Pejuang Literasi

Pejuang Literasi dari Kampus ke Desa

Perkenalkan dia Andra, seorang sarjana lulusan di sebuah Perguruan Tinggi Negeri Islam di Kota Cirebon. Di sini akan diceritakan bagaimana perjalanan seorang pemuda saat pertama kali menyukai dunia baca terutama buku sampai bisa membuka taman baca di desanya. Alur cerita tidak akan terlalu panjang yang membuat bosan. Namun bagi pegiat literasi hal ini pasti sudah terbiasa bahkan nagih jika ceritanya kurang banyak. Sedikit banyaknya cerita di sini mudah-mudahan akan menjadi pemicu para pembaca untuk medapatkan inspirasi. Sebab seseorang itu tidak akan tahu, dan tidak akan mendapatkan inspirasi jika tidak membaca sebuah karya tulis atau buku.

Pertama kali Andra mulai tertarik dengan dunia baca adalah saat kuliah di pertengahan semester, mungkin agak terlambat. Namun hal itu menjadikannya sadar bahwa pentingnya membaca, pentingnya menggali ilmu bukanlah di saat awal masuk kelas saja. Ketika dia mendapatkan semangat untuk berproses, belajar mencari tahu dari sesuatu yang belum diketahuinya. Sebab tanpa keinginan yang kuat dan kesadaran sendiri, bacaan apapun tidak akan bisa dinikmati, yang ada karena keterpaksaan tugas atau karena mood-nya lagi baik. Di saat Andra tersentuh pada dunia baca, hari-harinya selalu bersemangat berangkat ke kampus, tidak seperti dahulu kalau kuliah hanya sebagai aktifitas rutin keluar-masuk kelas belajar dan diskusi.

Suatu ketika Ali, teman Andra, duduk di bangku sebelahnya sambil membaca buku. tiba-tiba Andra mulai penasaran dengan buku yang dibaca Ali hingga ingin meminjamnya. Sebuah obrolan pun dimulai yang mana diawali oleh Andra. Namun di tengah percakapan tiba-tiba ada yang memanggil Ali karena ada keperluan dosen. Akhirnya menjadi kesempatan Andra untuk meminjam buku yang dibawa Ali tersebut. Ali pun langsung memberikan pinjaman, dan Andra mulai melihat-lihat buku itu dari cover depan dan belakang. Sebelum membuka buku, Andra melihat tulisan yang berada di cover belakangnya. Ternyata dirasa menarik setelah dibaca oleh Andra. Sejak saat itu kalau dapat buku baru Andra suka membaca dulu bagian tulisan belakangnya, entah hanya kebiasaan Andra saja yang melakukan itu, atau memang juga dilakukan oleh kebanyakan orang. Setelah selesai membaca bagian belakang cover buku, barulah Andra melihat-lihat daftar isi, mencari sub judul yang sekiranya dirasa menarik.

Andra membuka halaman demi halaman dan mulai membaca buku yang dipinjam dari Ali. Setelah satu halaman penuh,

Andra mulai keasyikan membaca seolah ingin melanjutkan ke halaman berikutnya, tertarik akan pengetahuan yang belum ia fahami. Di sanalah awal Andra mulai suka dengan baca buku. Semakin membaca semakin pula rasa penasaran Andra, hingga tiba jam istirahat pun datang. Jam istirahat dia gunakan untuk membaca sambil duduk di bangku paling belakang kelas. Waktu pun terasa cepat, bahkan tidak terasa bel masuk sudah berbunyi kembali. Ternyata benar kata orang kalau sedang asyik suka lupa waktu, gumam Andra.

Sambil menunggu dosen mata kuliah, ia manfaatkan waktu itu untuk meneruskan bacaan. Kebetulan sekali dosen tidak bisa masuk kelas karena ada keperluan seminar di luar kota, setelah Komisaris Mahasiswa (Kosma) atau yang disebut wakil mahasiswa memberikan informasi bahwa Bapak Dosen absen dulu pada hari itu. Akhirnya beberapa lembar halaman buku ia baca sampai akhir kesimpulan dari sub bab buku tersebut.

Di esok harinya, Andra mulai teringat dengan buku yang ia pinjam dari Ali karena belum dikembalikan. Rencana mau di bawa ke kampus, dan saat itu tiba-tiba Andra terinspirasi untuk bisa membuka Ruang Baca Mahasiswa di kampusnya, mengingat masih banyak mahasiswa yang minim baca. Ide itu ia coba diskusikan dengan temannya, mengajak seseorang yang sekiranya memiliki pandangan dan keinginan yang sama di dunia literasi, agar sejalan dengan tujuannya itu. Akhirnya Ali dan Andi lah kedua teman kampusnya yang dijadikan partner Ruang Baca Mahasiswa. Mereka berdua adalah teman satu jurusan yang aktif dalam perkuliahan dan sama-sama suka baca buku. Tidak salah, mengingat koleksi buku yang mereka dapatkan juga tidaklah mudah. Semuanya butuh materi dan usaha untuk mendapatkannya karena bersumber dari berbagai kota, ada dari Jogja, Bandung, hingga Jakarta dan lain-lain. Sebab waktu dulu mereka masih lugu mengenal dunia digital.

Tidak secanggih sekarang ini dengan adanya aplikasi penjualan online yang memudahkan jual beli di internet.

Setelah berunding, Ali dan Andi menyetujui bergabung untuk menghidupkan literasi kampus. Inisiatif ini adalah sebagai langkah awal membuka ruang mahasiswa dalam minat baca tulis. Pertama mereka mulai mengumpulkan buku-buku yang mereka punya dengan berbagai macam jenis, ada pendidikan, filsafat, keagamaan, ekonomi hingga novel. Bahkan Andra dan temannya membuat sendiri rak buku yang mereka manfaatkan dari sisa bangunan gedung kampus yang kebetulan sedang direnovasi. Dibuatlah papan informasi “Pojok Baca” karena kebetulan posisi tempat membuka lapak baca tersebut tepat berada di pojok depan pintu utama gedung.

Buku-buku mereka rapikan di rak yang telah dibuatnya agar terlihat menarik dan bisa dipinjam sesuai dengan kebutuhan mahasiswa. Buku-buku yang dipamerkan tersebut bisa dipinjam dengan syarat tidak boleh dibawa pulang. Bisa membaca di tempat yang sudah disediakan, bisa juga dibawa ke ruang kelas kalau memang nyaman di kelasnya. Tentunya setelah selesai harus dikembalikan lagi ke lapak pojok baca. Ternyata banyak juga yang tertarik untuk meminjam, setidaknya satu lembar atau dua lembar halaman buku mereka sempatkan untuk membaca. Andra dan temannya pun merasa senang karena apa yang menjadi harapannya tercapai, bisa membatu dan mengajak orang lain untuk mau membaca. Kalau sudah membaca dapat memudahkannya dalam menulis, dan juga bisa dimanfaatkan untuk mencari referensi tugas mata kuliah dan lain-lain.

Selang beberapa bulan, Andi mengusulkan untuk membuka lapak jual buku, karena selain nambah uang saku juga sebagai sarana menyalurkan hobi serta menambah pengalaman berbisnis. Pertama, mencari koneksi dengan organisasi yang memiliki informasi tentang distributor buku, baik dari penerbit atau pedagang buku yang memang bagus dan lengkap.

Usaha mereka tidak sia-sia, bahkan selang satu minggu setelah mencari ke berbagai informan, dapatlah penjual yang bisa diajak kerjasama, membuat kesepakatan bisnis perihal penyaluran buku, pembagian hasil, dan teknis penjualan. Setelah barang sampai, buku-buku langsung mereka gelar di lapak, tepatnya di lantai depan gedung fakultas. Beberapa mahasiswa membeli buku-buku yang mereka lapak juga meminta pesanan buku yang dibutuhkan.

Akhirnya tibalah waktu di mana mereka sudah masuk semester akhir. Penjualan buku terpaksa mereka hentikan karena harus fokus dengan penyusunan skripsi. Dan tidak terasa akhirnya pada bulan Oktober Andra dan Andi diwisuda sarjana. Sedangkan Ali belum bisa tepat waktu karena ada beberapa faktor, padahal yang diharapkan mereka bisa lulus bersama.

Setelah terjun di desanya masing-masing, Andra mulai teringat akan perjuangannya dulu di kampus tentang membuka ruang baca. Hal itu dia juga praktekkan di kampungnya sendiri dengan mengajak beberapa teman yang bisa dibawa kerja bareng. Kebetulan ada teman lama yang memang lulusan sarjana juga, namun dari kampus yang berbeda. Dia bernama Indra. Indra termasuk aktifis desa yang bergabung di karangtaruna desa. Hal ini memudahkan relasi dalam menciptakan ruang baca di desa tersebut. Tujuan utamanya yakni mengentaskan buta huruf untuk kalangan Lansia, juga membantu mengembangkan produktifitas anak dalam minat baca di desa. Setelah berunding untuk membuka ruang baca, maka terbentuklah sebuah ide nama “Taman Baca untuk Desa”.

Awalnya mencari tempat yang sekiranya strategis dan bisa dipakai untuk taman baca. Namun sempat berfikir di mana tempat yang kosong dan bisa digunakan, di tengah percakapan muncul salah satu teman yang lain memberikan saran, kebetulan dia juga men-support apa yang menjadi rencana Andra dan Indra. Dapatlah dua pilihan tempat, yaitu di pos (saung) pinggir jalan dan di rumah dekat mushala kampung. Pos adalah tempat tongkrongannya, sedangkan bangunan yang dekat mushala adalah rumah Posyandu yang jarang di tempati. Akhirnya rumah Posyandu menjadi pilihan untuk di gunakan sebagai ruangan taman baca. Sebab jika di pos terdapat beberapa resiko; pertama buku-buku yang disimpan tidak terjaga dan bisa kehujanan. Selain itu takut kehilangan sebab rawan maling.

Buku-buku yang ada adalah berasal dari sukarelawan, termasuk menggunakan buku yang dimiliki Andra dan Indra. Awalnya sepi karena tidak ada yang tau. Lalu mereka berupaya mensosialisasikan kepada masyarakat terutama kalangan anak dan muda mudi desa. Setelah selang beberapa hari, akhirnya banyak yang berkunjung atau sekadar bermain, dari mulai anak-anak, pemuda desa hingga orang dewasa yang ingin meminjam dan membaca buku. Itulah sekilas cerita tentang kisah seorang pemuda pejuang literasi dari kampus untuk desa.

BIOGRAFI PENULIS/TOKOH

Nama : Suhendra
Domisili : Desa Ragawacana Kec. Kramatmulya Kab. Kuningan-Jabar
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Hobby : Membaca
Pendidikan : Sarjana Ushuluddin (S1) di IAIN SNJ Cirebon
Pengalaman : Aktif menulis Artikel opini di media lokal kuningan

Related Posts

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *