Bilik Pustaka

Membuka Mata Tunanetra Desa: dengan Telinga Aku Mengerti Dunia, dengan Jari Aku Berkarya (Studi pada SLB Negeri Angkola Timur Kabupaten Tapanuli Selatan)

Pendahuluan

Membicarakan seluk beluk membangun literasi penyandang tunanetra, maka tidak terlepas dengan dua hal yaitu telinga dan jari. Kedua hal ini saling bertautan sehingga tidak dapat dipisahkan dalam menumbuhkan literasi untuk berkarya. Artinya jika seseorang mendengar, maka pasti ada tulisan. Sebaliknya tulisan tidak akan bermakna apa-apa bagi penyandang tunanetra jika tidak ada yang membacanya. Budaya literasi di kalangan masyarakat Indonesia masih lemah dan kurang berdaya. Masyarakat kita masih lebih dominan mengandalkan apa yang dilihat dan didengar dalam berpikir, bersikap, dan bertindak. Dengan demikian, siapakah sebenarnya yang bertanggungjawab membangun literasi penyandang tunanetra?

Berdasarkan data Susenas pada 2018, ada 14,2 persen penduduk Indonesia yang menyandang disabilitas atau 30,38 juta jiwa. Data menunjukkan bahwa jumlah masyarakat Indonesia yang melek hurup sudah mencapai angka 92,8% untuk kelompok dewasa dan 98,8% untuk kategori remaja (Utomo, 2016:1). Jadi sebenarnya, indonesia sudah melewati krisis melek huruf, permasalahannya bukan lagi membaca tapi kurangnya minat baca. Oleh karena itu, bagaimana solusi bagi penyandang tunanetra untuk bisa bangkit dibidang literasi meski melalui pendengaran dan jari? Bagaimanakah hubungan siswa tunanetra dalam berinteraksi sosial dengan staf perpustakaan dalam belajar di lingkungan SLB Negeri Angkola Timur?

Ada jiwa yang penuh semangat, di balik keterbatasan fisik. Keterbatasan penglihatan bukan brarti tidak bisa berkarya dan memahami bacaan dari lingkungan sekitarnya sebagaimana manusia normal ketika memahami bacaan orang lain. Desa yang maju adalah desa yang peduli terhadap lingkungan sekitarnya. Jika pembinaan melalui pendekatan literasi maka pendengaran dan aktivitas jari melahirkan potensi besar yang dapat menumbuhkan rasa percaya diri anak tunanetra agar tidak putus asa dan tidak putus sekolah.

Kaum tunanetra desa merupakan aset sumber daya manusia yang perlu dikembangkan melalui kegiatan literasi. Desa yang cerdas adalah desa membaca, belajar, bekerja, berkarya dan berpretasi. Membaca sangat penting dalam era globlasisasi ini, karena dengan membaca seseorang dapat memperoleh pengetahuan yang lebih mendalam tetang sesuatu, lalu dapat menganalisis aspek-aspek yang telah dibaca.

Membaca Bukan sekedar membaca teks tapi juga lingkungan dan alam sekitar yang menjadi sumber bacaan. Membaca melalui hati dan bisa juga melalui pendengaran. Sudah saatnya bagi kita sebagai bangsa yang besar untuk melestarikan budaya membaca. Banyak cara yang dapat dilakukan agar membaca menjadi sesuatu yang menyenangkan, misalnya lewat lagu, karya puisi, pidato, dan lain-lain.

Salah satu upaya dalam mensukseskan pembangunan nasional adalah melalui pengembangan minat dan baca dan didukung dengan sarana seperti perpustakaan sekolah dan perpustakaan desa. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang No.43 Tahun 2007 tentang perpustakaan yang berbunyi bahwa “masyarakat yang memiliki cacat, kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, dan sosial berhak memperoleh layanan perpustakaan yang disesuaikan dengan kemampuan dan keterbatasaan masing-masing.”

Berdasarkan penjelasan tersebut, keterbatasan peserta didik dapat diminimalisir dengan cara mengoptimalkan indera lain yang masih berfungsi seperti pendengaran, perabaan, penciuman, dan pengecapan dan juga dengan cara memberikan layanan pendidikan yang tepat bagi anak tunanetra, seperti memasukkan anak tunanetra kesekolah khusus atau disebut juga dengan sekolah luar biasa (SLB), di SLB siswa yang berkebutuhan khusus akan diberikan layanan sesuai dengan kebutuhannya, salah satu hambatan yang dialami anak tunanetra yaitu berpindah dari sebuah tempat ketempat lainnya, jika diberikan fasilitas kendaran tentu akan membahayan, sehingga untuk meminimalkan keterbatasan tersebut, anak tunanetra harus diberikan layanan khusus berupa mendongeng atau aktivitas yang memberikan kenyamanan bagi anak tunanetra.

Sekolah Luar Biasa (SLB) Negeri Angkola Timur didirikan pada tahun 2009 di Kecamatan Angkola Timur Kabupaten Tapanuli Selatan yang sumber dananya berasal dari APBN. Sekolah ini tercatat di Dinas Pendidikan Provinsi Sumatera Utara sejak pada tahun 2010. Sekolah Luar Biasa ini didirikan karena di Desa Marisi dan sekitarnya, banyak anak yang berkebutuhan khusus yang tidak memiliki pengetahuan namun mereka berhak untuk mendapatkan pendidikan. Oleh sebab itu anak yang berkebutuhan khusus tidak diterima di sekolah umum karena keterlambatan yang mereka miliki dan akan tertinggal dengan anak normal yang mampu menerima pelajaran dengan baik.

Jumlah siswa di SLB Negeri Angkola Timur adalah berjumlah 86 siswa, data seluruhnya dapat dilihat pada tabel berikut ini:

  1. Sekolah Dasar ( SD) 76 Siswa
  2. Sekolah Menengah Petama (SMP) 6 Siswa
  3. Sekolah Menengah Atas ( SMA) 4 Siswa

Dewasa ini, kebutuhan literasi sudah sangat mendesak sehingga, pemerintah dituntut untuk menyediakan dan memfasilitasi sistem dan pelayanan pendidikan sesuai dengan UUD 1945, Pasal 31, Ayat 3, yang berbunyi: “Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang.” Isi UUD 1945 ini menegaskan bahwa program literasi juga merupakan upaya untuk mengembangkan potensi manusia yang meliputi kecerdasan intelektual, emosi, bahasa, estetika, dan sosial.

Untuk dapat melakukan semua kegiatan yang biasa dilakukan setiap hari dengan mudah dan layak, penyandang cacat netra perlu dilatih secara bertahap, kontinu dan sungguh-sungguh, sehingga keterampilan tersebut menjadi milik dan modal dalam kehidupan yang dapat digunakan kapan saja dan di mana saja ia memerlukan.

Jadi menurut penulis memang media dan alat bantu sangat diperlukan sebagai strategi peningkatan minat baca kelompok tunanetra. Melalui media alat bantu yang bisa menggerakkan anggota tubuh yang masih berfungsi yakni telinga dan jari sebagai wadah untuk berkreasi. Pengobat luka putus asa bagi kaum tunanetra dalam mewujudkan impiannya.

Layanan Perpustakaan bagi Penyandang Tunanetra

Dalam memberikan layanan informasi kepada pemustaka tunanetra, pustakawan harus aktif membimbing pemustaka tunanetra dalam menemukan sumber informasi secara tepat. Harus mampu menahan emosi ketika kau tunanetra sulit memahami informasi yang disampaikan, terkadang sampai berulang kali dijelaskan. Pendidikan pemustaka selalu diberikan kepada pemustaka yang baru pertama kali berkunjung ke perpustakaan.

Pemustaka yang memanfaatkan buku bicara digital (digital talking book, DTB) dibimbing oleh pustakawan untuk mengoperasikan komputer dan peralatan audio agar dapat mengakses informasi dari DTB melalui pendengaran. Pemustaka juga dibantu dalam menggunakan informasi secara baik dan benar. Ruangan untuk melakukan kegiatan perpustakaan ditata dengan baik dan rapi. Sirkulasi diatur sedemikian rupa agar alur lalu lintas pemustaka berjalan lancar. Pustakawan yang kompeten dan ruangan perpustakaan yang kondusif mendukung perpustakaan Mitra Netra dalam menjalankan perannya meningkatkan kemampuan literasi informasi pemustaka tunanetra.

Pemustaka juga bisa memutar video di dalam perpustakaan, misalnya video pidato, berita, ceramah, puisi, dll untuk menambah peserta didik tunanetra sekaligus menambah daya ingatan dalam menyerap pelajaran.

Membuka Mata Tunanetra Desa

Keterbatasan atau bahkan ketidakmampuan seorang tunanetra untuk melihat, mengakibatkan keterbatasan atau bahkan ketidakmampuan pula dalam menerima stimulus/informasi melalui indera penglihatan (mata). Oleh karena itu, diperlukan peran alat indera yang lain untuk menggantikannya. Dalam hal ini indera pendengar (telinga) serta indera peraba (tangan) menjadi alternatif utama dalam penerimaan stimulus/informasi dari luar (Erin dan Koenig, 1997).

Dengan menerima informasi/stimulus dalam bentuk suara, baik yang bersumber dari objek itu sendiri maupun berasal dari orang lain di sekitar, dapat menambah pengetahuan bagi seorang tunanetra. Sebagai contoh, seorang tunanetra ingin mengetahui tentang binatang burung, karena tidak memungkinkan untuk merabanya secara langsung maka mereka dapat menanyakan kepada orang di sekitar untuk memberikan deskripsi binatang tersebut. Kemudian, dengan mendengarkan suara burung secara langsung dapat memberikan tambahan informasi bagi mereka. Selain pendengaran, indera peraba (tangan) sebagai alternatif lain untuk menerima informasi dapat membantu seorang tunanetra dalam mendeskripsikan bentuk, berat, ukuran, suhu, serta letak/posisi suatu benda/objek.

Tangan juga berperan sebagai “mata” bagi seorang tunanetra untuk membaca tulisan yang berbentuk Braille. Selanjutnya, indera-indera yang lain seperti indera perasa (lidah) dan indera penciuman (hidung) digunakan sebagai pelengkap informasi yang telah didapat melalui pendengaran (telinga) dan rabaan (tangan).Kedua indera pendengar dan peraba yaitu telinga dan tangan memberikan kontribusi yang sangat penting bagi seorang tunanetra dalam penerimaan informasi. Namun tetap saja keduanya masih memiliki kekurangan. Sebagai contoh, indera pendengaran tidak dapat menberikan informasi yang kongkrit mengenai kualitas serta warna suatu benda/objek.

Informasi berupa suara dapat terdistorsi oleh suara lain di sekitar serta bersifat sementara atau terbatas oleh waktu. Oleh karenanya diperlukan konsentrasi penuh saat mendengarkan informasi yang di dapat. Serupa dengan indera pendengar, indera peraba juga memiliki kekurangan. Kelemahan utama dari rabaan terletak pada aspek ukuran serta posisi/letak suatu objek. Seorang tunanetra akan merasa kesulitan untuk meraih/menyentuh suatu objek/benda apabila suatu objek/benda berukuran sangat besar (seperti gajah, pesawat, atau kereta api) atau jika objek/benda tersebut lerletak di tempat yang cukup jauh (tidak terjangkau).

Dalam matematika, saat mempelajari tentang geometri terutama meteri tentang bangun datar, siswa tunanetra akan lebih menggunakan indera peraba mereka. Contohnya, untuk memahami suatu bentuk bangun datar, mereka harus dapat menganalisis setiap bagian dari bangun tersebut secara seksama dengan menggunakan rabaan yang meliputi: bagaimana sisi-sisinya; adakah sisi yang memiliki panjang yang sama; bagaimana sudutnya; dll.

  1. Karakteristik Tunanetra dilihat dari kemampuan matanya, yang termasuk tunanetra adalah :
  2. Kelompok yang mempunyai acuity 20/70 feet (6/21 meter) artinya ia bisa melihat dari jarak 20 feet sedangkan anak normal dari jarak 70 feet ini tergolomg kurang lihat (low vision) .
  3. Kelompok yang hanya dapat membaca huruf E paling besar pada kartu snellen dari jarak 20 feet .
  4. Tuna netra sangat sedikit kemampuan melihatya sehingga ia hanya mengenal bentuk dan objek .
  5. Kelompok tuna netra yang hanya mempunyai Ligt projection (dapat melihat terang serta gelap dan dapat menunjuk sumber cahaya).
  6. Kelompok yang hanya mempunyai presepsi cahaya (light Perception) yaitu hanya bisa melihat cahaya terang dan gelap.
  7. Kelompok yang tidak mempunayi presepsi cahaya ( no light perception) yang disebut dengan buta total (totally blind). (Fayeza, 2016)

Ada beberapa tips dan strategi sederhana yang dapat diterapkan untuk menambah akumulasi waktu litearasi penyandang tunanetra yaitu:

  1. Bangun Tidur 15 Menit Lebih Awal dan Pergi Tidur 15 Menit Lebih Lambat Dengan cara ini Anda sudah mempunyai tambahan waktu setengah jam dalam sehari tanpa terlalu mengganggu siklus dan waktu tidur Anda. Anda dapat membuat hal ini menjadi rutinitas dan memanfaatkan 2 waktu tersebut untuk mendengar sebagai sebuah sarana relaxing guna menambah wawasan informasi dari apa yang sudah di dengar.
  2. Kenali dan Hindari Pembuang Waktu Utama Anda
    Kenali dan kurangi porsi waktu Anda untuk kegiatan yang kurang mempunyai nilai tambah namun menghabiskan banyak waktu berharga seperti: Berandai – andai dalam berdiam diri di rumah.
  3.  Kurangi Komitmen dengan Belajar Mengatakan “Tidak” pada Orang Lain
    Penuhi komitmen yang memang Anda mempunyai waktu dan benar-benar peduli pada hal tersebut. Belajarlah berkata “Tidak” dengan sopan dan berusaha tidak menyinggung perasaan orang lain tanpa perlu merasa bersalah pada diri kita sendiri. Dengan mengurangi komitmen pada orang lain kita akan mempunyai waktu tambahan secara umum yang dapat kita manfaatkan untuk membaca.

Dengan Telinga Aku Mengerti Dunia

Dengan menjadwalkan waktu 20-30 menit sehari untuk mendengar secara khusus, Anda akan menjadi lebih berdedikasi dan berkomitmen untuk melakukan aktivitas ini karena memang telah dimasukkan dalam agenda harian Anda. Kebanyakan orang tidak membaca secara rutin hanya karena memang tidak memasukkan aktivitas ini dalam daftar to do list hariannya. Untuk membentuk kebiasaan ini, Anda juga dapat menyiapkan atau membuat sebuah area khusus untuk membaca seperti ruangan atau sofa dimana Anda dapat duduk membaca dengan nyaman dan tanpa gangguan dalam rentang waktu tersebut.

Salah satu solusi untuk meningkatkan literasi penyandang tunanetra adalah dengan Konsep Audiobook. Audiobook merupakan rekaman teks buku atau tulisan lisan dalam bentuk audio yang dapat didengarkan oleh audien dengan isi sama seperti ketika mereka membaca buku (Anwas : 2014). Menurut Arsyad dalam Anwas (2014) media audio merupakan sumber bahan ajar yang murah, mudah dijangkau oleh warga , dan mudah digandakan oleh siswa merekam materi pelajaran serta urutan penyajianya jadi tetap, pasti dan dapat berfungsi sebagai media instuksional untuk belajar sendiri. Narator sebagai orang yang akan menyampaikan akan membacakan kata demi kata, memaknai gambar dan ilustrasi yang terdapat dalam isi buku cetak. Audiobook dapat diakses dengan mudah, dapat melalui Gadget, dan komputer/laptop.

Cara yang kedua adalah Mendongeng, Hasil pengamatan langsung pada peserta kunjungan berkelompok selama dua minggu, menunjukkan bahwa peserta kunjungan kelompok menyenangi kegiatan pembacaan dongeng dari pustakawan. Melihat bahwa pemustaka menyukai dan antusias terhadap kegiatan mendongeng menunjukkan bahwa penanaman minat terhadap membaca memungkinkan sekali dilakukan melalui program mendongeng. Kemudian melalui tanya jawab pada beberapa pemustaka menunjukkan bahwa meskipun rata-rata belum pernah mengalami program dongeng, namun rata-rata pemustaka ± baik pemustaka anak-anak maupun dewasa beberapa diantara mereka tertarik dan setuju bahwa mendongeng dapat meningkatkan minat baca anak. Dari hasil pengamatan tersebut,

Penulis menyimpulkan bahwa Perpustakaan Umum dan Arsip Daerah Kabupaten Tapanuli Selatan beserta Ruang Baca Anak harus lebih aktif lagi dalam berpromosi. Serta mungkin dapat dipertimbangkan untuk membuat program ini agar dilaksanakan di luar dari rangkaian kunjungan berkelompok, peneliti menilai bahwa program mendongeng hanya dapat bergantung dan dinilai keberhasilannya dari hasil penilaian kunjungan berkelompok saja, sehingga akan sulit dilakukan evaluasi program, dan pada akhirnya kesulitan dalam perbaikan program.

Dengan Jari Aku Berkarya

Bersyukur dengan jempol, Iklas dengan telunjuk, pemaaf dengan jari tengah, suka memberi dengan jari manis, dan positif thinking dengan kelingking. Ada potensi dari jari yang menjanjikan yaitu bidang kesenian berupa menggambar. Mari kita praktekkan! Finger painting Menggambar dengan menggunakan jari tangan. Finger painting mampu melatih motorik dan daya kreativitas anak. Finger painting hanya menggunakan jari tangan sebagai alat. Bahan yang digunakan lem fox yang dicampur dengan pewarna makanan. Bahan lainnya adalah selembar kertas putih yang berbahan tebal dan tidak mudah robek seperti kertas kalender, karton putih, kertas duplek dan lainnya.

Interaksi Sosial Siswa Tunanetra dengan Staf Perpustakaan dalam Belajar

Interaksi personal yang terjadi antara siswa tunanetra (STN) dengan staf Perpustakaan (SP) memiliki tingkat intensitas yang sangat sedikit. Meskipun demikian, diakui SP bahwa tidak ada permasalahan yang berarti dalam proses interaksi dalam belajar dengan STN. Melalui keterangan SP diketahui bahwa intensitas pertemuan yang menjadikan adanya interaksi personal antara SP dan STN sangatlah jarang. Karena interaksi tersebut hanya terjadi ketika STN berkunjung ke perpustakaan sekolah, sementara SP mengakui bahwa STN sangatlah jarang berkunjung ke perpustakaan. Namun demikian, diakui SP bahwa interaksi personal tidak hanya terjadi di perpustakaan saja, karena hal ini dapat terjadi ketika SP memberikan pendampingan pada saat ujian sekolah.

Diketahui bahwa interaksi personal antara STN dan SP sangatlah jarang, karena hanya terjadi pada saat STN berkunjung ke perpustakaan dan pada saat membacakan naskah soal ulangan umum. Kedua hal tersebut sangatlah jarang terjadi, meskipun diakui SP tidak ada hambatan dalam memberikan pendampingan melalui membacakan naskah soal karena SP telah dibekali pelatihan. Pada proses pembacaan naskah soal tersebut, terjadi suatu interaksi personal antara SP dengan STN dalam proses pembelajaran.Intensitas kunjung STN ke perpustakaan sangatlah sedikit. SP menyatakan bahwa hal ini salah satunya disebabkan oleh tidak adanya sarana memadai di perpustakaan bagi STN, yakni salah satunya buku atau media ajar bercetak braille.

Penutup

Bagi siswa tunanetra, tingkat kebutaan serta usia saat mengalami mengalami kebutaan sangat berpengaruh dalam pemahaman serta pembentukan konsep suatu materi. Sebagai contoh, pemahaman siswa yang mengalami buta total sejak lahir akan berbeda dengan pemahaman siswa yang mengalami buta total pada usia sekolah. Hal ini disebabkan karena siwa yang mengalami buta total pada usia sekolah telah memperoleh sedikit gambaran beberapa objek yang pernah ia lihat sebelumnya dan tentunya akan sangat membantu dalam pemahaman serta pembentukan konsep yang akan ia pelajari.

Penyandang disabilitas meski kekurangan penglihatan masih mempunyai alat indra untuk berkarya yaitu telinga untuk mendengar informasi dan jari untuk menulis.Keberadaan perpustakaan sangat penting bagi tunanetra untuk meningkatkan kemampuan literasi informasi. Hal ini akan lebih baik lagi jika perpustakaan juga mengakomodasi kebutuhan informasi kaum tunanetra, antara lain dengan menyediakan buku Braille dan buku digital. Selain itu, masyarakat perlu berpartisipasi aktif membantu kaum tunanetra dalam mengakses informasi untuk meningkatkan literasi informasi disabilitas netra.

Audiobook merupakan rekaman teks buku atau tulisan lisan dalam bentuk audio yang dapat didengarkan oleh audien dengan isi sama seperti ketika mereka membaca buku. Audiobook sendiri memiliki banyak manfaat dibandingkan dengan media lainya apalagi sebagai alternative media pembelajaran. Sebagai media pelajaran bagi kelompok tunanetra, dengan menggunakan audiobook secara tidak langsung dapat menguasai teknologi informasi atau IPTEK. Dengan koleksi bacaan yang lebih variatif sehingga mampu mendorong siswa SLB-A Bina Insani untuk meningkatkan minat baca

Berdasarkan hasil yang diperoleh, maka penulis mengajukan beberapa saran terkait hasil pengammatan yang telah dilaksanakan, saran tersebut diharapkan dapat menjadi masukan, khususnya bagi pribadi STN dan bagi sekolah yang dijadikan tempat untuk dapat ditindaklanjuti.

Bagi Siswa Tunanetra;

  • Diharapkan STN lebih membuka diri untuk bergaul dan berbaur dengan warga sekolah tanpa rasa minder;
  • Mempertahankan atau bahkan meningkatkan prestasi-prestasi yang telah dicapai, sehingga akan berakibat pada peningkatan kepercayaan warga sekolah terhadap STN; dan
  • Kepada pihak Lembaga Pendidikan Luar Biasa
    Seharusnya menambah jurusan atau konsentrasi di bidang Pendidikan Agama Islam, karena tidak menutup kemungkinan lulusan PLB dituntut juga untuk menguasai bidang lain, terutama bidang keagamaan.
  • Kepada pihak sekolah
    agar menjadikan SLB Negeri Angkola Timur sekolah yang lebih berkembang lagi, lebih memanfaatkan fasilitas yang ada, seperti Mushollah dan perpustakaan. Selain itu, masyarakat perlu berpartisipasi aktif membantu kaum tunanetra dalam mengakses informasi untuk meningkatkan literasi informasi disabilitas netra. Memberikan sumbangsih untuk mengembalikan semangat juang para pemyandang tunanetra.

Daftar Pustaka:

  • Muslimin. 2017. Menumbukan Budaya Literasi dan Minat Baca dari Kampung. Ideas Publishing. Gorontalo.
  • Arnila P, Alviarana TUP. 2020. Strategi Peningkatan Minat Baca Kelompok
  • Tunanetra melalui MediaAudiobook (Studi pada SLB-A Bina Insani Bandar Lampung). Journal Studi D3 Perpustakaan FISIP Universitas ISSN: 2598-3040 online. Volume 4 (1): 109-117. http://ejournal.undip.ac.id/index.php/anuva.
  • https://m.liputan6.com/disabilitas/read/4351496/jumlah-penyandang-
  • disabilitas- di-indonesia-menurut-kementerian-sosial.
  • Undang-Undang Republik Indoensia Nomor 43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan.
  • Undang-Undang Dasar 1945, Pasal 31, Ayat 3.
  • Noer, Muhammad. 2014. 7 Cara Menciptakan Waktu untuk Membaca Noer,
  • Muhammad. (2014). 7 Cara Menciptakan Waktu untuk Membaca.
  • Indri Y, Asep A.S. (2019). Pelaksanaan Pembelajaran Orientasi dan
  • Mobilitas bagiAnak Tunanetra di SLB Negeri 1 Bukittinggi. Jurnal Penelitian Pendidikan Kebutuhan Khusus. ISSN: Online 2622-5077. Universitas Negeri Padang.
  • Rikrik T, Musjafak A.(2017). Program Literasi Sekolah Untuk Meningkatkan
  • Kemampuan Membaca Siswa Tunanetra SDLB di SLB Cimahi. Volume 18 Nomor 2. Jurnal Program Studi Pendidikan Khusus Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia.
  • Semua/sebagian isi dari tulisan esai ini adalah ide atau pendapat pribadi penulis.

Biodata Penulis

 Muhammad Rizki, yang lahir di Desa Bulumario pada tanggal 8 November 1998 ini memiliki hobi bermain bola volli, olahraga renang, dan membaca. Anak terakhir dari 6 bersaudara. Alamat lengkap desa bulumario, Kec. Sipirok, Kab. Tapanuli Selatan, Provinsi Sumatera Utara.

Riwayat Pendidikan :

  • SD 102800 Bulumario ( Selesai tahun 2011)
  • MTsN Sipirok ( Selesai tahun 2014)
  • MAN Sipirok ( Selesai tahun 2017)
  • Universitas Sumatera Utara ( Jurusan S-1 Manajemen Fakultas dan Ekonomi masih semester 7)

Karya : ‘’ Membuka Mata Tunanetra Desa: Dengan Telinga Aku Mengerti Dunia, Dengan Jari Aku Berkarya ’’ Semoga esay ini dapat bermamfaat dan biisa menjadi pelajaran bagi semua pembaca.

FB : Muhammad Rizki Rtg
Instagram : m.r.r04
WA : 082383972754

Related Posts

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *