Bilik Pustaka

Gerakan Seribu Buku untuk Anak Pulau: Wujud Nyata Peran Aktif Masyarakat dalam Mendukung Gerakan Literasi di Kepulauan Kei, Maluku

Bagi anak pulau seperti di Kepulauan Kei Provinsi Maluku, buku bacaan anak merupakan barang langka. Membaca buku yang sesuai kategori umur anak adalah aktivitas mewah yang sulit didapatkan, mengingat mereka tinggal jauh dari ibukota yang menyediakan buku di Perpustakaan Daerah. Kondisi ini yang melatari lahirnya Gerakan Seribu Buku untuk Anak Pulau di Kepulauan Kei, Provinsi Maluku.

Kepulauan Kei adalah salah satu gugusan kepulauan yang ada di Provinsi Maluku selain pulau besar lainnya seperti Pulau Seram, Buru, Banda, Aru, Tanimbar, dan masih banyak pulau lainnya. Tercatat Maluku memiliki 1.412 pulau dengan luas lautan 92,4% dan daratan hanya 7,6 % dari luas wilayah 712.480 Km2 (www.dpmptsp-maluku.com). Di Kepulauan Kei terdapat dua wilayah administratif, yakni Kabupaten Maluku Tenggara atau Kabupaten Kepulauan Kei dengan Langgur sebagai ibukotanya, dan Kota Tual yang beribukota di Dullah Selatan. Sehingga dua wilayah pemerintahan ini seperti kakak beradik yang berdiam disatu rumah yakni nuhu evav atau tanat evav atau tanah kei dengan adat istiadat yang tak jauh berbeda karena dibawah payung hukum yang sama yakni Larvul Ngabal. (https://pustakabergerak.id/artikel/rumahku-taman-bacaku).

Gerakan literasi di Kepulauan Kei mulai tumbuh sejak awal tahun 2000an. Hal ini diungkapkan oleh seorang pegiat literasi di Kepulauan Kei dan juga inisiator Gerakan Seribu Buku Untuk Anak Pulau, Bunda Rofiko Rahayu Kabalmay, S.Psi. Menurutnya, pada saat itu terdapat kegiatan keagamaan yang digagas oleh anak muda, juga mulai tumbuh beberapa kampus yang memiliki perpustakaan. Dan hal itu menjadi tempat pertemuan kelompok-kelompok literasi di Kepulauan Kei. (Wawancara Bunda Rofiko Rahayu Kabalmay via WhatsApp, 15 Januari 2021).

Gerakan literasi yang semula dipahami sebagai wilayah kerja pemerintah, dengan aktivitas hanya mengajarkan baca dan tulis, telah berubah paradigma. Masyarakat secara mandiri mulai menginisiasi berdirinya taman bacaan masyarakat atau sebutan lain, atas dasar suka rela dan kesamaan visi. Gerakan ini hadir sebagai dampak positif adanya anak-anak muda atau tokoh intelektual, baik yang melanjutkan study ke luar daerah, seperti Jakarta, Jogjakarta, Surabaya, Makassar, Ambon, maupun mereka yang mengenyam pendidikan pada kampus-kampus yang berada di Kepulauan Kei. Tercatat sejak tahun 2013 hingga kini, terdapat beberapa komunitas masyarakat yang mendedikasikan dirinya untuk dunia pendidikan dan literasi di Kepulauan Kei, dengan menyediakan buku bacaan dan memberikan pengajaran gratis bagi anak. Seperti Taman Bacaan Nuhu Evav (TBNE) yang berdiri pada 24 Agustus 2013, Gerakan Kei Cerdas (KGC) yang dibentuk sejak tahun 2017, Taman Baca AKSARA di tahun 2019, Taman Baca Batas Kota Kiom Bawah, Pondok Baca Nurul Ilmu dan Komunitas Aufklarung di tahun 2020.

Gerakan Seribu Buku Untuk Anak Pulau, merupakan inisiasi salah satu tokoh intelektual Kepulauan Kei yang menyandang gelar Sarjana Psikologi dari Universitas Indonesia. Bunda Yayou atau Bunda Tika, begitulah biasanya sang inisiator dengan nama lengkap Rofiko Rahayu Kabalmay, S,Psi ini disapa. Lahir dan besar di Kepulauan Kei, yang memiliki keterbatasan akses dan ketersediaan sarana dan prasarana pendidikan, menjadikannya termotivasi untuk dapat membangun taman bacaan bagi anak-anak pulau yang sering Ia jumpai, saat kunjungan lapangannya sebagai seorang Pendamping Desa.

Di rumahnya yang terletak di Jalan Apollo 10, Desa Tual, Kecamatan Pulau Dullah Selatan Kota Tual Maluku, Ia bersama suami dan putri tercintanya mendirikan Rumah Belajar Binar Eksotika, dengan menyediakan beragam buku dari koleksinya bersama sang suami. Sudah sejak lama, rumahnya yang asri dan tertata rapi menjadi ruang pembelajaran dan tempat membaca gratis bagi siapapun yang ingin membaca dan meminjam buku. Bagi Gerakan Seribu Buku Untuk Anak Pulau, Rumah Belajar Binar Eksotika tidak hanya menjadi tempat penampungan sementara buku-buku yang dikirimkan oleh para pihak pendukung gerakan ini, tetapi juga sebagai tempat berkumpul dan berdiskusi para pegiat literasi.

Seribu Buku Untuk Anak Pulau adalah sebuah komunitas imajiner atau sebuah gerakan yang menghubungkan para pihak yang terlibat dalam sebuah isu, demikian Bunda Yayou mendefinisikan gerakan yang digagasnya mulai tahun 2020 itu. Definisi ini menyerupai gambaran sebuah bangsa yang disebutkan sebagai komunitas terbayang oleh Benedict Anderson dalam bukunya Imagined Comunities.

“Bangsa adalah sebuah komunitas politis dan dibayangkan terbatas secara inheren dan memiliki kedaulatan. Bangsa merupakan sebuah komunitas terbayang karena mustahil bagi individu anggotanya untuk benar-benar pernah berinteraksi”. (INSISTPress, 2008, Imagined Comunities : Komunitas-Komunitas Terbayang, ayat-ayatadit.wordpress.com-15 Maret 2015).

Gerakan Seribu Buku Untuk Anak Pulau telah menyatukan setiap orang dimana pun berada yang memiliki semangat dan satu tujuan, membumikan literasi dan memenuhi hak anak-anak pulau untuk mendapatkan buku bacaan sesuai usia mereka. Para pihak yang terlibat dalam gerakan ini, tidak semuanya pernah saling berinteraksi secara fisik. Mereka saling bahu membahu mewujudkan Seribu Buku Untuk Anak Pulau dengan perannya masing-masing. Mereka itu adalah teman-teman almamater Bunda Yayou di Fakultas Psikologi UI Angkatan 1995 dan jaringannya yang tersebar di berbagai daerah, yang berperan sebagai penyumbang utama buku. Sahabat literasi di Kepulauan Kei juga merupakan bagian dari Gerakan Seribu Buku Untuk Anak Pulau. Inilah yang kemudian dikatakan bahwa gerakan ini merupakan komunitas imajiner, yang disatukan oleh kesamaan visi.

Gerakan yang berawal dari obrolan dengan sang suami tentang minimnya literasi di desa-desa pulau, melahirkan ide untuk melakukan penyediaan buku-buku secara swadaya sebagai sebuah solusi. Sejak dipublikasikan pada 16 Agustus 2020 dengan dukungan dari ILUNI UI Psikologi, sampai minggu kedua Januari 2021, Gerakan Seribu Buku Untuk Anak Pulau telah melakukan tiga kali pengiriman paket donasi buku dari Jakarta ke Kepulauan Kei. Jumlah buku yang diterima pun sudah melampaui target awal yang ditetapkan yaitu seribu buku. Setelah buku didatangkan, publikasi terus dilakukan guna menjaring para pihak yang memiliki passion dan jiwa kerelawanan, untuk bersama membangun budaya literasi di Kepulauan Kei. Seperti kata Bunda Yayou : “Jadi sebenarnya, Beta hanya perlu dua hal saja, tempat kecil untuk menampung buku, dan pengelola yang suka rela dan memang passion-nya disitu”. (Wawancara Bunda Rofiko Rahayu Kabalmay via WhatsApp, 17 Januari 2021). Karena setelah buku tiba, harus ada para pihak yang mau mengelola buku di desa-desa pulau, seperti target dari gerakan ini. Tak berjarak lama dari pengiriman buku pertama, beberapa anak muda yang berdiam di desa pulau berdatangan di Rumah Belajar Binar Eksotika, mengajukan diri dan menyatakan bersedia mendirikan dan mengelola taman baca di desa masing-masing. Tercatat, setelah gerakan ini berjalan telah berdiri beberapa taman baca di desa pulau, khususnya di Kota Tual yang merupakan bagian dari Kepulauan Kei.

Kota Tual adalah daerah hasil pemekaran dari Kabupaten Induk Maluku Tenggara berdasarkan Undang-Undang Nomor Nomor 31 Tahun 2007 tentang Pembentukan Kota Tual di Provinsi Maluku. Kota Tual memiliki lima kecamatan, yaitu Kecamatan Pulau Dullah Selatan, Kecamatan Pulau Dullah Utara, Kecamatan Pulau Tayando Tam, Kecamatan Pulau-Pulau Kur dan Kecamatan Kur Selatan.

Desa yang berada di wilayah pulau berjumlah tujuh belas desa. Sepuluh desa dan tiga kelurahannya berada di wilayah daratan, sehingga Kota Tual memiliki 30 desa/kelurahan, dengan luas wilayah ±19.342,39 Km2. Dari total luas tersebut, ±254,39 Km2 merupakan daratan, dan ±19.088 Km2 adalah perairan. Dapat kita bayangkan, sebagian besar dari wilayah Kota Tual merupakan wilayah perairan atau lautan, sehingga kota yang dijuluki sebagai Kota MAREN ini juga dikenal sebagai Kota Tual Kepulauan. Jumlah pulaunya yang tercatat adalah enam puluh enam, tersebar di tiga gugusan pulau yakni gugus pulau-pulau Kur, gugus pulau Tayando Tam dan gugus pulau Dullah. (BPS Kabupaten Maluku Tenggara, 2018, Kota Tual Dalam Angka)

Target besar dari Gerakan Seribu Buku Untuk Anak Pulau adalah semua desa pulau atau desa-desa yang berada di pulau memiliki taman baca, dengan target utamanya desa pulau terjauh dan terpencil di Kota Tual yakni Desa Tiflen dan Desa Niela yang terletak di Pulau Mangur, sebuah pulau tersendiri di selatan Pulau Kur. Untuk Desa Niela sudah berdiri Rumah Baca Desa Niela yang terbentuk di bulan November 2020. Kemudian berdiri juga Taman Baca ITBA TAMEL Desa Tayando Yamru, serta Taman Baca Bib Titan Kusal Subyar di Desa Pulau Tayando Ohoi-El. Sehingga sudah tiga desa pulau yang memiliki taman bacaan inisiasi masyarakatnya sendiri dan difasilitasi oleh Gerakan Seribu Buku Untuk Anak Pulau, dalam hal penyediaan buku serta penguatan pengelola taman bacanya.

Buku hasil dari Gerakan Seribu Buku Untuk Anak Pulau, juga didonasikan kepada taman baca yang sudah ada sebelumnya di Kepulauan Kei sebelum gerakan ini digagas. Seperti Taman Baca AKSARA dan Taman Baca Batas Kota Kiom Bawah yang berada di Kecamatan Pulau Dullah Selatan, serta Taman Baca Desa Ohoitel di Kecamatan Pulau Dullah Utara. Buku-buku yang sudah disalurkan itu merupakan buku dari pengiriman pertama. Sedangkan buku pengiriman kedua dan ketiga (karena baru saja tiba di bulan Januari 2021) masih ada di Rumah Belajar Binar Eksotika, dan sedang dalam proses pemilahan buku sesuai kategori dan jenis buku.

Gerakan Seribu Buku Untuk Anak Pulau, tidak hanya mampu mendatangkan buku bagi anak-anak di desa pulau, tetapi telah berhasil membangun kesadaran bersama para pihak untuk membangun dan menghidupkan budaya literasi di desa-desa pulau yang ada di Kepulauan Kei, khususnya Kota Tual. Sadar Literasi ini ditandai dengan berdirinya beberapa taman baca di desa pulau, atas prakarsa murni dari masyarakat setempat.

Taman baca di desa, tidak bisa didirikan oleh orang dari luar desa. Karena jika itu dilakukan, sama artinya menjadikan masyarakat desa itu hanya sebagai objek dari inovasi yang sedang dilakukan. Harus masyarakat setempat dengan kesadaran sendiri membuka dan mendirikan taman baca itu, agar tumbuh rasa memiliki terhadap taman baca yang didirikan. Pihak luar desa, hanya berperan sebagai fasilitator yang membantu taman baca di desa mendapatkan buku serta memberikan penguatan terhadap pengelola taman baca. Inilah sinergi yang harus dibangun, agar budaya literasi dapat terus tumbuh dan membumi dimanapun berada.

Gerakan Seribu Buku Untuk Anak Pulau di Kepulauan Kei, Provinsi Maluku adalah bukti nyata peran aktif masyarakat dalam menumbuhkan dan membangun budaya literasi di daerah pedesaan. Gerakan ini membuktikan bahwa masyarakat kita adalah masyarakat madani (civil society) yang memiliki kesadaran bersama memajukan budaya literasi di tanah air Indonesia. Meski berupa komunitas terbayang (meminjam istilah Benedict Anderson), gerakan ini telah memberi rasa bahagia kepada anak-anak pulau dan memenuhi hak mereka untuk mendapatkan buku bacaan sesuai usia mereka. Gerakan ini berusaha menumbuhkan kecintaan anak pulau terhadap buku, dengan mengajak anak gemar baca buku. Buku tak lagi menjadi barang langka, tetapi sudah hadir dan dekat dengan mereka. Walaupun masih menjadi pekerjaan besar bersama, untuk dapat membangun taman baca di lima belas desa pulau lainnya.

Gerakan Seribu Buku Untuk Anak Pulau, dengan prinsip saling menguatkan, telah berhasil merangkul dan menggerakkan banyak pihak untuk bersama saling bantu atau maren menurut Bahasa Kei yang artinya gotong royong, demi terbentuknya desa sadar literasi di Kepulauan Kei.

Setelah Gerakan Seribu Satu Buku, Bunda Yayou berharap dapat membuat Gerakan Relawan Literasi dan membuat kegiatan kemah literasi sebagai ajang pertemuan semua komunitas dan pegiat literasi di Kepulauan Kei. Semoga semua harapan baik ini dapat terwujud, untuk kehidupan berliterasi yang lebih baik di bumi Larvul Ngabal atau Kepulauan Kei pada khususnya, dan tanah air Indonesia pada umumnya.

Daftar Pustaka:

  • INSISTPress, 2008, Imagined Comunities : Komunitas-Komunitas Terbayang.
  • Ayatayatadit.wordpress.com-15 Maret 2015
  • https://pustakabergerak.id/artikel/rumahku-taman-bacaku, 19 Oktober 2020
  • www.dpmptsp.maluku.com
  • BPS Maluku Tenggara, 2018, Kota Tual Dalam Angka
  • Wawancara via WA dengan Bunda Rofiko Rahayu Kabalmay, S.Psi (Inisiator Gerakan Seribu Buku Untuk Anak Pulau) pada 15 s/d 22 Januari 2021
  • Wawancara via WA dengan Susan Renel Found (salah satu Pengurus TBNE) 19 Januari 2021
  • Wawancara via WA Bebe Reyaan (Salah satu pengurus Gerakan Kei Cerdas) 15 Januari 2021

TENTANG PENULIS

Nihma lahir di Banyuwangi, Jawa Timur pada 3 Juli 1982. Menyelesaikan pendidikan SD hingga SLTA di Kabupaten Kepulauan Aru, Maluku dan melanjutkan study S1 di STPMD “APMD” Jogjakarta dengan mengambil Program Studi Ilmu Sosiatri (Pembangunan Sosial) yang diselesaikannya pada tahun 2004. Saat ini penulis berdomisili di Desa Tual, Kecamatan Pulau Dullah Selatan, Kota Tual, Provinsi Maluku. Selain sebagai Aparatur Sipil Negara yang bertugas pada Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Kota Tual, sehari-hari penulis menyibukkan dirinya di dunia literasi dengan mendirikan dan mengelola Taman Baca AKSARA dirumahnya bersama suami dan ketiga putra-putrinya.

Sejak kecil penulis sudah aktif di organisasi sekolah, dan pernah menjadi Ketua Osis pada SMP PGRI Benjina Kecamatan Pulau-Pulau Aru Tengah di Tahun 1996/1997, menjadi Sekretaris Osis pada SMA Negeri 1 Pulau-Pulau Aru Tahun 1998/1999 dan aktif di kepanduan atau gerakan pramuka. Semasa kuliah, penulis aktif di organisasi kemahasiswaan. Tercatat, pernah menjadi Ketua Himpunan Mahasiswa Jurusan Ilmu Sosiatri STPMD “APMD” Jogjakarta (2002/2003) dan Pemimpin Umum Lembaga Pers Mahasiswa Teropong STPMD “APMD” Jogjakarta (2003/2004).

Penulis pernah menjadi kontributor untuk Maluku pada media online puan.co, dan menulis opini pada media Ambon Ekspres dengan judul Kebijakan BDR di Masa Pandemi Covid -19 Jangan Menelan Korban Lagi. Tulisannya dengan judul Rumahku Taman Bacaku di website Pustakabergerak.id menjadi salah satu naskah yang akan diterbitkan, hasil Sayembara Menulis yang diselenggarakan oleh Pustaka Begerak Indonesia dalam rangka Bulan Bahasa dan Sastra pada Oktober 2020. Penulis juga pernah menjadi narasumber pada Kelas Orangtua Berbagi yang diselenggarakan oleh BP PAUD dan Dikmas Maluku dengan tema Ceriakan Belajar Anak Di Rumah Dengan Mendongeng dan Membacakan Buku Cerita, serta Narasumber pada Kelas Parenting yang diselenggarakan oleh Dharma Wanita Persatuan Kota Tual.

WA : 082199267939 ()
FB : Nihma dan Taman Baca Aksara
IG : @nihmarenuat.id
Email : [email protected]

Related Posts

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *