Bilik Pustaka

Modernisasi Perpustakaan dan Taman Baca Masyarakat (TBM) untuk Menciptakan Budaya Literasi Masyarakat di Wilayah Pedesaan

Literasi adalah kemampuan yang dimiliki oleh seseorang dalam berkomunikasi “membaca, berbicara, menyimak, dan menulis” dengan cara yang berbeda sesuai dengan tujuannya. (Elizabeth Sulzby, 1986). Dengan demikian, dapat disimpulkan secara singkat bahwa literasi adalah kemampuan membaca dan menulis.

Berbicara soal literasi, di negara kita, yaitu Indonesia, literasi masih belum menjadi sebuah budaya yang dianggap sebuah kebutuhan (Suragangga, 2017). Survei yang dilakukan oleh UNESCO pada tahun 2016 mengenai budaya membaca yang ada di negara-negara ASEAN menempatkan Indonesia sebagai negara yang memiliki budaya membaca paling rendah dengan nilai 0,001. Hal ini mengandung artian dari 1000 orang penduduk, hanya 1 orang yang gemar membaca (Nopilda & Kristiawan, 2018). Hal ini akan menjadi bumerang bagi negara dan rakyat Indonesia sendiri, karena dengan kurangnya pengetahuan yang dimiliki oleh rakyatnya, negara tidak akan mampu bersaing dengan negara luar dan akan sulit untuk mengembangkan potensi yang telah ada dalam diri negara tersebut.

Apa yang menyebabkan rendahnya budaya literasi di Indonesia? Sedikitnya ada lima aktor penyebabnya, yaitu kebiasaan membaca belum dimulai dari rumah, perkembangan teknologi yang semakin canggih yang berdampak semakin malasnya membaca, kurang motivasi untuk membaca, sikap malas untuk mengembangkan gagasan, dan sarana membaca yang minim. Sarana dan prasaran yang minim mungkin menjadi faktor terbesar banyaknya masyarakat yang jarang membaca, apalagi telah menjadi sebuah persepsi dalam masyarakat kebanyakan bahwa perpustakaan adalah tempat penyimpanan buku-buku yang pasti membosankan. Dengan demikian, pemerintah desa dapat mengubah persepsi masyarakat dengan memperbaharui desain dan tata kelola perpustakaan, Taman Baca Masyarakat (TBM) di wilayah pedesaan.

Perpustakaan, Taman Baca Masyarakat (TBM), ataupun pojok baca haruslah didesain semenarik mungkin agar masyarakat di wilayah perdesaan tertarik untuk datang ke tempat literasi-literasi tersebut. Perpustakaan dibangun di masing-masing desa dan ditempatkan di lokasi yang mudah dijangkau oleh masyarakat di suatu desa dengan desain arsitektur gabungan tradisonal-modern dengan menjadikan perpustakaan desa sebagai pusat modernisasi di suatu desa tersebut, tetapi masih melekatkan unsur-unsur teradisionalnya.

Untuk luas bangunan perpustakaannya, memerlukan luas tanah yang cukup besar untuk membangun sebuah ruangan-ruangan khusus di dalam perpustakaannya sendiri, seperti ruangan visual, yaitu ruangan yang di dalamnya terdapat LCD dan proyektor untuk pemutaran film-film yang berkaitan dengan buku-buku tertentu agar pengunjung tidak jenuh karena hanya membaca buku saja. Ada juga ruangan kreativitas, yaitu ruangan yang di dalamnya terdapat berbagai macam bahan-bahan kreativitas kerajinan semisal bahan-bahan untuk membuat kerajinan tangan, dll yang diperuntukkan untuk pengunjung yang ingin langsung mempraktikkan hasil bacaan bukunya terkhusus buku-buku kreativitas.

Terdapat juga aula perpustakaan yang didesain mirip dengan ballroom hotel agar pengunjung lebih takjub dengan perpustakaan di perdesaan yang tidak kalah menariknya dengan perpustakaan yang ada di kota. Aula difungsikan sebagai tempat salah satu program perpustakaan, yaitu workshop dan diselenggarakan oleh perpustakaan itu sendiri setiap bulan. Terdapat juga ruang baca, yaitu ruangan yang di dalamnya terdapat kursi sandaran empuk untuk para pengunjung agar tidak merasakan pegal saat berlama-lama duduk di kursi, dan meja yang berjejeran dengan posisi meja yang satu sama lainnya saling berhadapan untuk mengeefisienkan tempat, juga koleksi berbagai buku harus disusun berdasarkan kategori jenjang sekolah dengan masing-masing terdapat buku-buku pelajaran, buku-buku pengayaan, buku-buku peminatan, buku-buku cerita, dan juga buku-buku untuk kategori umum yang di dalamnya termasuk buku-buku wirausaha, buku-buku profesi, jurnal-jurnal, dll.

Ada juga ruang diskusi, yaitu ruangan yang di dalamnya terdapat meja bundar dan kursi sandaran yang empuk juga dan diperuntukkan untuk kelompok-kelompok yang ingin berdiskusi baik dari kalangan pelajar, mahasiswa, orang-orang tua, dll, agar tidak mengganggu pengunjung lainnya yang sedang membaca di ruang baca. Ada juga ruang loaboratorium komputer yang diperuntukkan untuk pengunjung yang ingin mencari/ mengkaji buku-buku yang sedang dibacanya, atau ingin membaca ebook, atau sekadar mencari referensi buku yang dibacanya.

Terakhir, ada ruang bermain, yaitu ruangan yang di dalamnya terdapat sejumlah mainan untuk anak kecil sekitaran jenjang sekolah TK-SD agar mereka dapat belajar sambil bermain dengan nyaman. Di setiap ruangan kecuali aula haruslah terdapat koleksi berbagai buku yang tersimpan di rak-rak kaca, perlu juga menambahkan alat tulis-menulis, pendingin udara, wi-fi, ventilasi udara yang baik, pencahayaan (lampu belajar) yang nyaman untuk mata ketika membaca di setiap ruangan perpustakaan.

Dengan begitu banyaknya desain-desain yang perlu diperbaharui, maka perpustakaan haruslah mempunyai tata kelola yang berkualitas agar fungsi-fungsi di setiap ruangan dapat terintegritas dengan efektif kepada pengunjung perpustakaan. Untuk mengelola perpustakaan desa, haruslah mencari beberapa pustakawan yang berkualitas terlebih dahulu. Berkualitas dalam artian mereka yang punya jiwa kreatif dan motivatif serta optimis dalam mengembangkan perpustakaaan dan mempunyai sikap tanggung jawab yang besar agar di kemudian hari setelah perpustakaan terealiasasi, pustakawan tidak stuck dengan hanya duduk dan mengatur buku-buku saja, tetapi mereka dapat menciptakan sesuatu yang baru yang dapat terus menghidupkan perpustakaan desa tersebut.

Perpustakaan harus menggunakan tata kelola yang khusus dalam mengoperasikan fungsinya dengan cara membuatkan kartu perpustakaan untuk masyarakat desa yang ingin berkunjung ke perpustakaan. Kartu tersebut berbentuk seperti KTP yang di dalamnya terdapat chip card yang berisi biodata diri (seperti KTP) yang difungsikan untuk menegetahui jejak keberadaan buku yang dipinjam oleh pengunjung perpustakaan agar buku tidak hilang. Akan tetapi, yang menjadi persoalan untuk menggunakan sistem tersebut ada pada jaringan di perdesaan yang terkadang kurang baik, sehingga menyulitkan untuk melacak keberadaan buku yang dipinjam oleh pengunjung. Untuk itu, sebelum membuat kartu perpustakaan, akan lebih baik, jika menstabilkan koneksi jaringan di perdesaan terlebih dahulu.

Untuk desain taman baca masyarakat (TBM) sendiri, akan lebih bagus jika didesain ala warkop. Jadi, TBM digabungkan dengan kedai kopi sebagai tempat tongkrongan yang berliterasi oleh masyarakat setempat baik orang-orang tua, anak muda, sampai anak-anak. Dengan demikian, masyarakat akan tertarik untuk berkunjung ke TBM baik hanya sekadar membaca buku-buku santai sambil meminum kopi semisalnya, ataupun sebagai tempat berdiskusi, yang pastinya masyarakat akan merasa nyaman dan rileks seperti di rumah sendiri.

Di TBM sendiri haruslah mempunyai taman bermain di ruangan terbuka untuk anak-anak dan taman bermain tersebut haruslah terdapat unsur-unsur literasi juga, seperti menaruh koleksi berbagai buku anak-anak di rak-rak yang tersusun dalam area taman bermain anak-anak agar anak-anak tetap nyaman dan senang belajar sambil bermain. Untuk TBM sendiri, dibuatkan dua unit TBM pada masing-masing kampung.

Membuat TBM cukup dengan menyediakan kedai kopi yang menyambung dengan rak-rak berisi koleksi buku mulai dari buku-buku pelajaran sekolah, buku-buku pengayaan, peminatan, majalah, koran, dll, dan tidak lupa perlunya juga disediakan wi-fi yang memumpuni untuk akses bacaan buku lebih lanjut. Untuk pengelolaannya sendiri harus sama seperti sistem yang dipakai oleh perpustakaan desa, yaitu menggunakan kartu perpustakaan, tetapi untuk TBM, namanya kartu Taman Baca Masyakarat (TBM) khusus kampung setempat.

Terakhir yang perlu diperbaharui juga, yaitu pojok baca. Di setiap rumah warga harus mempunyai pojok baca di dalam rumah maupun di luar rumah (teras rumah/halaman rumah) dengan menyediakan rak-rak buku minimal rak buku yang kecil untuk menyimpan buku-buku bacaan. Dengan demikian diharapkan mampu memaksimalkan gerakan literasi yang baru di wilayah pedesaan, karena perpustakaan dan TBM saja tidak cukup waktu untuk membaca di setiap waktu.

Dengan pembaharuan perpustakaan dan Taman Baca Masyarakat (TBM) yang lebih modern dan terkesan santai, diharapkan masyarakat akan merasa lebih terbuka wawasannya mengenai ilmu dan pengetahuan yang semakin maju agar tidak tertinggal dari wilayah-wilayah lain, dapat mengembangkan potensi dan usaha mereka dengan ilmu dan pengetahuan yang telah di dapat dari bacaan-bacaan buku perpustakaan dan literasi. Dan untuk perpustakaan maupun Taman Baca Masyarakat (TBM) diharapkan mampu menjadi pusat modernisasi di wilayah tersebut agar menjadi sebuah tempat wisata tersendiri oleh masyarkat pedesaan dan mulai dari situ, muncullah rasa kedekatan terhadap buku-buku yang akhirnya menjadi sebuah hobi baru dan terbentuklah budaya literasi di tengah-tengah masyarakat pedesaan.

Referensi:

Herdiana, D., Heriyana, R., Suhaerawan, R. 2019. Pemberdayaan Masyarakat Melalui Gerakan Literasi perdesaan di Desa Cimanggu Kabupaten Bandung Barat: Jurnal Pengabdian pada Masyarakat, Vol. 4, No. 4.

Jessica. 2017. 5 Penyebab Rendahnya Budaya Literasi di Indonesia: EduCenter from https://www.educenter.id/5-penyebab-rendahnya-budaya-literasi-di-indonesia/amp/

Sebagian isi dari tullisan esai ini adalah ide atau pendapat pribadi penulis.

BIOGRAFI PENULIS

Saya Dewi Jumrahwati Basri, putri kedua dari tiga bersaudara yang lahir di Makassar pada tanggal 5 Juli 2002. Saya lahir dari keluarga sederhana, ayah saya bekerja sebagai supir truk dan Ibu saya seorang Ibu Rumah Tangga. Pendidikan terakhir saya adalah SMK di SMKN 1 Makassar jurusan Otomatisasi Tata Kelola Perkantoran lulusan 2020. Sewaktu SMK saya mengikuti organisasi PASKIBRA. Sekarang saya menjadi mahasiswi di Universitas Negeri Makassar prodi Pendidikan Bahasa Arab. Selama saya duduk di bangku kuliah, saya sering mengikuti event-event nasional maupun Internasional. Saya juga masuk ke beberapa UKM di kampus saya. Saya memiliki hobi membaca buku dan sangat menyukai semua tentang alam semesta. Bagi saya, alam semesta itu adalah ciptaan Allah yang paling menakjubkan dan selalu membuat saya terharu di setiap saya memperhatikan ciptaannya.

Sebelum saya duduk di bangku sekolah dasar, saya sudah sangat suka dengan buku bahkan saya selalu dihadiahi/minta dihadiahi kado sewaktu ulang tahun berupa buku-buku cerita oleh teman-teman saya. Kecintaan saya terhadap buku belanjut hingga sekarang, bahkan teman-teman SMK saya dulu selalu mengidentikkan saya dengan buku. Namun sangat disayangkan, saya selalu membaca tetapi tidak pernah menulis sesuatu sejak dari dulu. Hal itu baru saya sadari sekarang sewaktu ikut webinar kepenulisan. Saya sangat ingat kata-kata salah satu Narasumbernya “membaca harus diimbangi dengan menulis, agar kita dapat membuat sebuah karya, yang dimana karya tersebut akan menjadi kenangan orang-orang pada kita jikalau kita telah tiada.” Dan “ tulislah hal-hal yang bermanfaat agar dapat menjadi menjadi pahala yang baik juga untuk kita.”

Begitulah, dan sekarang saya mulai membuat karya pertama saya disini, lomba menulis esai perpustakaan. Saya sangat bangga dengan diri saya, karena pengalaman pertama menulis saya, langsung turun ikut lomba ini dengan tulisan saya yang masih baru. Harapan saya, semoga saya masih diberi umur yang panjang untuk lebih banyak menghasilkan karya-karya yang bermanfaat bagi orang lain.

Related Posts

9 thoughts on “Modernisasi Perpustakaan dan Taman Baca Masyarakat (TBM) untuk Menciptakan Budaya Literasi Masyarakat di Wilayah Pedesaan

  1. nur inzani amaliah berkata:

    MaSya allah bagus skli, sangat inspiratif

  2. Rara berkata:

    Alhamdulillah

  3. Suhartini berkata:

    Saya sebagai kakaknya sangat sangat bangga dan terharu baca tulisan adek saya sendiri. Semoga bisa menjadi penulis yang hebat. Dan bisa bahagiain kedua org tuaa.

  4. Putri Amelia berkata:

    Masya Allah!! Semangat.

  5. touka berkata:

    Idex menarik & bagus untuk direalisasikan, krn sangat relevan dgn kondisi masyarakat saat ini, semoga budaya literasi di Indonesia dpt lebih maju kedepanx
    Semoga sukses

  6. Minal sulastri berkata:

    Tulisannya sangat bagus sekalii, perjuangkan yah dek.

  7. Mildawati berkata:

    Sukaaaa bangettt

  8. Mildawati berkata:

    Bgussss

  9. putri berkata:

    semangat

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *