Bilik Pustaka

Integrasi Tiga Pintu, Wujudkan Taman Baca yang Efisien

Zaman, dengan segala entitas yang ada di dalamnya, telah melaju begitu cepat dan dinamis. Berbagai kebutuhan berubah seiring laju produkifitas manusia, kompleksitas problematika yang berjalan pun tumpah ruah menyelimuti sudut-sudut kehidupan. Arus globalisasi, tekanan dan genjotan imperialisme baru, dan gesekan paham radikal jika tidak diimbangi dengan budaya literasi yang baik akan melahirkan sejarah baru yang kelam, peradaban yang profan, serta kehidupan yang anarkis.

Dari pameo ini dapat ditarik benang merah bahwa peradaban tanpa literasi akan melahirkan peradaban yang suram tidak tentu arah. Sebab selain berfungsi memperkaya wawasan, literasi juga mampu melahirkan sebuah peradaban, atau bahkan menumbangkannya.

Berbagai upaya telah dikerahkan untuk mengupayakan tegaknya budaya literasi, dari tingkat jajaran pemerintahan tertinggi sampai pada pemerintahan terkecil. Di pelosok desa sudah banyak perpustakaan desa atau taman baca masyarakat yang diinisiasi oleh komunitas. Beraneka ragam kampanye semakin gencar digaungkan. Jargon-jargon tentang pentingnya literasi sudah semakin marak.

Sekali lagi, tantangan tidak pernah selesai. Ibarat kehidupan, tantangan menjelma bagian dari hidup itu sendiri. Berdirinya perpustakaan desa atau taman baca masyarakat masih membutuhkan kerja kreatif yang luar biasa menguras temaga. Mengingat masyarakat pada saat sekarang sudah terhipnotis oleh kecanggihan teknologi, yang oleh Mark Manson disebut dengan “sesuatu yang mengatasi masalah ekonomi pada masa lalu dan menyisakan masalah psikis yang baru pada masa kini”, menambah daftar kompleksitas tantangan untuk membangun suatu iklim literasi.

Untuk membangun iklim literasi yang efektif dan efisien diperlukan adanya terobosan baru yang lebih berwarna dan bervarian, diperlukan integrasi yang kuat antar semua elemen, dibutuhkan kerja cerdas dan semangat yang tidak tanggung, serta akomodasi berbagai sarana penunjang lainnya.

Membangun Taman Baca

Mula-mula, hal yang harus diperhatikan untuk menginisiasi berdirinya taman baca adalah perencanaan. Pertama dimulai dengan merencanakan tempat di mana sebuah taman baca akan didirikan atau memilih lokasi yang strategis, jauh dari kebisingan dan mudah dijangkau banyak orang.

Kedua, merencanakan bentuk bangunan, sarana dan prasarana, kebutuhan penunjang serta finansial. Bentuk atau model bangunan juga berperan penting dalam mendukung kemajuan taman baca. Model bangunan yang ramah dan tidak kaku dapat membuat pengunjung betah dan ingin berlama-lama di dalamnya. Beberapa model bangunan yang bisa dipilih antara lain model bangunan klasik dengan nuansa modern. Setiap daerah pasti memilki khas bangunan tersendiri, dan jika taman baca menggunakan model bangunan yang bersejarah tentu akan memiliki nilai tawar lebih di masyarakat sekitarnya.

Ketiga, merencanakan pengadaan bahan bacaan. Banyak cara yang bisa ditempuh untuk melengkapi koleksi buku pada sebuah taman baca. Salah satunya melalui donasi atau hibah buku. Hal ini sering diterapkan oleh taman baca di desa. Bisa melalui proposal kepada salah satu penerbit, atau bekerja sama dengan oihak pemerintah desa setempat.

Setelah perencanaan selesai, taman baca sudah terbentuk dengan berbagai koleksi buku dan sarana-prasarana penunjang lainnya terlengkapi, langkah selanjutnya adalah mengelola. Pengelolaan taman baca yang baik juga memilki andil yang besar untuk keberhasilan taman baca. Pencatatan administrasi, perawatan koleksi buku dan sarana, serta hal lainnya perlu dilakukan dengan baik dan sistematis.

Taman baca juga harus memiliki program kerja yang baik, dan tepat sasaran. Program yang dilaksanakan menyentuh langsung terhadap masyarakat. Terpenting program yang dijalankan berdampak terhadap pengembangan literasi. Banyak program yang bisa direncanakan dan diterapkan. Semisal mengenalkan aneka ragam buku koleksi, mengenalkan dan mensosialisasikan buku-buku koleksi. Sehingga masyarakat lebih akrab terhadap jenis-jenis dan isi buku. Sehingga mereka merasa mudah untuk mencari referensi tentang suatu hal.

Dalam pengelolaan taman baca, promosi juga harus menjadi atensi dari semua pegiat dan pengelola taman baca. Jangkauan dan sasaran yang tepat sangat menentukan kuantitas pengunjung. Promosi yang dilakukan juga mengandung metode kreatif dan inovatif. Salah satu contohnya memanfaatkan kecanggihan teknologi sebagai ajang promosi. Selain itu juga bisa melalui sosialisasi kepada seluruh lembaga pendidikan di desa terkait.

Contoh promosi yang bisa diterapkan seperti mengampanyekan pentingnya budaya literasi, menjelaskan sumbangsih literasi terhadap peradaban serta menjelaskan keadaan peradaban yang dirbangun tanpa dasar literasi. Pegiat taman baca juga harus memiliki sifat kooperatif terhadap semua pihak. Tidak menyepelekan bantuan sekecil apapun yang datang.

Promosi yang diterapkan juga bisa berisi review singkat buku-buku yang menjadi koleksi taman baca. Ini dimaksudkan agar menarik minat calon pembaca untuk berkunjung. Review singkat ini bisa berisi penjelasan mengenai penullis buku, jenis buku dan juga kelebihan-kelebihan yang ada di dalamnya. Review singkat buku ini juga bisa didesain sebagus mungkin, dengan tampilan yang jenaka dan menggugah minat, atau diistilahkan dengan “agar orang lain merasa penasaran” dan terdorong untuk membacanya.

Selanjutnya, menyediakan daftar koleksi buku yang sudah selesai dikatalogkan sesuai jenis buku. Sehingga pengunjung mudah menemukan buku yang akan dibaca. Penempatan katalog buku juga harus ditempatkan di tempat paling nyaman. Agar pengunjung tidak kesusahan menjangkaunya.

Afiliasi dengan Lembaga Pendidikan

Pengelola taman baca bisa melakukan kerja sama dengan pihak lembaga pendidikan yang ada di sekitar. Hal ini dimaksudkan untuk membangun mitra dan memperluas sasaran atau objek dari taman baca. Pegiat taman baca bisa menawarkan tempat belajar out door bagi siswa di lembaga pendidikan. Sehingga selain menjadi tempat untuk membaca sekumpulan buku, taman baca bisa difungsikan sebagai tempaat belajar di luar lembaga pendidikan. Akan ada lebih banyak pengunjung yang akan berkunjung. Tentu ini akan berdampak terhadap keberhasilan suatu taman baca untuk membumikan semangat literasi.

Selain berfungsi sebagai tempat belajar out door, taman baca juga bisa menjadi wahana bagi siswa lembaga pendidikan untuk me-refresh otak. Mengingat kejenuhan belajar di dalam kelas bisa dirasakan oleh siswa setiap saat. Pegiat taman baca juga bisa menawarkan kepada pihak lembaga pendidikan untuk menempatkan kegiatan-kegiatan ilmiah, ekstrakulikuler sekolah di sana. Sehingga koleksi buku akan lebih sering dilihat dan dibaca oleh siswa.

Hal lain yang bisa ditawarkan oleh pegiat taman baca adalah mengadakan diskusi di taman baca. Agar koleksi buku yang ada bisa dijadikan referensi untuk menunjang pengetahuan siswa. Kepada pihak guru, pegiat taman baca juga diimbau untuk menjalin komunikasi yang baik, berisi promosi-promosi koleksi buku dan pelayanan yang diperoleh saat berkunjung ke taman baca. Dengan demikian, ekspektasi untuk membumikan semangat literasi menemukan momentumnya untuk sukses dan berhasil.

Integrasi Tiga Pintu

Semakin gencar gerakan promosi dan kegiatan yang dilaksanakan oleh suatu taman baca semakin efektif pula untuk membangun sebuah iklim yang bernafaskan literasi. Peradaban akan berjalan dengan lincah menuju taraf kehidupan yang beradab. Namun untuk menjaga kontinuitas kinerja, suatu taman baca tidak boleh berhenti dengan euforia semata. Kerja kreatif dan inovatif senantiasa terus digalakkan. Berbagai manuver sangat dibutuhkan untuk memperkaya inovasi gerakan taman baca.

Area atau lokasi taman baca selain berfungsi menampung pengunjung yang ingin membaca buku juga bisa diinisiasi menjadi tempat berkumpulnya komunitas, organisasi dan perkumpulan-perkumpulan lain. Sehingga selain menjadi tempat untuk membaca, juga bisa menjadi tempat untuk aktivitas lainnya. Tentu aktivitas yang senafas dengan semangat literasi. Selanjutnya inisiasi tersebut akan disebut dengan integrasi.

Dalam esai ini penulis mencoba menawarkan sebuah ide untuk merekontruksi sebuah taman baca menjadi taman yang terintegrasi dengan taman atau wahana lainnya. Berhubung yang diintegrasikan terdiri dari tiga hal maka akan disebut dengan integrasi tiga pintu. Ketiga hal tersebut adalah taman baca itu sendiri, kemudian pusat kegiatan kebudayaan dan museum sejarah. Integrasi tiga pintu ini diharapkan sebagaimana bangunan yang terdiri dari tiga buah pintu. Setiap pintu akan memilki isi dan nuansa yang berbeda. Artinya, dalam sebuah taman baca, ada pintu untuk masku ke area kajian kebudayaan juga ada pintu untuk memasuki area peninggalan-peninggalan yang bersejarah.

Masing-masing pintu harus memiliki kegiatan yang menjurus kepada pengembangan budaya literasi. Satu tujuan, satu gerakan dan satu nafas. Meski pada akhirnya akan membentuk kegiatan yang berbeda, tetapi tidak terjadi kontradiksi dan kontraaksi antara masing-masing pintu.

Sebagaimana dijelaskan di awal, taman baca tetaplah menjadi taman baca. Menyediakan bahan bacaan dengan berbagai koleksi dan jenis buku. Melakukan promosi literasi dan kegatan-kegiatan yang berkaitan dengan literasi. Hanya saja terintegrasi dengan wahana yang lain. Manfaat dari integrasi ini dapat memungkinkan pangsa pengunjung yang lebih banyak. Akan ada banyak jenis kepentingan ketika berkunjung ke suatu taman baca. Ada yang tujuannya untuk meminjam buku juga tertarik untuk melihat peninggalan sejarah. Ada yang bertujuan untuk mengikuti kajian kebudayaan bisa menambah referensi pengetahuannya di taman baca.

Taman baca bisa menjadi pusat kajian kebudayaan dengan cara konsisten mengulas dan mendiskusikan masalah kebudayaan. Semisal kajian seni, kajian kebahasaan dan sejenisnya. Hal ini dimaksudkan agar kebudayaan yang dimiliki oleh suatu daerah bisa terus dipelajari oleh generasi berikutnya. Kajian kebudayaan ini bertujuan untuk menghhimpun semua macam budaya yang ada untuk dicari, diolah dan didiskusikan menjadi sebuah kebudayaan yang memilki nilai dan berharga untuk dipelihara dengan baik.

Kajian yang dilaksanakan tidak berhenti kepada pembahasan tetapi dilanjutkan dengan upaya pemeliharaan. Kalau ada budaya yang berjenis puji-pujian atau senandung misalnya bisa terus dipraktekkan sesuai prakteknya. Naskahnya ditulis dengan baik, diterjemahkan dengan bahasa yang dapat dipahami jika memang naskahnya menggunakan bahasa luar daerah.

Naskah-naskah budaya itu bisa disimpan di Museum Sejarah. Peninggalan leluhur juga disimpan di dalamnya. Semisal ada sebuah pusaka yang dikenal memiliki keterkaitan dengan sejarah daerah setempat bisa dicari penjelasan asal-usulnya, dikaji, disampaikan ulang kepada generasi berikutnya. Dibuatkan deskripsi tentang nama dan pemilik dari pusaka tersebut.

Dengan terintegrasinya ketiga hal di atas akan mengantarkan kepada keberhasilan dan efisiensi sebuah taman baca. Mengingat kesempatan untuk dikunjungi lebih banyak ketimbang taman baca yang hanya mencukupkan sebagai tempat untuk membaca saja. Alhasil, kerja cerdas yang dikerahkan menemukan kemudahan untuk sampai kepada keberhasilan membangun sebuah peradaban yang berasas literasi.

Selain itu, taman baca yang terintegasi dengan wahana lainnya lebih efisien untuk mengimbangi narasi-narasi yang tidak ramah, arus globalisasi, paham imperialisme dan paham radikalisme bahkan dari berita hoaks. Sebab masyarakat sudah menaruh perhatian dan kepercayaan kepada taman baca. Masyarakat akan meminta penjelasan atau mendengarkan arahan yang disampaikan melalui kajian-kajian yang dilaksanakan oleh taman baca. Maka di sinilah peradaban yang beradab akan dimulai. Wallahu a’lam.

  • *Esai ini merupakan ide yang diterapkan di Taman Baca Komunitas Pemuda Giliyang

PENULIS

Partomo, santri Pondok Pesantren Annuqayah Latee, mahasiswa Intitut Ilmu Keislaman Annuqayah (INSTIKA) Guluk-Guluk Sumenep Jawa Timur.

Related Posts

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *