Bilik Pustaka

TUBUTUKU (Satu Bulan Satu Buku): Terobosan Pintar Menarik Niat Baca Masyarakat Perdesaan sebagai Agent of Change

Kegiatan membaca buku adalah suatu kebutuhan. Apabila ditinggalkan maka mengalami gelapnya ilmu dan pengetahuan. Namun, budaya membaca buku di Indonesia sangatlah minim. Banyak masyarakat yang memandang buku sebelah mata dan berfikiran bahwa ilmu yang telah dimiliki sudah cukup, sehingga tidak perlu untuk membaca buku. Data Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2012 juga menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia lebih memilih menonton televisi dan mendengarkan radio sebagai sumber informasi daripada membaca buku (www.bps.go.id).

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI, Prof. Dr. Muhadjir Effendy (2017) menegaskan bahwa minat baca masyarakat Indonesia berada di peringkat 60 dari 61 negara di dunia. Sedangkan hasil data dari UNESCO menunjukkan bahwa indeks minat baca di Indonesia hanya sebesar 0,001. Ini artinya total masyarakat Indonesia dari seribu orang hanya satu orang saja yang memiliki minat baca. Padahal dari pemerintah pun sudah memfasilitasi masyarakat Indonesia seperti perpustakaan umum, perpustakaan daerah, perpustakaan keliling, perpustakaan sekolah, bahkan perpustakaan desa. Namun, hanya beberapa orang saja yang menyempatkan untuk membaca, ada juga yang demi menggugurkan kewajibannya karena perintah di sekolah.

Menurut Abdullah Taqiyan, seorang mahasiswa yang telah penulis wawancarai mengatakan bahwa membaca itu karena adanya keterpaksaan saat ada tugas maupun ulangan. Berbeda dengan Negara lainnya seperti Finlandia, Belanda, Swedia, Australia, dan Jepang. Tingkat literasi dan budaya membaca di Finlandia sangat tinggi. Budaya membaca sudah ditanamkan sejak usia 0 bulan, sebelum tidur anak-anak selalu dibacakan dongeng oleh orang tuanya. Bahkan Pemerintah Finlandia memberikan buku kepada orang yang baru melahirkan sebagai hadiah. Sehingga tak heran jika salah satu sistem pendidikan terbaik di dunia yaitu negara Finlandia (Faradiba, 2020). Negara yang hampir sama dengan Finlandia yaitu Belanda. Menurut Rima (2020) Pemerintah Belanda menumbuhkan minat baca mulai dari anak-anak. Bayi yang sudah berusia 4 bulan secara otomatis mendapatkan kartu keanggotaan perpustakaan umum. Kartu ini akan diberikan beserta dengan bingkisan buku bacaan bayi dan orang tuanya. Selain itu, sistem pendidikan di Belanda mengajarkan bahwa setiap pagi sebelum pelajaran dimulai dan sore setelah pulang sekolah harus membaca buku. Ada pula agenda Pekan Membaca Nasional, seperti De National Voorleesdagen yang diadakan sepanjang satu tahun sekali. Bahkan pengunjung bisa menukarkan buku lamanya dengan buku baru dengan gratis.

Negara Swedia juga menumbuhkan budaya membaca mulai sejak dini dengan cara memberikan bingkisan kepada keluarga yang baru mempunyai anak. Setiap kota di Swedia terdapat perpustakaan atau Stadstbiblioteket yang menyediakan berbagai macam buku untuk masyarakat. Perpustakaan ini termasuk dalam jajaran perpustakaan terindah di dunia. Bangunan dan tempat yang indah memberikan kenyamanan bagi orang yang mengunjunginya (Wulandari, 2018). Negara Australia juga memiliki kesamaan seperti Negara Swedia, Belanda, dan Finladia. Menurut Mulasih (2020) menjelaskan bahwa Pemerintah Australia menumbuhkan minat baca masyarakatnya dengan cara memberikan bingkisan kepada keluarga yang memiliki bayi. Selain itu, upaya lain untuk meningkatkan kunjungan perpustakaan dan menarik tingkat baca yaitu dengan cara mengadakan program reading challenge. Program yang dimaksud seperti program 1000 Books Before School (tantangan membaca untuk anak usia 0-5 tahun dengan target membaca minimal 1000 buku), program Premier’s Reading (tantangan membaca tahunan untuk anak usia 0-15 tahun), Home Reading (membawa pulang buku dari sekolah untuk dibaca di rumah) dan program Australian Reading Hour (orang tua meluangkan waktu satu jam untuk membaca). Menurut Permatasari (2015) menjelaskan bahwa warga Jepang dalam setahun bisa meluangkan waktunya untuk membaca sebanyak 10-15 buku.

Sedangkan Wahyuni (2010) mengatakan bahwa masyarakat Jepang sangat akrab dengan bacaan. Waktu luangnya digunakan untuk membaca, seperti saat menunggu antrean di bank, halte bus, dan lobi hotel. Buku yang didesain pun kecil sehingga mudah dibawa kemana saja. Kebiasaan itu menjadikan Jepang sebagai Negara industri yang besar. Kebiasaan lainnya yaitu masyarakat Jepang datang ke toko buku untuk membaca karena toko buku di Jepang tutup lebih akhir atau malam. Di Indonesia sendiri upaya Pemerintah meningkatkan tingkat membaca yaitu dengan cara memberikan arahan untuk memperbanyak kegiatan membaca, baik di sekolah maupun di rumah, pengadaan buku bacaan di perpustakaan, dan pengadaan taman-taman bacaan masyarakat (Nafisah, 2014).

Sebuah terobosan yang inovatif dan kreatif sudah banyak dilakukan, baik itu dari pemerintah, penerbit buku, penulis bahkan lembaga pendidikan pun juga ikut berkecimpung. Namun, cara ini belum maksimal, banyak perpustakaan yang masih sepi pengunjung padahal sarana dan prasarana perpustakaan sudah lengkap (Mulyani, 2018). Masyarakat Indonesia lebih senang mengoperasikan gawai daripada membaca buku (Ghofur dan Rachma, 2019). Apalagi jika di perpustakaan terdapat wifi, bukannya membaca namun sebaliknya, menggunakan gawinya untuk mengakses internet. Sehingga waktu luangnya tidak digunakan membaca namun untuk membuka media sosial di smartphone-nya. Berbeda pendapat dari Hutapea (2019), penyebab masyarakat Indonesia memiliki minat membaca yang rendah karena kurangnya akses jangkauan, terutama di daerah perdesaan. Banyak dari perdesaan yang belum mempunyai perpustakaan desa, walau pun ada, namun tak sedikit yang belum optimal. Menurut Muhamad Eko Febriansyah, salah satu masyarakat di Desa Bonomerto, Kabupaten Semarang mengatakan bahwa di desa tempat tingalnya belum terdapat perpustakaan desa, hanya ada perpustakaan daerah, itu pun sepi pengunjung. Sedangkan menurut Nikmatul Mukhoyaroh, salah satu masyarakat di Desa Jepang Pakis, Kabupaten Kudus juga mengatakan bahwa di desa tempat tinggalnya belum ada perpustakaan desa, perpustakaan daerah di saat pandemi seperti ini sepi pengunjung dan tutupnya lebih awal. Alik Edi Santosa, seorang warga di Kabupaten Blora juga menambahkan bahwa mayoritas di daerahnya belum terdapat perpustakaan desa. Hal ini membuktikan bahwa perlu adanya perluasan daerah perpustakaan desa menggunakan inovasi yang berbeda dengan sebelumnya agar meningkatkan minat baca dari masyarakat Indonesia. Oleh karena itu, penulis memiliki gagasan “TUBUTUKU (Satu Bulan Satu Buku) : Terobosan Pintar Menarik Niat Baca Masyarakat Perdesaan sebagai Agent of Change”.

Tubutuku adalah sebuah terobosan yang bersifat ajakan membaca satu buku selama satu bulan secara kontinyu, mulai dari anak umur 0 tahun sampai dengan lansia di masyarakat perdesaan, karena banyak masyarakat perdesaan yang jauh dari jangkauan perpustakaan daerah. Terobosan ini berbentuk perpustakaan kecil yang ada di desa dengan desain yang seideal mungkin sehingga menarik masyarakat untuk membaca buku. Tak hanya sekedar membaca, namun setiap minggunya masyarakat perdesaan akan diberikan motivasi, pelatihan, dan penerapan dari buku apa yang telah dipelajari. Jadi, ilmu yang dibaca tidak akan sia-sia, karena diterapkan di dunia nyata. Nantinya buku yang disediakan berasal dari hibah masyarakat kota yang mau menyumbangkan buku atau siapa pun yang peduli terhadap masyarakat desa.

Sasaran yang Dituju dari TUBUTUKU

Minat baca dari setiap orang tidak bisa dipaksakan, namun bisa ditumbuhkan dengan berbagai macam strategi. Utamanya saat usia dini, karena apabila sudah biasa maka akan terbiasa hingga tua. Tutubuku ini ditujukan kepada anak mulai dari usia 0 bulan yang diharapkan orang tuanya mau membacakan buku setiap hari sebelum tidur. Tujuannya ialah untuk melatih anak agar mempunyai minat baca sejak usia dini.

Selain itu, anak remaja dan dewasa diberikan motivasi untuk gemar membaca, dari membaca maka akan bisa. Motivasi ini berupa penayangat melalui video, seperti kisah sukses seseorang yang rajin membaca sehingga bisa meraih cita-citanya. Sesekali juga bisa mendatangkan secara langsung untuk memberikan semangat dan motivasi, sehingga muncul ketertarikan untuk meniru kebiasaan dari tokoh tersebut. Anak remaja dan dewasa perlu sebuah motivator karena seperti yang kita ketahui sendiri, di era seperti ini banyak dari anak-anak yang menggunakan waktunya untuk hal yang kurang bermanfaat, seperti bermain sosial media dan game tanpa batasan waktu. Apalagi kegiatan belajar dan mengajar yang dilakukan secara online di masa pandemic ini, banyak dari mereka yang malas-malasan belajar karena tidak terikat langsung oleh guru dan sekolah. Perpustakaan desa menjadi solusi tepat untuk mengisi waktu luang mereka saat belajar di rumah.

Sedangkan untuk orang tua, setiap minggunya bisa menerapkan pelatihan dari buku yang dibacanya, seperti memasak, bercocok tanam, atau pun membuat kerajinan yang nantinya bisa menjadi pundi-pundi rupiah. Daripada waktu week end-nya digunakan untuk hal yang kurang bermanfaat. Nantinya dibuat sebuah komunitas dimana mereka dapat bertukar pikiran untuk memanfaatkan ilmu yang ada di buku. Sehingga tidak sekedar membaca saja namun bisa diterapkan di dunia nyata.

Sistematika dari TUBUTUKU

Suatu desa membentuk semua perpustakaan kecil dengan desain idealis yang menyediakan berbagai macam buku hibah dari orang yang bersedia untuk memberikan buku, bisa masyarakat sekitar atau pun masyarakat kota yang mau menyumbangkan buku. Setiap masyarakat baik muda maupun tua pada awal bulan harus meminjam satu buku. Bagi anak usia balita, orang tuanya diwajibkan untuk meminjam buku agar bisa dibacakan pada waktu malam hari sebelum tidur. Setiap minggunya diadakan pertemuan di perpustakaan desa tersebut. Masing-masing harus memiliki progress, harus ada capaian yang dilakukan atau dipraktekkan dari buku yang telah dibacanya. Nantinya masyarakat bisa membentuk sebuah forum diskusi, berbagi cerita atau pengalaman dari buku yang telah dibacanya. Setelah itu diaplikasikan dalam bentuk kerjasama dalam berwirausaha bersama atau pun bagi anak-anak bisa untuk mengikuti lomba diluar. Setiap bulan sekali juga bisa diadakan menonton video bareng dari tokoh besar di Indonesia dan dunia yang bertujuan untuk memberikan motivasi dan semangat untuk meraih cita-cita. Selain itu sesekali juga bisa mendatangkan secara langsung seseorang yang sukses karena sering membaca. Setahun sekali juga bisa mengadakan event tahunan membaca dengan mengadakan lomba atau temu baca bareng.

Oleh karena itu, adanya gagasan TUBUTUKU ini diharapkan masyarakat desa dapat lebih produktif dan menggunakan waktunya untuk membaca dan setelah adanya TUBUTUKU ini Indonesia memiliki minat baca yang tinggi. Sehingga dapat membuka cakrawala dunia agar tidak mudah untuk dijajah oleh negara maju lainnya. Sedangkan untuk pemerintah diharapkan dapat memberikan dukungan dan motivasi kepada masyarakat Indonesia agar meningkatkan minat baca dengan cara mendirikan perpustakaan di daerah desa yang jauh dari jangkauan kota, memberikan reward kepada masyarakat yang bersemangat dalam menuntut ilmu dengan banyak buku bacaan, dan mengadakan event mengenai bulan atau tahun baca. Selanjutnya untuk penerbit dan penulis diharapkan dapat menciptakan inovasi buku yang menarik untuk dibaca dan praktis dibawa kemana-mana.

Referensi:

  • Faradiba, and Septina Severina Lumbantobing. “PERBANDINGANPENERAPAN KEBIJAKAN PENDIDIKAN INDONESIADENGAN FINLANDIA.” School Education Journal, 2020: 65-73.
  • Ghofur , Abd., and Evi Aulia Rachma. “Pemanfaatan Media Digital Terhadap Indeks Minat Baca Masyarakat Kabupaten Lamongan.” Jurnal Studi Sosial, 2019: 85-92.
  • Mulasih, and Winda Dwi Hudhana. “URGENSI BUDAYA LITERASI DAN UPAYA MENUMBUHKAN MINAT BACA.” Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, 2020: 19-23.
  • Nafisah, Aliyatin . “ARTI PENTING PERPUSTAKAAN BAGI UPAYA PENINGKATAN MINAT BACA MASYARAKAT.” Jurnal Perpustakaan Libraria, 2014: 69-81.
  • Permatasari, Ane . “MEMBANGUN KUALITAS BANGSA DENGAN BUDAYA LITERASI.” Jurnal Bahasa, 2015: 146-156.
  • Wahyuni, Sri. “MENUMBUHKEMBANGKAN MINAT BACA MENUJU MASYARAKATLITERAT.” Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, 2010: 179-189.
  • https://www.liputan6.com/news/read/3203062/meningkatkan-budaya-baca-dan-literasi-masyarakat-indonesia diakses tanggal 1 Januari 2021
  • https://republika.co.id/berita/noyj6v/menumbuhkan-minat-baca-masyarakat diakses tanggal 1 Januari 2021
  • https://traveling.bisnis.com/read/20200518/224/1242142/ini-5-negara-dengan-budaya-membaca-dan-tingkat-literasi-tinggi diakses tanggal 1
  • Januari 2021 https://ppiswedia.se/masakini/serunya-budaya-membaca-di-swedia/ diakses tanggal 1 Januari 2021
  • https://journal.iainkudus.ac.id/index.php/Libraria/article/view/4479 diakses tanggal 1 Januari 2021
  • https://malangkota.go.id/2017/03/23/minat-baca-masyarakat-harus-terus-ditingkatkan/ diakses tanggal 1 Januari 2021

BIOGRAFI PENULIS

Nama : Noor Lutfiana
TTL : Kudus, 03 Juni 2000
Domisili : Kudus Pendidikan Terakhir SMK

  • Pengalaman Organisasi/Jabatan :
  • 2012-2013 Kesenian Drama-Anggota
  • 2013-2014 Palang Merah Remaja Madya-Anggota
  • 2015-2016 Palang Merah Remaja Wira-Anggota
  • 2018-2020 UKM Pengembangan Pengetahuan-Staff Departemen Karya Ilmiah
  • 2020-sekarang UKM Pengembangan Pengetahuan-Penasehat Departemen Karya Ilmiah

Karya/Prestasi :

  • 2020 Finalis Karya Tulis Ilmiah Mile Zero tingkat Nasional
  • 2019 Finalis Design competition for science and engineering students ecodays tingkat Nasional
  • 2018 Finalis Essay Shevent
  • 2014 Juara 1 Karya Tulis Ilmiah Tingkat Provinsi Jawa Tengah

Kontak Person :
Email : noorlutfiana02@gmail.com
FB : Fia Fiana
IG : sparklemyboo

Related Posts

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *