Bilik Pustaka

Kisah Perjalanan Gerakan Literasi Di Desa Warungbanten

”Neangan luang ti papada urang, neangan luang tina daluang, neangan luang tina kalangkang, neangan luang tina haleuang” adalah ajaran yang secara turun temurun menjadi budaya tutur di masyarakat adat Kasepuhan Cibadak di Desa Warungbanten, Kecamatan Cibeber, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten. Pengertiannya secara bebas dapat diartikan: mencari pengetahuan melalui pergaulan antar sesama kita, mencari pengetahuan dengan membaca, mencari pengetahuan dengan memahami melalui gambaran atau bayangan, mencari pengetahuan melalui tembang-tembang yang dinyanyikan (seni tradisional). Keempat poin ajaran tersebut menjadi dasar acuan membangun gerakan literasi oleh pemuda di Desa Warungbanten yang akan dipaparkan dalam perjalanan membangun gerakan literasi dengan memadukan unsur-unsur kearifan lokal yang masih terpelihara. Ajaran leluhur tersebut adalah semangat mencari ilmu pengetahuan yang tertanam pada generasi muda di Kasepuhan Cibadak hingga sekarang.

Awal Mula TBM Kuli Maca

Dalam Lampiran I Peraturan Daerah Kabupaten Lebak Nomor 8 Tahun 2015 Tentang Pengakuan, Perlindungan, dan Pemberdayaan Masyarakat Hukum Adat Kasepuhan, terdapat 522 komunitas adat yang terdiri dari: 6 Pupuhu Kasepuhan (Kasepuhan Induk), 308 Sesepuh Kampung (salah satunya Kasepuhan Cibadak di Desa Warungbanten), 180 Rendangan, dan 28 Gurumulan. Hingga saat ini secara keseluruhan tradisi budaya Kasepuhan Banten Kidul masih terjaga, dan diwariskan secara turun-temurun. Masyarakat adat menjalani hidup kesehariannya sesuai dengan prinsip Tilu Sapamulu, Dua Sakarupa, Nuhiji Eta-eta Keneh. (Abdul Malik: 2016).

Tilu Sapamulu artinya Tiga Prinsip yang harus ditaati, yakni Negara, Agama dan Mokaha (Adat). Dua Sakarupa berarti adanya keseimbangan hidup antara menjaga alam dan kehidupan. Hal ini termanifestasikan dalam kehidupan masyarakat adat bagaimana mengelola keseimbangan sumber daya alam. Masyarakat adat kasepuhan adalah penjaga dan sekaligus pengelola alam. Sedangkan yang dimaksud Nuhiji Eta-eta Keneh, adalah ajaran yang meyakini bahwa semua laku hidup perjalanan manusia akan kembali kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Masyarakat Desa Warungbanten masih kuat dengan tradisi adat warisan nenek moyang (karuhun). Namun dari waktu ke waktu seiring perkembangan jaman, tradisi adat semakin terkikis bahkan nyaris hilang. Mengimbangi perkembangan jaman serba modern yang cenderung meninggalkan tradisi kearifan lokal, adalah Ruhandi, Kepala Desa atau Jaro Warungbanten bersama para pemuda di desanya mengadakan musyawarah menggagas pendirian Taman Bacaan Masyarakat (TBM) Kuli Maca pada 3 Juli 2014 di Rumah Adat Kasepuhan Cibadak dihadiri para sesepuh adat dan tokoh masyarakat. Nama “Kuli Maca” mengandung makna, Kuli: buruh (pekerja harian) dan Maca: membaca, yang berarti “Buruh Baca”. Jika buruh bangunan upahnya adalah uang, namun buruh baca upahnya ilmu pengetahuan dan wawasan. Secara filosofis Kuli Maca adalah upaya pemuda desa bekerja keras menggali ilmu pengetahuan dan membuka wawasan dengan gerakan literasi bertujuan membangun desa agar bangkit dari ketertinggalan.

Para sesepuh adat Kasepuhan Cibadak menyetujui pendirian TBM Kuli Maca lantaran tujuannya sesuai dengan ajaran para leluhur sebagaimana disebutkan di awal tulisan. Kemudian mempersilakan Rumah Adat untuk ditempati sebagai sekretariat karena dianggap lebih strategis. Komplek Rumah Adat Kasepuhan Cibadak terdiri; Imah Gede (Rumah besar yang dijadikan tempat musyawarah), Imah Singgah (Rumah penginapan), Ajeng (Aula) Dapur Umum, Saung Lisung (Saung tempat menumbuk padi) dan Gudang. Selain enam bangunan utama juga terdapat lapangan serba guna yang biasa digunakan bermain oleh anak-anak, pemuda dan masyarakat untuk berolahraga, dan menjemur padi di kala musim panen.

Langkah Awal

Pada awal pendiriannya, TBM Kuli Maca diharapkan dapat menjadi wadah yang bermanfaat bagi masyarakat Kasepuhan Cibadak dan umumnya bagi masyarakat sekitar Desa Warungbanten. TBM Kuli Maca bukan hanya tempat untuk membaca atau menulis, tetapi menjadi tempat berdiskusi bagi pelajar dan masyarakat berbincang seputar permasalahan pendidikan, persoalan sosial dan juga untuk menjaga dan melestarikan budaya. Lebih jauh lagi, TBM Kuli Maca diharapkan menjadi wadah yang bisa mencetak generasi unggulan untuk mengisi pembangunan desa tanpa meninggalkan budaya dan kearifan lokal yang ada.

Langkah pertama memulai gerakan literasi di desa Warungbanten dilakukan para pemuda, selanjutnya disebut relawan literasi, membuat sebuah kesepakatan bersama masyarakat untuk mengumpulkan buku yang ada di rumah masing-masing lalu dikumpulkan di TBM Kuli Maca sebagai modal permulaan koleksi bahan bacaan. Upaya yang dilakukan semacam kenclengan (urunan) buku itu kemudian dinamakan Gerakan Satu Rumah Satu Buku. Hampir setiap hari di bulan-bulan pertama berdirinya TBM Kuli Maca, para relawan berkeliling Desa Warungbanten mendatangi satu persatu rumah-rumah warga untuk mengumpulkan buku-buku bekas yang sekiranya sudah tidak dibaca dan digunakan oleh pemiliknya sambil mensosialisasikan keberadaan TBM Kuli Maca yang bertempat di Rumah Adat dan mengajak warga agar membawa putra-putrinya untuk bermain, membaca, dan belajar bersama.

Meskipun sebagian besar buku-buku yang terkumpul dari gerakan Satu Rumah Satu Buku adalah buku-buku bekas yang kebanyakan buku paket sekolah dan LKS (Lembar Kerja Siswa) yang sudah tidak terpakai, namun bagi para relawan, ini merupakan sebuah penghargaan yang tidak ternilai diberikan masyarakat kepada TBM Kuli Maca. Dan sejatinya, sejak didirikan memang bergerak dari warga oleh warga dan untuk warga. Oleh karenanya gerakan literasi yang bertujuan menumbuhkembangkan minat baca masyarakat bukan sekedar program TBM Kuli Maca, namun para relawan terus berupaya mengajak masyarakat untuk membiasakan membaca, karena layaknya seperti makan, membaca adalah kebutuhan yang harus terpenuhi setiap hari dan buku adalah makanan pokoknya. Oleh karenanya, pengembangan minat baca melalui gerakan literasi di Desa Warungbanten bukan pula program Pemerintah Desa melainkan diharapkan menjadi kebutuhan masyarakat. Singkatnya, pengembangan literasi bukanlah program Pemerintah Desa melainkan suatu kebutuhan masyarakat.

Gerakan Satu Rumah Satu Buku semakin menjalar ke luar desa melalui para pemuda yang menempuh pendidikan (baca: kuliah) di berbagai kota yang karena kecintaannya pada kampung halaman, mereka rela menggalang donasi buku dari teman-teman sesama mahasiswa dan mereka membawa pulang sebagai oleh-oleh untuk disumbangkan di TBM Kuli Maca. Gerakan Satu Rumah Satu Buku berlangsung selama enam bulan pertama dan dirasa cukup sebagai gerakan awal yang dilakukan para relawan. Hal tersebut menjadi unsur dalam penerapan ajaran “Neangan luang ti papada urang” dengan cara bergotong royong bersama-sama mengumpulkan buku-buku sumber ilmu pengetahuan tujuannya untuk disediakan kepada masyarakat. Hal ini juga sejalan praktik ajaran leluhur, “Neangan luang tina daluang”.

Seiring berjalannya Gerakan Satu Rumah Satu Buku, dilaksanakan juga kegiatan rutin yang lain, yakni Gerakan Minggu Membaca. Gerakan ini dilaksanakan setiap Minggu dimulai pukul 08.30-15.30 WIB. Kegiatan ini sudah menjadi agenda rutin yang berlangsung sejak 2014 sampai sekarang. Dibimbing dan dipandu para relawan, anak-anak berkumpul dan belajar bersama di Ajeng komplek Rumah Adat. Kegiatan yang dilakukan antara lain: membaca bersama dengan suara nyaring, berhitung dan menulis, permainan edukatif, membuat kerajinan tangan, belajar bermain musik tradisional (angklung buhun dan dogdog lojor), bernyanyi dan menari. Hingga saat ini, proses regenerasi terus dilakukan agar seluruh program kegiatan tetap berjalan. Mereka yang dulunya hanya sebagai anggota kemudian menjadi relawan aktif sambil belajar berorganisasi dan saat ini berperan sebagai pengurus TBM Kuli Maca.

Setiap hari Minggu juga menjadi jadwal para relawan berkumpul membicarakan perkembangan dan program kegiatan yang akan dilaksanakan selanjutnya. Tidak jarang pada hari Minggu tertentu, Komplek Rumah Adat Kasepuhan Cibadak dikunjungi tamu baik dari desa sekitar maupun dari luar daerah. Jika tamu yang datang dari luar daerah biasanya datang pada hari Sabtu dan pulang Minggu sore. Ada juga yang tinggal beberapa hari. Juga ada yang sengaja datang khusus untuk mengunjungi TBM Kuli Maca. Mereka terdiri dari komunitas atau kelompok mahasiswa yang bertujuan melakukan studi dan penelitian tentang tradisi adat Kasepuhan Banten Kidul, seperti yang pernah dilakukan kelompok mahasiswa Universitas Raden Ageng Tirtayasa (Untirta) dengan tujuan menggali cerita rakyat dalam budaya lisan yang masih hidup di Kampung Adat Kasepuhan Cibadak.

TBM Kuli Maca sebagai tempat berkumpulnya para relawan literasi di Desa Warungbanten untuk pertama kalinya kedatangan tamu dari pengurus Forum Taman Bacaan Masyarakat (F-TBM) Provinsi Banten pada sekitar awal tahun 2015 dan menjadi kesempatan terbukanya jaringan komunikasi antar pegiat literasi di Banten. Selain mendapat pembinaan tata kelola dan pengembangan sumber daya, juga terbukanya akses jaringan para pegiat literasi yang lebih luas dari berbagai wilayah di Indonesia, dan yang lebih penting dari semua itu adalah kesadaran bahwa gerakan literasi yang telah dilakukan para pemuda desa ternyata tidak sendiri, jaringan komunikasinya sampai ke penjuru tanah air dalam semangat yang sama, yakni membangun solidaritas antar sesama pegiat dan relawan literasi.

Dukungan penuh para Sesepuh Adat pada gerakan literasi yang dilakukan para pemuda menjadi api semangat upaya memajukan desa. Memasuki tahun kedua (2015) setelah berdirinya TBM Kuli Maca, demi membangun jaringan dan menggali pengalaman dari para pegiat literasi yang sudah lebih dulu berkiprah, dimulai dari Kampung Literasi TBM Kedai Proses di Rangkasbitung dikelola DC Aryadi yang saat itu menjadi Ketua F-TBM Provinsi Banten sebagai kunjungan balasan beberapa bulan sebelumnya, Jaro Ruhandi, Kepala Desa Warungbanten yang menjadi aktor utama pembangunan literasi di desanya, melakukan studi banding berdua bersama Rafik Irawan, Ketua TBM Kuli Maca dengan mengendarai sepeda motor rencananya mengunjungi beberapa komunitas literasi di Jawa Tengah, yakni ke Kampung Literasi Wadas Kelir Purwokerto yang dikelola Heru Kurniawan, kemudian singgah di TBM Mata Aksara, Yogyakarta yang diasuh Heni Wardatur Rohmah dan rencana awal akan berkunjung ke Kampung Literasi Radio Buku di Bantul, Yogyakarta namun waktu yang terlalu sempit sehingga batal dilakukan, dan rencana kunjungan tersebut baru terealisasi tiga tahun kemudian pada kegiatan Workshop Pengembangan Kampung Literasi di TBM Harapan Kota Yogyakarta tahun 2018 di mana Jaro Ruhandi diundang sebagai peserta.

Perjalanan pulang-pergi Lebak-Yogyakarta dengan bersepeda motor selama lima hari lima malam itu, hanya beristirahat di pom bensin atau di mushola yang ada di sepanjang rute perlintasan. Semua dilakukan tidak lain demi sebuah niat dan tekad untuk meningkatkan harkat dan martabat Desa Warungbanten. Napak tilas bagi perjalanan gerakan literasi untuk lebih menguatkan cita-cita TBM Kuli Maca memberi manfaat kecerdasan bagi masyarakat akan dibagi pengalaman tersebut dengan para relawan setibanya di kampung halaman. Sebuah langkah awal dimulainya perjalanan panjang mengukir sejarah literasi di Kampung Adat Kasepuhan Cibadak. Adat dan tradisi yang menjadi jatidiri masyarakat. Dimana ajaran “Neangan luang ti papada urang” benar-benar dipraktikkan.

Media sosial menjadi salah satu sarana penting untuk sosialisasi dan promosi keberadaan TBM Kuli Maca. Para relawan aktif mengunggah foto-foto kegiatan sembari menceritakan keindahan alam desa yang harus dijaga dan tidak lupa mengajak warganet untuk berkunjung. Hingga memasuki tahun ketiga, TBM Kuli Maca mulai dikenal luas di kalangan pegiat literasi Banten. Kunjungan komunitas Motor Literasi (Moli) yang dipimpin Firman Venayaksa yang pada saat itu menjabat sebagai Ketua PP F-TBM pada Minggu, 14 Mei 2017 ke Komplek Rumah Adat Kasepuhan Cibadak menjadi momen sangat berati. Sebanyak 80 motor terdiri dari Moli Chapter Serang, Cilegon dan Tangerang. Tour Literasi komunitas Moli bertujuan menyerahkan donasi buku KPK untuk tujuh TBM di Pandeglang, satu TBM di Bayah dan berakhir di komplek rumah adat Kasepuhan Cibadak. Beberapa hari sebelumnya, masyarakat sangat antusias bersiap-siap menyambut kedatangan Komunitas Moli. Maka tidak heran jika ditampilkan beragam kesenian tradisonal khas, seperti Tarian Angklung Buhun, Dogdog Lojor, Kacapi Suling dan Bendrong Lisung. Kemeriahan menyambut tamu kehormatan layaknya sebuah pesta rakyat yang membuat anggota komunitas Moli merasa dimuliakan.

Tidak hanya pertunjukan kesenian khas tradisonal, komunitas Moli juga dihidangkan berbagai sajian kuliner tradisonal aneka penganan kampung, seperti Jojorong, Pasung, Papais, Rangda Kaudan, dan Kelepon. Juga digelar nasi liwet, ikan asin, sambel terasi dan lalapan segar yang dipetik langsung dari kebun sekitar. Pada momen tersebut Jaro Ruhandi berkesempatan memperkenalkan kepada pihak luar tentang tradisi budaya khas masyarakat adat. Bahwa apapun kegiatan dan acara yang dilaksanakan di desa Warungbanten, baik resmi maupun tidak resmi, dan apapun yang dipersembahkan atau disajikan harus berupa kekhasan tradisi sendiri. Para relawan TBM Kuli Maca sesungguhnya tengah mempratikkan ajaran “Neangan luang ti papada urang dan neangan luang tina haleuang”.

Kearifan Lokal, Enam Literasi Dasar dan Empat Kompetensi Abad 21

Enam Literasi Dasar sebagai pegangan pokok pegiat literasi, yaitu; Literasi Baca Tulis, Literasi Numerasi, Literasi Finansial, Literasi Sains, Literasi Digital, dan Literasi Budaya dan Kewargaan. Pegiat literasi juga harus memiliki Empat Kompetensi yang wajib dikembangkan sebagai bekal keterampilan abad 21 atau yang lebih dikenal oleh keterampilan generasi milenial, yakni; Berfikir Kritis, Komunikatif, Kreatif dan Kolaboratif. Sehingga melahirkan generasi yang memiliki karakter moral dan kinerja yang berintegritas.

Dalam tradisi Adat Kasepuhan Cibadak, pokok-pokok pikiran tentang kecakapan literasi sebagaimana disebutkan diatas jika dielaborasi secara menyeluruh memiliki irisan yang sama dengan ajaran para sesepuh yang sejak ratusan tahun silam hidup di tengah masyarakat. Di Kampung Adat Kasepuhan Cibadak terdapat hutan adat yang oleh para sesepuh dinamakan Dungus Ki Bujangga, di dalam hutan tersebut terdapat situs, masyarakat menyebutnya situs Batu Nyuncung atau Batu Tumpeng. Situs berbentuk piramida terdapat dinding-dinding batu yang mengelilingi area situs ini. Nama Ki Bujangga dipercaya oleh para sesepuh adat sebagai seorang pujangga. Maka tak heran jika tradisi leluhur Kasepuhan Cibadak sangat dekat dengan gerakan literasi di era kekinian. Dari elaborasi tersebut didapat empat poin dari rumus 4+6+4 yang dihasilkan melalui perpaduan unsur Kearifan Lokal, kecakapan Enam Literasi Dasar, dan Empat Kompetensi Abad 21 di era milenial.

Pertama, Neangan luang ti papada urang, artinya belajar, mencari ilmu dan wawasan pengetahuan bisa didapat dari antar sesama kita, melalui diskusi berbagi ilmu dan bertukar pengalaman serta membangun jaringan. Ini merupakan salah satu dari empat Kompetensi Abad 21 yakni kolaborasi. Sedangkan dalam kecakapan Enam Literasi Dasar berkolaborasi dan berjejaring dapat membangun kesadaran Literasi Budaya dan Kewargaan.

Kedua, Neangan luang tina daluang, artinya belajar atau mencari ilmu dan wawasan pengetahuan dari kertas (daluang) atau serat atau manuskrip yaitu dengan membaca. Terkait dengan petuah ini, literasi dasarnya adalah Literasi Baca Tulis dan juga Literasi Numerasi. Maka dengan membaca maka wawasan kita akan semakin bertambah dan dengan sendirinya kita akan lebih kritis terhadap setiap persoalan di depan mata yang dalam Kompetensi Abad 21 disebut Berpikir Kritis dan Komunikatif.

Ketiga, Neangan luang tina kalangkang, artinya belajar atau mencari ilmu dan wawasan pengetahuan dari bayang-bayang. Kalangkang yang artinya bayang-bayang atau gambaran dapat ditafsirkan sebagai cermin untuk memahami siapa diri kita. Kalangkang juga diartikan sebagai sarana refleksi diri menengok sejarah masa lalu dan belajar daripadanya. Neangan luang tina kalangkang dapat juga disimpulkan menggali pengetahuan dari sejarah masa lalu. Di sisi lain, kalangkang juga dapat diartikan sebagai gambaran sebagaimana terdapat dalam kesenian wayang kulit. Sebuah gambaran visual yang sejak jaman leluhur sudah bisa dibayangkan akan seperti apa masa depan anak cucu mereka.

Pasal 5 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2017 Tentang Pemajuan Kebudayaan menyebutkan 10 Objek Pemajuan Kebudayaan poin (e) pengetahuan tradisinal; dan (f) teknologi tradisional (Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan: 2018). Pada poin ini ada beberapa yang terkait dengan kecakapan Enam Literasi Dasar, yakni Literasi Sains, Literasi Digital, dan Literasi Budaya dan Kewargaan. Menggali pengetahuan masa lalu dalam hal ini, pengetahuan tradisonal dan teknologi tradisional dapat dikaitkan dengan Kecakapan Enam Literasi Dasar. Sementara dalam Kompetansi Abad 21, kreatifitas dapat dibangun melalui pengetahuan tradisional masalalu yang diupgrade secara inovatif secara digital.

Keempat, Neangan luang tina haleuang, artinya belajar atau mencari ilmu dan wawasan pengetahuan dengan mempelajari tembang-tembang (mocopat) yang dikemas dalam ragam ekspresi kesenian tradisional. Dalam nasihat atau ajaran terakhir ini sangat erat kaitannya dengan Kompetensi Abad 21 yaitu Kreatif, Komunikatif, Kolaboratfi dan tentunya Kritis. Sebab dalam tembang-tembang tersebut biasanya berisi nasehat dan kritik mengenai persoalan kehidupan manusia. Sesuai kecakapan Enam Literasi Dasar sangat erat kaitannya dengan Literasi Budaya dan Kewarganegaraan.

Dalam membangun gerakan literasi, TBM Kuli Maca memadukan ketiga unsur tersebut sebagai batu pijak dalam menyusun langkah memajukan desa melalui pengembangan budaya baca. Kasepuhan Adat Cibadak terbuka bagi siapapun yang ingin memberikan kontribusi nyata bagi peningkatan pemberdayaan masyarakat serta kemajuan desa yang tujuan akhirnya adalah kesejahteraan bersama dengan tetap menjaga tradisi. Para sesepuh kerap mengatakan, untuk hal kebaikan tradisi adat boleh ditambahkan, akan tetapi tidak boleh dikurangi apalagi dihilangkan.

Pojok Baca di Tiap Sudut Desa

TBM Keliling merupakan salah satu program yang dilaksanakan para relawan, pada mulanya bermaksud melakukan gelaran buku ke sekolah-sekolah atau tempat-tempat keramaian anak-anak bermain di kampung pada waktu-waktu tertentu. Setiap kegiatan yang dilakukan, para relawan selalu mengunggah foto-foto kegitan di media sosial. Namun seiring perkembangannya, TBM Kuli Maca yang mendapat respon positif dari sejumlah kalangan masyarakat luas, baik komunitas maupun lembaga donatur yang kemudian memberikan donasi buku untuk menambah koleksi bahan bacaan, dengan demikian jumlah buku di TBM Kuli Maca semakin bertambah. Sejalan dengan kebutuhan buku yang diinginkan oleh masyarakat kemudian para relawan berinisiatif membuat pojok baca untuk memenuhi kebutuhan bacaan.

Berkoordinasi dengan tujuh Ketua RW atau Kepala Kampung, yaitu; Kampung Warungbanten, Kampung Cibadak, Kampung Ciparay, Kampung Nagajaya, Kampung Kadukalahang, Kampung Cikoneng dan Kampung Nagrak, para relawan menentukan titik-titik lokasi pojok baca untuk menyimpan buku-buku. Buku-buku yang terkumpul di TBM Kuli Maca maupun Perpusdes Kuli Maca kemudian diedarkan ke setiap pojok baca. Atas kesepakatan para Ketua RW maka dibuatkan pojok baca berupa rak buku di setiap RT. Pojok-pojok baca dibuat di rumah Ketua RT, dari 16 RT di Desa Warungbanten memang belum semuanya terpenuhi, tetapi lebih dipriorotaskan di Posyandu dengan menyediakan bahan bacaan bagi ibu-ibu yang memeriksa kesehatan sambil mengantri giliran dan di Pos Kamling atau Ronda, membaca buku sambil menjaga keamanan lingkungan kampung di malam hari.

Membangun Jaringan

Upaya memajukan desa melalui TBM Kuli Maca dimana buku sebagai basis utamanya terus dikembangkan para relawan dalam membuka akses jaringan kerjasama dengan berbagai komunitas dan lembaga yang berkonsentrasi pada pembangunan desa. Ajaran para sesepuh adat berbunyi Neangan luang Ti Papada Urang menjadi dasar menjalin kerjasama dan membangun jaringan. Semangat berkolaborasi didasari tradisi Adat Kaolotan Cibadak yang inklusif sangat memungkinkan untuk membangun jaringan komunikasi dan kerjasama dengan semua pihak. Selain membangun jaringan antar pegiat literasi seperti Forum TBM dan Motor Literasi, TBM Kuli Maca juga ikut berperan aktif dalam Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), Yayasan Bina Desa, Sawit Watch, Jaringan Kerja Pemetaan Partisipatif (JKPP) dan lembaga serta komunitas lainnya. Begitupun kerjasama dilakukan dengan Sekolah, Perguruan Tinggi, dan Pemerintah Daerah.

Dinas Kearsipan dan Perpsutakaan Kabupaten Lebak, Pemerintah Desa Warungbanten, melalui TBM Kuli Maca membangun Perpustakaan Desa dengan nama yang sama, yakni Perpusdes Kuli Maca yang direkomendasikan untuk mengikuti Lomba Perpustakaan Desa/ Kelurahan tingkat Provinsi Banten 2017 dan berhasil meraih Juara Pertama. Dari 34 provinsi di seluruh Indonesia, Perpusdes Kuli Maca mewakili Provinsi Banten dalam Lomba Perpustakaan Desa/ Kelurahan yang diselenggarakan Perpustakaan Nasional dan berhasil meraih 5 besar (Juara Ke-5).

Desa Warungbanten menjalin kerjasama dengan Jaringan Kerja Pemetaan Partisipatif (JKPP) pada tahun 2018. Pemetaan partisipatif dilakukan untuk mengetahui data potensi sumberdaya alam, data sosial, potensi ekonomi, kerentanan, pemanfaatan, pengelolaan, dan perlindungan sumberdaya alam dala tata guna lahan desa. Melibatkan para pemuda desa melakukan pengamatan lapangan/observasi untuk memverifikasi data yang telah diperoleh, khususnya data-data yang bersifat kualitatif adalah benar adanya: tata guna lahan, batas administratif desa, kondisi fasilitas umum dan fasilitas sosial. Dengan melakukan pengamatan lapangan secara langsung/observasi, data yang diperoleh dapat dipertanggungjawabkan. Pemetaan partisipatif merupakan survei lapangan dan pengambilan titik koordinat batas desa, fasilitas umum, fasilitas sosial secara partisipatif dengan melibatkan masyarakat Desa Warungbanten sebagai pelaku utama dari kegiatan tersebut.

Selain itu, pemuda Desa Warungbanten menjalin kersama dengan Yayasan Bina Desa dalam pengembangan pertanian alami. Kampanye penggunaan pupuk alami oleh para pemuda kepada masyarakat yang hampir seluruhnya berprofesi sebagai petani terbilang berhasil. Meskipun pada awalnya mendapat resistensi dari masyarakat dikarenakan mereka terbiasa menggunakan pupuk kimia. Berbagai pelatihan dilaksanakan para pemuda untuk memberikan pemahaman dan penguasaan mengolah pupuk alami. Hingga akhirnya masyarakat dapat membuat pupuk sendiri yang bahannya tersedia di alam sekitar desa. Kerjasama dengan Sawit Watch untuk pemberdayaan masyarakat desa dikuatkan untuk melakukan pemetaan potensi sosial dan ekonomi desa. Sedangkan dengan AMAN dalam rangka membangun ketahanan lembaga adat.

Direkomendasikan oleh Pengurus Pusat F-TBM, Desa Warungbanten melalui TBM Kuli Maca menerima penghargaan dari Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia sebagai TBM Kreatif-Rekreatif pada September 2018 pada perayaan Festival Literasi Indonesia di Deli Serdang, Sumatra Utara. Kemudian pada tahun 2019 mendapat program Kampung Literasi dari kementeriaan yang sama. Jika di awal-awal pengembangan gerakan literasi, Jaro Ruhandi mengunjungi beberapa Kampung Literasi yang sudah berjalan terlebih dulu, kini saatnya mendapatkan kesempatan untuk menyelenggarakan program Kampung Literasi di desanya sendiri yang sesungguhnya seluruh praktik dari kegiatan tersebut sudah dilaksanakan beberapa tahun sebelumnya.

Salah satu tujuan pokok dari gerakan literasi adalah pengembangan ekonomi bagi masyarakat di desa. Awal tahun 2019 Jaro Ruhandi bersama para relawan literasi merancang kegiatan Pasar Malam Minggu yang digelar di sekitar Alun-alun Kasepuhan Cibadak. Sesuai dengan namanya, kegiatan dilakukan setiap malam Minggu mulai sore hingga malam hari. Adapun komoditas yang dijual di pasar tersebut adalah hasil perkebunan seperti sayur mayur, buah-buahan, ikan air tawar yang semuanya dihasilkan dari desa setempat. Ada juga makanan dan minuman khas Desa Warungbanten. Sedangkan pembeli dan pelanggan setianya adalah masyarakat desa dan sekitarnya yang sengaja berkunjung untuk sekadar bersilaturahmi dan menghabiskan akhir pekan. Sebab setiap kegiatan Pasar Malam Minggu digelar, para relawan literasi melakukan pemutaran film layar tancap yang tidak jarang filim-film yang diputar adalah rekaman video kegiatan masyarakat setempat yang direkam oleh para relawan semisal pada saat acara perayaan adat Kasepuhan Cibadak seperti Seren Taun, Panen Raya, dan lain sebagainya.

Selain itu, Jaro Ruhandi juga berusaha mengangkat potensi ekonomi masyarakatnya seperti kerajinan tangan berupa anyaman, ukiran, dan pembuatan alat musik tradisional. Begitupun potensi ekonomi yang dikembangkan melalui peternakan domba, perikanan, budidaya penanaman rempah-rempah seperti jahe, kunyit, lengkoas, dan lain-lain. Dan yang paling mutakhir, Jaro Ruhandi membentuk kelompok petani gula aren yang hasilnya diolah menjadi gula semut (bubuk) dipasarkan melalui jaringan kerjasama komunitas di beberapa daerah. Semua kegiatan upaya mengangkat potensi ekonomi tersebut disinergakan dengan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) Dewara Desa Warungbanten. Sehingga akhirnya usaha tersebut mendapat penghargaan dari Kemndes PDTT RI sebagai BUMDes Inovatif Terbaik Tingkat Nasional pada Program Inovasi Desa tanggal 25 November 2019.

Bersama Buku Desa Maju

Melalui buku-buku bacaan yang ditempatkan di pojok-pojok baca di setiap RT, warga menjadi akrab dengan buku. Mayoritas warga desa Warungbanten berprofesi sebagai petani. Sementara profesi pedagang, guru, sopir dan pekerja bangunan adalah profesi pokok yang dilakukan disamping mereka juga tetap bertani mengolah sawah dan kebun (huma). Di waktu-waktu luang, mereka menyempatkan diri membaca buku yang tersedia yang disediakan bahkan di kandang ternak domba. Upaya relawan TBM Kuli Maca mendekatkan buku kepada masyarakat terus dilakukan untuk menepis opini rendahnya minat baca masyarakat Indonesia sebagaimana survei yang dilansir UNESCO tahun 2012, minat baca masyarakat Indonesia hanya 0,001%. Artinya, dari 1.000 penduduk, hanya satu orang yang membaca. Di tahun 2014, anak-anak Indonesia membaca hanya 27 halaman buku dalam satu tahun.

Sedangkan menurut hasil kajian yang dilakukan Perpustakaan Nasional tahun 2015 di 12 provinsi dan 28 kabupaten/kota di Indonesia, menunjukan minat baca masyarakat termasuk kategori rendah (25,1). Yang kemudian membuat persoalan literasi adalah persoalan penting, perkara genting. Tapi bagaimana menyiapkan masa depan negeri ini jika tingkat literasi begitu rendah. Tidak ada negara yang maju tanpa buku. (Petu njuk Teknis Apresiasi TBM Kreatif-Rekreatif: 2018).

“Tidak ada negara maju tanpa buku,” adalah ungkapan yang menginspirasi bagi relawan TBM Kuli Maca untuk terus berupaya mendekatkan buku kepada masyarakat agar jendela pengetahuan terbuka dan pada akhirnya desa akan maju dengan membaca buku. Hal tersebut dibuktikan dengan inisiatif para relawan mengajak ibu-ibu Desa Warungbanten mempraktikan apa yang telah dibaca oleh mereka. Diantaranya adalah mempraktikan resep masakan dan membuat kue dari buku bacaan yang tersedia dalam sebuah momen keakraban dan merasakan bersama-sama manfaat dari membaca buku.

Memadukan berbagai kreatifitas kerajinan tangan yang sudah ada di desa dengan wawasan pengetahuan yang tersedia di dalam buku bacaan. Diantara sekian eksperimen relawan dalam mengaplikasikan pengetahuan yang didapat dari buku bacaan, kerajinan tangan yang sampai saat ini terus berkembang dan mendapat pemasaran yang cukup lumayan untuk menghidupi para pengrajin. Pada setiap kesempatan Jaro Ruhandi selalu membawa tas kanderon khas kerajinan Desa Warungbanten sebagai promosi dan yang diberikan sebagai kenang-kenangan.

Melalui buku para relawan TBM Kuli Maca bersalaman membangun jaringan komunikasi dan kerjasama dengan sejumlah pihak baik komunitas maupun lembaga swadaya masyarakat yang peduli terhadap kemajuan desa. Dengan buku pula relawan TBM Kuli Maca berhasil membawa desa Warungbanten memasuki kancah pergaulan lintas pegiat literasi secara lebih luas lagi. Jaro Ruhandi meyakini, dengan buku Desa Warungbanten menjadi desa yang literat dimana warga masyarakatnya memiliki tingkat kecakapan dalam menjalani hidup sehari-hari sebagaimana aturan adat yang terus menaungi.

Beberapa Pencapaian

Melalui gerakan literasi, para relawan TBM Kuli Maca telah berhasil membawa Desa Warungbanten dapat dikenal di tingkat Nasional. Sejak didirikan tahun 2014, kisah perjalananya telah barhasil meraih capaian-capaian yang cukup membanggakan. Semua prestasi yang telah dicapai tidak lain berkat kerja keras para relawan sebagai bakti kepada tanah kelahiran untuk tetap menjaga tradisi adat.

Berikut beberapa pencapaian yang berhasil diraih, baik secara kelembagaan maupun secara personal Jaro Ruhandi sendiri sebagai Kepala Desa maupun sebagai pegiat literasi.

  • Penghargaan Bupati Lebak atas dedikasi sebagai pegiat Kampung Literasi di Kecamatan Cibeber, Kabupaten Lebak, Banten, 2 Mei 2017.
  • Penghargaan dari Ikatan Penerbit Indonesia (IKAPI) Pengurus Daerh Banten atas jasa serta dedikasi dalam membangun masyarakat literasi di Provinsi Banten, 16 Mei 2017.
  • Penghargaan dari Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Banten sebagai Juara I Lomba Perpustakaan Desa/ Kelurahan tingkat Provinsi Banten, 17 Mei 2017.
  • Juara Ke-5 mewakili Provinsi Banten dalam Lobam Perpustakaan Desa/ Kelurahan diselenggarakan Perpusnas RI, 13 September 2017.
  • Penghargaan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI sebagai TBM Kreatif-Rekreatif, 8 September 2018.
  • Penghargaan Kemendes PDTT RI sebagai Desa Prakarsa dan Inovatif tahun 2018.
  • Penghargaan Kemendes PDTT RI sebagai BUMDes Inovatif Terbaik Nasional Program Inovasi Desa, 25 November 2019.
  • Penghargaan 75 Ikon Apresiasi Prestasi Pancasila 2020 dari Badan Pembinaan Ideologi Negara sebagai Social Enterpreneur, 12 Agustus 2020.
  • Penghargaan dari Komisi Informasi Provinsi Banten sebagai Ekshibisi Keterbukaan Informasi Publik, 9 Desember 2020.

Menurut Jaro Ruhandi, apa yang telah diraih bersama para relawan TBM Kuli Maca bukan semata-mata tujuan untuk menjadi juara, baginya itu hanyalah bonus, tugas yang utama adalah ikut serta dalam membangun Indonesia dari pinggiran lewat kerja nyata mengembangkan literasi untuk mencetak generasi yang cinta buku, gemar membaca buku dan mau berbagi ilmu pengetahuan melalui buku yang pada akhirnya membangun literasi untuk kesejahteraan masyarakat desa.

Harapan dan Tantangan

Tanggal 3 Juli 2014 adalah titik tolak bagi relawan TBM Kuli Maca melakukan perubahan di Desa Warungbanten menuju masyarakat yang literat sejalan dengan Visi Misi yang telah dicanangkan. Dalam catatan Kementerian Desa PDTT, kabupaten Lebak adalah salah satu kabupaten di provinsi Banten dengan 28 kecamatan dan 340 desa plus 5 kelurahan yang merupakan termasuk kategori Daerah Tertinggal. Sejalan dengan Program Nawacita Presiden Joko Widodo yang menjadikan desa sebagai ujung tombak pembangunan nasional, Pemerintah Desa Warungbanten melaksanakan program peningkatan daya saing desa dengan membangun fasilitas sarana dan infrasturktur desa. Hal tersebut sebagaimana tertuang dalam RPJM-Des yang sudah berjalan, yang sedang berjalan dan yang akan dilaksanakan.

Pembangunan infrasturktur desa harus diimbangin dengan pembangunan sumber daya manusianya. Jika infrastuktur desa yang dibangun tidak bertahan lama, namun upaya pembangunan sumber daya manusia akan bertahan selamanya. Bahkan dengan pemberdayaan masyarakat yang optimal, desa akan lebih maju dan pada poin ini, keberadaan TBM Kuli Maca mengambil banyak peranan. Harapan para relawan untuk memajukan desa melalui gerakan literasi yang bertujuan pengembangan sumber daya manusia dapat memberikan manfaat yang berarti bagi kemajuan Desa Warungbanten.

Tidak ada tantangan yang tidak bisa diterjang. TBM Kuli Maca Desa Warungbanten terletak di kaki pegunungan Halimun-Salak merupakan suatu desa di wilayah selatan Banten yang jika listrik padam akses internet pun terhneti. Untuk menuju ke desa tersebut harus melintasi jalan yang kurang ramah, terjal dan mendaki. Dari desa terpencil itulah para relawan TBM Kuli Maca bergerak membukakan jendela dunia bagi masyarakat desa melalui gerakan literasi. Merawat adat tradisi dan mengembangkan potensi budaya menuju desa yang maju. Salam Literasi!

Biografi Penulis

Budi Harsoni lahir di Bandar Lampung, 12 Juni 1973. Tinggal di Rangkasbitung, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten. Pendidikan terakhir di Madrasah Aliyah Pondok Pesantren Daar el Qolam, Gintung, Jayanti, Kabupaten Tangerang Provinsi Banten. Lebih akrab dipanggil Budi Lengket, penulis adalah pegiat literasi TBM Kedai Proses Rangkasbitung dan aktif di TBM Kuli Maca sebagai Manajer Program. Karya jurnalistiknya tertuang di Majalah 1828 sebagai penulis tetap. Mendapat penghargaan Bupati Lebak sebagai Pegiat Literasi. Penulis dapat dibuhungi di Whatsapp: 087772714422, Surel: budileng.harsoni@gmail.com, Akun FB dan IG: Budi Lengket.

Related Posts

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *