Pejuang Literasi

Tiga Serangkai: Dengan Buku Asa Tercapai

Tiga Serangkai Dengan Buku Asa Tercapai

Indonesia adalah negara berkembang yang memiliki minat rendah dalam membaca. Hal ini dibuktikan dari riset yang berjudul World’s Most Literate Nations Ranked yang dilakukan oleh Central Connecticut State University dan menyatakan bahwa Negara Indonesia menduduki peringkat ke-60 dari 61 negara mengenai minat membaca. Namun, di balik fakta yang memilukan ini, terdapat banyak kisah inspiratif pejuang literasi di seluruh Indonesia yang sangat peduli terhadap literasi atau minat baca masyarakat.

Ini adalah kisah tiga pejuang aksara dari Perpustakaan Panuntun Desa Ketitangkidul, Kecamatan Bojong, Kabupaten Pekalongan, Jawa Tengah, yang memiliki prinsip dan tujuan yang sama, yaitu menumbuhkan budaya literasi di kalangan masyarakat desa. Ketiga tokoh tersebut adalah Yusuf Bahtiar, Muammar Kadavi, dan Gilang Nanda Permana Widodo.

Yusuf Bahtiar, Si Maniak Literasi dari Desa

Yusuf Bahtiar, atau yang memiliki nama panggung Yusuf Andrea. Pria kelahiran sembilan puluh tiga ini memang sedari kecil memiliki pemikiran yang terbuka terhadap permasalahan literasi dan pendidikan. Memiliki latar belakang sebagai kakak tertua dari lima bersaudara, dirinya mengaku bahwa sejak kecil memang ingin menjadi orang yang berhasil dan sukses membanggakan kedua orangtuanya.

Masa kecil hingga remaja dihabiskan Yusuf untuk selalu belajar dan berproses. Dirinya mengaku setiap hari dia mampu menghabiskan empat hingga lima buku tebal, apapun jenisnya. Hingga pada suatu hari ia berpikir untuk mengajak orang sekitar agar senang membaca buku seperti dirinya. Namun, bukan pujian yang didapatkan, dirinya justru mendapatkan keacuhan dan penolakan dari teman dan orang di sekitarnya.

“Memang berat mendapat penolakan dan ujian. Namun tujuan saya tidak pernah berubah untuk menumbuhkan budaya gemar membaca di kalangan masyarakat desa.” Ujarnya dengan penuh semangat.

Walaupun mendapatkan penolakan, dirinya tetap melanjutkan tujuan dan cita-citanya itu melalui dirinya sendiri. Ia tetap melanjutkan kegemaran membacanya walaupun sering mendapat ujaran kebencian dari teman sebayanya, bahkan setelah memasuki masa remaja dirinya juga tidak jarang menciptakan cerita pendek atau sajak-sajak puisi.

Menginjak dewasa, ia mulai merambah ke luar desa untuk mendapatkan pengalaman dalam dunia literasi. Akhirnya ia memutuskan untuk bergabung dalam organisasi Gerakan Perpustakaan Anak Nasional Regional Pekalongan. Upaya ini ia lakukan karena di desa tidak memiliki wadah ataupun organisasi mengenai literasi. Dirinya selalu bermimpi agar suatu hari dapat mendirikan organisasi itu di desanya.

Muammar Kadavi, Penggiat Literasi Berdasar Religi

Muammar Kadavi, atau akrab dipanggil Davit merupakan mahasiswa di salah satu perguruan tinggi negeri di Kabupaten Pekalongan. Karena tidak terlalu jauh dari rumah, ia memutuskan untuk laju atau pulang pergi dari rumah ke kampus. Di desa, dirinya aktif dalam kegiatan religi, seperti IPNU, Durror, dan Ikatan Remaja Masjid.

Hingga pada tahun 2018, dirinya terpilih menjadi Ketua Ikatan Pelajar Nadhlatul Ulama (IPNU). Selama masa kepemimpinannya, Davit adalah seorang yang bertanggungjawab dan sangat peduli terhadap anggotanya.

Lalu bagaimana perannya dalam bidang literasi? Kisahnya dimulai sejak dirinya masuk atau bergabung dalam IPNU, terutama setelah dirinya menjabat sebagai ketua. Dirinya mengaku bahwa sedikit sedih melihat anak-anak usia belia yang tidak peduli dengan pendidikan. Mereka hanya peduli dengan bermain, bermain, dan bermain, tidak ada masa yang digunakan untuk membaca buku.

Hal ini memang benar apa adanya. Latar belakang masyarakat desa kami memang sangat tidak peduli dengan pendidikan, apalagi membaca buku. Hal ini menyebabkan David mengolah pikirannya demi menanamkan budaya gemar membaca di kalangan anak-anak anggota IPNU.

“Saya terkejut ketika tahu bahwa ada anak yang tidak dapat membaca, padahal usianya sekitar 8 tahun. Saya tahu karena saat membaca tahlil dirinya hanya diam saja. Setelah saya selidiki, ternyata tidak hanya dia yang tidak bisa membaca, masih ada yang lain. Mengetahui hal itu, saya memikirkan berbagai upaya untuk mengajari mereka membaca, bahkan saya harap dapat menanamkan budaya gemar membaca di kalangan anak-anak.” Ucapnya menggambarkan keadaan saat itu.

Akhirnya dirinya menemukan suatu cara yang menurutnya efektif, yaitu dengan adanya program “Membaca Sambil Mengaji”, yaitu program yang mengharuskan anak-anak IPNU membaca buku cerita sebelum mengaji. Buku cerita ini Davit dapat dari pinjaman perpustakaan kampusnya. Setiap Kamis, dirinya selalu membawa pulang 4-5 buku cerita untuk kemudian digunakan anak-anak belajar membaca.

Pada awalnya memang sangat berat, karena mendapatkan respon yang tidak bagus dari anak anak. Kebanyakan anak-anak malu untuk membaca. Namun, Davit tidak menyerah, dirinya dengan sabar mengajarkan kepada anak-anak anggota IPNU untuk mulai membaca. Lambat laun, anak-anak IPNU kini sudah terbiasa dengan membaca. Bahkan sangat suka jika mendapat giliran untuk membaca.

Dirinya sangat bersyukur atas pencapaiannya, namun dirinya juga selalu memikirkan untuk dapat berbuat lebih banyak lagi dalam menyebarkan virus-virus literasi.

Gilang Nanda Permana Widodo, Pejuang Aksara Di Usia Belia

Gilang Nanda Permana Widodo, atau akrab dipanggil Gilang. Seorang siswa SMA kelas 12 yang merupakan penggiat literasi dari Perpustakaan Desa Ketitangkidul, Kecamatan Bojong, Kabupaten Pekalongan, Jawa Tengah.

Lewat buku, pria berusia 18 tahun ini ingin membangun budaya membaca masyarakat Indonesia yang ia mulai dari masyarakat desanya. Desa Ketitangkidul adalah salah satu desa kecil di Kabupaten Pekalongan. Desa ini dapat dibilang cukup maju jika dilihat dari kehidupan masyarakatnya sehari-hari. Namun, disamping hal itu sayangnya desa ini memiliki masyarakat yang sangat acuh terhadap pendidikan, termasuk kegiatan membaca dan menulis.

“Sudah 18 tahun saya hidup di desa ini, namun saya sama sekali tidak melihat perubahan dari saya kecil, hingga sebesar sekarang. Sebagai pemuda, saya berpikir harus melakukan sesuatu demi desa ini, terutama pada pola pikir masyarakat terhadap membaca dan juga pendidikan.” Ucap seorang pemuda tentang hasratnya untuk memajukan desa.

Tidak sedikit masyarakat yang hanya lulusan sekolah dasar atau bahkan tidak mengenyam bangku pendidikan sama sekali. Hal ini membuat sempitnya pemikiran masyarakat terhadap kegiatan membaca. Banyak dari mereka beranggapan bahwa membaca buku hanya perlu dilakukan oleh orang yang berpendidikan, sementara mereka hanya harus fokus untuk bertahan hidup.

Pemikiran sejenis itu juga diwariskan ke anak-anak mereka. Generasi muda di desa ini juga mayoritas memiliki pemikiran yang tertutup, tidak peduli terhadap pendidikan dan tidak sedikit dari mereka terjerumus ke pergaulan yang salah.

Namun berbeda dengan halnya Gilang. Dirinya mengaku bahwa kepeduliannya terhadap literasi sudah muncul sejak duduk di bangku sekolah dasar. Hal ini dilatarbelakangi oleh hobinya, yaitu membaca, dan cita-citanya yang ingin menjadi seorang guru. Memang kala itu dirinya tidak tahu apa itu literasi, yang ia tahu adalah ia harus membaca untuk masa depan yang lebih baik.

Hampir setiap hari ia membaca buku, dan ia selalu mengajak teman dan orang sekitarnya unutuk membaca bersama. Bahkan ia seringkali bermain “sekolah-sekolahan” bersama teman-teman yang lebih kecil tingkatan kelasnya. Ia mengajari membaca, menulis, dan bermain bersama. Bahkan dirinya mengaku bahwa sering menyisihkan uang jajannya untuk membeli kapur atau meng-copy beberapa kertas untuk bacaan bersama.

Banyak temannya yang mendukung kegiatan ini, namun tidak sedikit pula yang mengejeknya. Bahkan orangtuanya sendiri melarangnya untuk melakukan kegiatan itu lagi setelah tahu ia menggunakan uang pribadi untuk kepentingan orang lain. Namun, hal ini bukanlah halangan baginya, tidak lagi meng-copy kertas, dirinya meminjam buku di perpustakaan sekolahnya untuk dibaca bersama-sama. Kegiatan ini ia lakukan selama beberapa tahun hingga dirinya remaja.

Tahun 2018 dirinya mulai mengenyam pendidikan di salah satu SMA dekat rumahnya. Walaupun mulai memasuki usia dewasa, dirinya tetap masih memikirkan bagaimana cara menyalurkan pengetahuan dan mengajak orang lain supaya gemar membaca.

Awal Pertemuan

Awal 2019 ketiganya tidak sengaja bertemu dalam acara pengembangan masyarakat desa yang diselenggarakan oleh mahasiswa yang saat itu sedang KKN di desanya. Acara itu membahas beragam pengembangan karakter, baik kamampuan intelegensi dan kemampuan fisik untuk mengolah sesuatu. Dalam acara tersebut terdapat sesi Focus Group Disscuision (FGD) yang mana Yusuf, Davit dan Gilang berada dalam satu kelompok.

Entah skenario Tuhan atau bagaimana, mereka bertiga seperti disatukan. Mereka memiliki pemikiran dan tujuan yang sama, yaitu menanamkan budaya baca dan literasi di kalangan masyarakat desa. Mereka bertiga memang terpaut umur yang cukup jauh, terutama Gilang yang dapat disebut masih remaja. Namun mereka bertiga saling mendorong dan melengkapi.
Angan Mereka Bukan Angan Belaka

Setalah acara itu selesai, mereka terus saling berkomunikasi. Entah sekedar berbagi masalah hidup, membantu anak desa mengerjakan tugas, atau memikirikan ide gila mereka. Tercetus oleh mereka untuk mendirikan suatu organisasi peduli literasi, akhirnya mereka bertiga berpikir untuk membentuk perpustakaan. Yusuf, Davit, dan Gilang akhirnya memberanikan diri untuk meminta persetujuan kepada kepala desa untuk membentuk sebuah perpustakaan desa. Kepala desa menyambut gagasan mereka dengan sangat positif, hanya saja perpustakaan desa tidak akan mendapatkan upah, bahkan tempat pun akan digabung bersama Badan Usaha Milik Desa (BUMDES) yang hanya digunakan setiap hari Sabtu.

Hal tersebut tidak menyurutkan niat mereka untuk membentuk organisasi. Mereka bertiga mantap dalam melangkah, walaupun tidak ada upah sama sekali, hal ini dilakukan demi munculnya budaya literasi di desa mereka. Akhirnya mereka memberanikan diri untuk membuka perekrutan pengurus perpustakaan desa. Informasi itu mereka sebar melalui selebaran dan juga media sosial.

Namun, bukannya mendapat apresiasi dan antusiasme masyarakat, yang mereka dapatkan hanya keacuhan dan tatapan sinis masyarakat yang menganggap mereka “kurang kerjaan”. Hal ini dibuktikan dengan tidak adanya orang yang sukarela mendaftar menjadi pengurus perpustakaan desa.

Mereka bertiga kembali digundahkan dengan keadaan. Namun pada waktu itu mereka sepakat untuk mengundang beberapa teman satu desa mereka agar menghadiri pertemuan tidak resmi guna menjelaskan maksud dan tujuan mereka. Hingga akhirnya perpustakaan berhasil didirikan, tepatnya pada tanggal 20 Agustus 2020, Perpustakaan Desa Ketitangkidul berhasil melakukan launching perdananya. “Panuntun” nama itu dicetuskan oleh mereka bertiga dengan harapan dapat menuntun desa menuju ke arah yang lebih baik. Ketua perpustakaan dijabat oleh Gilang, Davit sebagai sekretaris, dan Yusuf menjadi pembina karena usianya yang sudah dewasa.

Sejak awal berdiri, perpustakaan desa ini tidak selalu menemui jalan yang lancar dan mulus. Banyak hambatan dan rintangan yang selalu mengganggu. Keterbatasan sumber daya manusia, keterbatasan sarana dan prasarana, serta keterbatasan dana lengkap menghadang jalan kesuksesan. Pada awal bediri mereka sama sekali tidak memiliki apapun, baik buku, rak, komputer, ataupun meja baca. Namun tidak menyerah sampai di sana, mereka dan semua rekannya bahu membahu belajar mengelola dan membesarkan perpustakaan desa.

Membuka sumbangan, meminta donasi, bahkan dana swadaya pengurus sudah pernah dilakukan. Tapi mereka semua sama sekali tidak pamrih. Mereka melakukan ini semua dengan landasan tujuan yang sama, yaitu menuju desa melek literasi. Dua puluh pengurus dengan latar belakang yang berbeda-beda berhasil disatukan. Dengan dikepalai oleh Gilang, mereka semua bergantian menjaga dan merawat perpustakaan ini.

Setiap pagi hingga sore Yusuf, Davit, dan Gilang serta beberapa pengurus selalu bergantian berjaga di perpustakaan untuk mengajari anak-anak membaca, mengajari anak-anak mengerjakan tugas, melayani orang dewasa untuk mencari buku, atau bahkan hanya untuk bermain bersama anak-anak.

Namun, semua itu berubah ketika pandemi melanda desa. Kegiatan di desa benar-benar di non-aktifkan oleh kepala desa, termasuk perpustakaan karena status desa adalah zona merah. Keputusan ini mau tidak mau harus diterima oleh pengurus perpustakaan demi kebaikan semua masyarakat. Akan tetapi tidak dengan mereka bertiga yang berpikir bahwa ilmu tidak boleh berhenti hanya karena pandemi. Seolah tidak memiliki batasan dalam berinovasi, akhirnya mereka bertiga mendapatkan satu jalan keluar yang amat inovatif, yaitu layanan online perpustakaan antar buku sampai rumah.

Hal itu sempat menimbulkan pro dan kontra di kalangan pengurus, banyak yang beranggapan bahwa buku dapat saja menjadi media penularan virus. Namun, dengan banyak pertimbangan dan dengan dasar protokol kesehatan, cara itu akhirnya tetap dijalankan dan mendapatkan persetujuan kepala desa. Masyarakat hanya perlu menghubungi pengurus melalui WhatsApp dan pengurus akan datang ke rumah dengan membawa buku yang dipesan tanpa harus ada biaya sepeserpun.

Kini masyarakat desa sudah mengakui adanya perpustakaan. Mereka juga akhirnya sadar betapa pentingnya membaca buku, terutama untuk generasi muda. Hal ini dibuktikan dengan antusiasme masyarakat mengunjungi perpustakaan setiap harinya. Pengurus perpustakaan sangat bersyukur atas apa yang telah mereka capai. Terutama mereka, sebagai Tiga Serangkai sangat senang kini masyarakat di desanya tidak lagi acuh terhadap buku, kini sudah ada tempat untuk mereka menyalurkan ilmu, dan kini mereka sudah memiliki keluarga baru yang bertujuan sama.

Menurut mereka, ini adalah langkah awal yang sangat baik. Sampai detik ini mereka bertiga masih berpegang teguh pada tujuan menjadikan desanya sebagai desa literasi yang peduli akan pendidikan. Walaupun memiliki latar belakang yang berbeda dan seringkali diremehkan, mereka selalu optimis akan mimpinya itu, dan yakin bahwa itu bukan hanya angan, melainkan akan menjadi kenyataan suatu hari nanti.

Biografi Singkat Tokoh Cerita

Nama : Muammar Kadavi
TTL : Pekalongan, 25 Juli 2001
Domisili : Desa Ketitangkidul, RT 01/RW 01, Kec. Bojong, Kab. Pekalongan, Jawa Tengah
Pendidikan Terakhir : SMK
Pengalaman Organisasi/Jabatan :
– Perpustakaan Desa/Sekretaris
– IPNU Desa Ketitangkidul/Ketua
– IPNU Kecamatan Bojong/Sekretaris
– Pramuka IAIN Pekalongan/Anggota
– PMII Rayon Tarbiyah Ilmu Keguruan IAIN
– 44 Trans/Member
WA : 088221047842
IG : @amar_k25

Biografi Singkat Tokoh Cerita

Nama : Yusuf Bahtiar
TTL : Pekalongan, 18 Mei 1993
Domisili : Desa Ketitangkidul, RT 06/RW 02, Kec. Bojong, Kab. Pekalongan, Jawa Tengah
Pendidikan Terakhir : Paket C
Pengalaman Organisasi/Jabatan :
– Perpustakaan Desa/Pembina
– GPAN Pekalongan/Pengurus
– GPAN Pusat/Pengurus
– Karang Taruna Desa Ketitangkidul/Wakil
– IPNU Desa Ketitangkidul/Wakil Ketua
– IPNU Kab. Pekalongan/Pengurus
– IPNU Kecamatan Bojong/ Wakil Ketua
Karya/Prestasi :
– The Best Supervisor Roket Chicken
– Juara II Penarik Pajak Kabupaten Pekalongan
WA : 081326558810
IG : @yusuf.andrea
FB : Yusuf Andrea

Biografi Singkat Penulis & Tokoh Cerita

Nama : Gilang Nanda Permana Widodo
TTL : Pekalongan, 22 Agustus 2002
Domisili : Desa Ketitangkidul, RT 04/RW 01, Kec.
Bojong, Kab. Pekalongan, Jawa Tengah Pendidikan Terakhir : SMA
Pengalaman Organisasi/Jabatan :
– Perpustakaan Desa/Ketua
– Forum OSIS Jawa Tengah/Korda
– Forum OSIS Kab. Pekalongan/Ketua 2
– Forum Anak Kab. Pekalongan/Kadiv
– OSIS SMAN 1 Bojong/Ketua Umum
Karya/Prestasi :
– Harapan I Cipta Film Nasional 2020
– Juara Favorit Kisah Inspiratif Perpusdes Nasional
– Juara I Debat Bahasa Inggris Jawa Tengah 2020
– Juara I Danton LKBB Provinsi 2019
– Juara I Intelegensia Duta Wisata 2019
– Juara III FLS2N Cipta Puisi 2019
– Juara III Baca Puisi Bahasa Daerah
– Juara II Siswa Pelopor 2019
Kontak Person :
WA : 0895391821335
IG : @masscruszh
FB : Gilang Nanda Permana Widodo

Related Posts

39 thoughts on “Tiga Serangkai: Dengan Buku Asa Tercapai

  1. Gilang Nanda Permana Widodo berkata:

    Barakallah 😍

    1. Tirta Buana Media berkata:

      Terimakasih kak atas komentarnya. Semoga literasi kita semakin maju terus. Salam sukses selalu!

  2. Yusuf Bakhtiar berkata:

    Terimakasih

    1. Tirta Buana Media berkata:

      Terimakasih kak atas komentarnya. Semoga literasi kita semakin maju terus. Salam sukses selalu!

  3. ann berkata:

    bguss!!

    1. Tirta Buana Media berkata:

      Terimakasih kak atas komentarnya. Semoga literasi kita semakin maju terus. Salam sukses selalu!

  4. Halimah berkata:

    Sukses terus gilang

    1. Tirta Buana Media berkata:

      Terimakasih kak atas komentarnya. Semoga literasi kita semakin maju terus. Salam sukses selalu!

  5. Nabilah Vania berkata:

    Semoga bermanfaat

    1. Tirta Buana Media berkata:

      Terimakasih kak atas komentarnya. Semoga literasi kita semakin maju terus. Salam sukses selalu!

  6. UmiSya berkata:

    Mantap

    1. Tirta Buana Media berkata:

      Terimakasih kak atas komentarnya. Semoga literasi kita semakin maju terus. Salam sukses selalu!

  7. Faitursina berkata:

    Semangat kak, bagus banget sangat menginspirasi 👍😆

    1. Tirta Buana Media berkata:

      Terimakasih kak atas komentarnya. Semoga literasi kita semakin maju terus. Salam sukses selalu!

  8. Sutikyo berkata:

    Sangat menginspirasi,sukses selalu kawan

    1. Tirta Buana Media berkata:

      Terimakasih kak atas komentarnya. Semoga literasi kita semakin maju. Salam!

    2. Tirta Buana Media berkata:

      Terimakasih kak atas komentarnya. Semoga literasi kita semakin maju. Salam literasi!

    3. Tirta Buana Media berkata:

      Terimakasih kak atas komentarnya. Semoga literasi kita semakin maju terus. Salam literasi!

    4. Tirta Buana Media berkata:

      Terimakasih kak atas komentarnya. Semoga literasi kita semakin maju terus. Salam!

    5. Tirta Buana Media berkata:

      Terimakasih kak atas komentarnya. Semoga literasi kita semakin maju terus. Salam literasi kita!

    6. Tirta Buana Media berkata:

      Terimakasih kak atas komentarnya. Semoga literasi kita semakin maju terus. Salam sukses!

    7. Tirta Buana Media berkata:

      Terimakasih kak atas komentarnya. Semoga literasi kita semakin maju terus. Salam sukses selalu!

  9. Raina berkata:

    Semoga kisah ini dapat memotivasi yang lainnya, dan semoga semakin sukses

  10. Davit berkata:

    mantab, bagus banget👍👍👍

  11. Pemerintah Desa Ketitangkidul berkata:

    Semangat menginspirasi anak bangsa

  12. Pemerintah Desa Ketitangkidul berkata:

    Semangat menginspirasi anak bangsa khususnya di lingkungan Desa Ketitangkidul Kecamatan Bojong

  13. Pemerintah Desa Ketitangkidul berkata:

    Salam Literasi…
    Semangat menginspirasi anak bangsa khususnya di lingkungan Desa Ketitangkidul Kecamatan Bojong

  14. Pemerintah Desa Ketitangkidul berkata:

    Sukses selalu anak anakku

  15. Pemdes Ketitangkidul berkata:

    Semngat selalu anak anakku

  16. Raisa Andriana berkata:

    Semangat teruss, literasi harus dicerdaskan, dan butuh diperjuangkan.

  17. Ami berkata:

    Semangat teruss, literasi harus dicerdaskan, dan butuh diperjuangkan.

  18. Raisa Andriana berkata:

    Semangat terus, sy saksi kalian pejuang literasi di desa. Jangan berhenti berkarya.

  19. Raisa Andriana berkata:

    Semangat, sy saksi kalian pejuang literasi di desa.

  20. Balqis Reviani berkata:

    Semoga langkah selanjutnya semakin baik!

  21. Amirotul masa berkata:

    Mantap,,, semangat tyusss gaes 🥰

  22. Khisna berkata:

    Barokallah

  23. Eflin berkata:

    Wow semoga perpustakaan desa bisa terjaga dan berkembang kedepannya setiap tahun.

  24. Sofyan berkata:

    Semangat bro

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *