca 137 adalah salah satu gerakan yang lahir dari Rahim Dihyah PROject. Lebih dikenal dengan GPB 137. Gerakan tersebut sejak akhir Desember 2017 hingga saat ini telah berhasil melahirkan 38 simpul pojok baca di Bumi Panrita Lopi. Ciri khusus dari GPB 137 adalah pojok-pojok baca yang merupakan simpul yang bisa diakses dengan yang sangat mudah di ruang public seperti posyandu, poskamling, teras rumah, dan sebagainya. Sebagai contoh, beberapa pojok baca menggunakan teras rumah sebagaimana yang dilakukan Teras Baca Fathana 137 di Dusun Bentengnge Desa Bontoharu Kecamatan Rilau Ale dan Pojok Baca Konjoa di Desa Manyampa Kecamatan Ujungloe. Ada pula yang memanfaatkan posyandu seperti yang dilakukan Pojok Baca Lereng Kajang-Kajang 137 di Kecamatan Herlang. Tidak sedikit yang memanfaatkan poskamling seperti yang dilakukan Pojok Baca Sokko Bampa 137 di Desa Taccorong Kecamatan Gantarang. Basecamp anak muda pun menjadi incaran gerakan ini, semisal Pelita Pustaka 137 di Desa Baruga Riattang Kecamatan Bulukumpa.

Para relawan GPB 137 kebanyakan datang dari kalangan anak muda yang punya mobilitas tinggi. Sebagian dari mereka sebenarnya awalnya tidak tertarik dengan gerakan literasi. Mereka ada yang lebih fokus pada aksi-aksi social dan lingkungan. Namun ketika “virus GPB 137” menyapa kampung mereka, akhirnya banyak yang “terjangkiti.” Gerakan literasi dari GPB 137 selalu berupaya membuka ruang-ruang literasi yang inklusif. Hal itu pula yang menjadikan GPB 137 mudah diterima dan bekerjasama dengan berbagai kalangan. Simpul-simpul GPB 137 di masa pandemi Covid 19 juga kebanyakan menjadi tempat belajar gratis anak-anak sekolah. Sekali waktu simpul-simpul GPB 137 bekerjasama dengan Gema Pandemi, yakni sebuah gerakan mengajar “nol rupiah” yang diinisiasi oleh sekelompok anak muda di Bumi Panrita Lopi. Anak-anak yang jenuh tak pernah bertemu dengan kelasnya di sekolah tetiba memperoleh atmosfir sekolah yang berbeda nuansa.
Tidak berhenti sampai di sana, sambil tetap menggerakkan GPB 137 dengan pusat komando berada di Dihyah PROject, Alfian Nawawi dan istrinya merasa perlu membuka sebuah tempat berkumpul secara fisik yang jauh lebih inklusif. Bukan hanya bisa menjadi tempat berkumpul para penggiat literasi namun juga bisa menjadi ruang temu berbagai kalangan.
Ide itu pun lalu melahirkan sebuah kedai kopi yang diberi nama Kedai Kopi Litera. Bagi Alfian dan istrinya, Litera hanyalah sebuah kedai kopi biasa. Namun bagi banyak orang, Litera adalah sebuah kedai kopi yang luar biasa. Litera sejauh ini adalah satu-satunya kedai kopi di Kabupaten Bulukumba yang selain menyediakan kopi dan menu lainnya, juga menyediakan buku-buku bacaan yang bisa dibaca dan dipinjam secara gratis oleh para pengunjung. Litera juga senantiasa membuka ruang dialektika berupa acara-acara diskusi formil. Baik diskusi literasi maupun topik lainnya.

Kedai Kopi Litera memiliki motto “Nongkrong dengan Cara Berbeda, Ngopi dengan Cara Merdeka.” Setidaknya para pengunjung mampu merasakan nuansa berbeda dengan kedai kopi lainnya. Mulai dari aksesibilitas yang memungkinkan disabilitas bisa merasa nyaman, fasilitas Wi-Fi, ramah anak, dan koleksi buku bacaan gratis. Gerakan membaca sebagai sebuah budaya perlu untuk perlu untuk dikembangkan oleh setiap individu dalam sebuah komunitas, sama halnya yang tengah digeluti oleh Alfian.

Sebagai sebuah tempat nongkrong berbagai kalangan, bukan hanya anak muda, Kedai Kopi Litera pun membuka ruang bagi UMKM lainnya terutama kelompok-kelompok ekonomi kreatif. Maka Litera pun menjadi tempat promosi andalan berbagai produk UMKM setempat. Mulai dari karya siluet, mural tiga dimensi, kue tradisional khas Bulukumba seperti bagea dan baruasa, dan sebagainya. Litera pun menjadi tempat penitipan produk kopi lokal seperti Kopi Anrang dan Kopi Kahayya.
Sebagai kedai kopi, tentu saja Litera memiliki menu kopi andalan. Bahan kopinya selain kopi lokal Bulukumba juga berasal dari Toraja dan Enrekang. Selain racikan kopi tradisional khas warkop Sulawesi Selatan dengan menggunakan alat teko kuningan, Litera pun menyediakan racikan manual brew dengan menggunakan alat-alat kekiian seperti Vietnam Drip, Moka Pot, dan V-60.

Semakin hari kedai litera semakin mengukuhkan eksistensinya sebagai kedai literasi. Ada kegiatan rutin yang menjadi khas kedai ini, yakni kegiatan kedai ceria yang dilakukan ahad sore, yaitu Kelas Bahasa Inggris Gratis. Pada sore hari matahari menawarkan butiran keemesan yang menerobos jeruji kecil pada Kedai Kopi Litera, yang dipenuhi sekitar 20-an lebih anak-anak. Di wajah mereka menampakkan keceriaan disertai semangat yang kuat untuk ikut Kelas Belajar Bahasa Inggris secara Gratis. Kelas ceria ini salah satu kegiatan rutinitas dari Kopi Litera bekerjasama dengan relawan Dihyah PROject dan Gerakan Pojok Baca 137 yang bertindak sebagai pengajar. Harapan dari kegiatan ini adalah untuk menumbuhkan budaya baca pada anak usia dini. Litera menyediakan fasilitas berupa ruangan, papan tulis, dan camilan gratis untuk anak-anak.

Kedai Kopi Litera memanjakan para pengunjung dengan varian rasa; Vietnam Drip, Moka Pot, dan V-60. Bukan hanya soal varian namun gaya merdeka yang merambah ke pojok pojok baca mengundang selera para generasi milenial untuk senangtiasa terpanggil dan melewatkan hari-harinya bersma kedai litera.

Alfian menekuni usaha kedai kopi di Kelurahan Palampang, dengan cara unik dan ras khusus karena, selain meracik kopi khas ala merdeka juga pengunjung dimanjakan tatanan buku di pojok ruangan. Rak buku tarpajang di area kedainya. Walaupun kala itu buku yang tersedia hanya kurang lebih sekitar 200 eksemplar, tapi bagi Alfian ini adalah jihad. Dan setiap langkah perjuangan untuk kebaikan tidak akan pernah sia-sia. Barangkali prinsip inilah yang selalu meneguhkan hatinya hingga bertekad membuka media juang yang ia sebut sebagai “Gerakan Pojok Baca 137”. Apapun itu, yang namanya perjuangan memang ada suka ataupun dukanya. Dalam perjalanan GPB 137 binaan Alfian pun mengalami pasang surut.

Ketika penulis menyambangi kekediamannya, menghempaskan diri ke sebuah kursi di pojok Kedai Kopi Litera, kemudian mengamati pemuda itu tak ada yang menggangu, dia sedang asyik meracik kopi kebanggannya sambil sesekali melirik deretan buku yang terpanjang pada rak buku. Sesekali mengamati para pengunjung dari kejauhan, larik-larik cahaya matahari menerobos masuk melalui pintu yang terbuka, memperlihatkan debu-debu warna keemasan yang tengah menari-nari. Harumnya aroma kopi seperti tengah menyelimuti segala sesuatu, kadang terdengar alunan music dari bilik studio yang telah dibunyikan sejak pagi hari. Setelah sekitar seperempat jam berlalu, Alfian tengah menata buku-buku yang berserakan pada meja baca, penulis menghampiri sambil mengamati aktifitas Alfian cukup lama,

Dari hasil perbincangan kala itu, penulis menyimpulkan bahwa pandangan Alfian tentang gerakan literasi wajar uttuk deketahui oleh masayarakat pada umumnya, menurutnya bahwa membangun kominitas literasi, hakikatnya, adalah membangun keunggulan sumber daya manusia. Sayangnya, masih banyak warga negara yang belum menyadari tentang hal ini. Literasi mesti dibangun dengan dukungan kolaboratif berbagai elemen. Salah satunya yang ditempuh untuk mewujudkan akar rumput sebagai organisasi pembelajaran yang warganya literat sepanjang hayat adalah pembiasaan membaca.

Terdengar bunyi dentingan cangkir dari tatakan cangkir, disusul dengan bunyi desisan uap panas dari sebuah poci tempat memanaskan air untuk para pengunjung kopi literat. Suatu sore, Alfian tengah bersantai pada pojok baca di Kedai Kopi Litera, cahaya kemilau langit sore mengintip lewat jendela kecil menambah suasana hangat di tempat itu. Lembar demi lembar buku diselami dan sesekali mengalihkan pandangannya ke ruang baca, untuk merespon para pengunjung kedai.

BIOGRAFI TOKOH

Nama : Alfian Nawawi, Tempat dan Tanggal Lahir : Palampang, 7 Oktober 1977, Alamat : Jalan Kopi No. L 16 Kelurahan Tanete Kecamatan Bulukumpa Kabupaten Bulukumba Sulawesi Selatan, Pendidikan Terakhir : S1 Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Pejuang Republik Indonesia (UPRI) Makassar, Organisasi/Jabatan: Founder Forum Pustaka Bulukumba (FPB) Founder Gerakan Pojok Baca 137, Editor di BulukumbaToday.Com (2020-sekarang), Pemimpin Redaksi di www.literasinews.xyz (2020-sekarang), Pemimpin Redaksi di www.sastrakecil.space (2009-sekarang), Pendiri dan Pemimpin Redaksi di rca-fm.com (2010-2013), News Director dan Music Director di Radio Cempaka Asri 102.5 FM Bulukumba (2005-2013), Editor di majalahmitos.com (2011-2012), Jurnalis di www.bugispos.com (2017-2019), Editor di Bulukumba.Pikiran-Rakyat.Com (2020), Kolumnis di www.JalurDua.Com (2020-sekarang).
Karya/Prestasi Menulis Buku:

  • “Inspiring Bulukumba” (Penerbit Mafazamedia, 2014)
  • “Republik Temu-Lawak” (Penerbit J-Maestro, 2020)
  • Menulis buku antologi bersama penulis lainnya dalam:
  • Rumah Putih Antologi Puisi Serumah (Penerbit Ombak, 2013)
  • Sebuah Obituary Ahyar Anwar (penerbit Ombak, 2013)
  • Love Never Fails (Penerbit NulisBuku.Com, 2014)
  • Goresan-Goresan Kasih Ayah Bunda (Penerbit Mafazamedia, 2014)
  • Pohon Yang Tumbuh Menjadi Tubuh (Penerbit Gora Pustaka Indonesia, 2020)
  • Terpilih sebagai salah satu dari 15 penulis naskah terbaik cerita rakyat Bulukumba dengan judul naskah “Sapobatu”, diselenggarakan oleh KNPI Kabupaten Bulukumba dan Pemkab Bulukumba, 2019.
  • Terpilih sebagai salah satu dari 15 penulis artikel terbaik blogger se-Indonesia “Melawan Korupsi”, diselenggarakan oleh cerita.net, 2013.

E-mail : akhirjaman300@gmail.com
Facebook : https://www.facebook.com/alfian.nawawi.980/
Instagram : https://www.instagram.com/alfian.nawawi/

BIOGRAFI PENULIS

MUHAMMAD DAHLAN,S.Pd.,M.Pd, Tempat dan Tanggal lahir: Biroro, 10 Nopember 1965, Alamat : Jl. Andi Mappatunru Biroro Tanete Kec. Bulukumpa, Kabupaten Bulukumba Sulawesi Selatan 922522, Pendidikan Terakhir: S2. Manajemen, Organisasi/Jabatan: Kwarran Bulukumpa/Sekertarsi, AK Literasi Sul-sel/Anggota,
E-mail : damaikanhidupku65@gmail.com

 

 

 

 

 

 

Related Posts

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *